Daftar Isi

Sunday, April 19, 2015

Carita,Menpora dan Sopir Tua



“Besok ikut saja ke Carita.Bisa khan?”kata staf khusus Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, menawarkan perjalanan weekend di akhir pekan, awal April 2015 lalu. Kata sang stafsus, kebetulan menpora mau berlibur.  Saya bisa nebeng di bus,kalau mau ngobrol panjang lebar. Sebetulnya, soal ikut dan tidak ikut itu hal biasa. Tapi perjalanan ke Carita yang cukup jauh, dengan jatah waktu hanya sehari untuk wawancara, membuat saya harus berfikir keras.

Saya minta jaminan, ada mobil yang mengantar ke Jakarta hari itu juga. Soalnya saya ogah nginep. Si stafsus setuju. Oke,deal. Pagi-pagi,saya meluncur ke Kemenpora di Senayan, Jakarta. Lantaran diberitahu maksimal jam 9 pagi sudah berangkat, sekitar pukul  7 saya sudah keluar rumah. Saya berfikir positif, semua akan on time. Jam 9 langsung cabut. Perkiraan kasar, maghrib sudah sampai lagi di Jakarta. Tapi begitu sampai di Kemenpora, nyatanya saya harus menunggu hingga pukul 11.00.

Ada tiga bus terparkir milik kementerian pemuda dan olahraga. Rupanya agenda menpora hari itu ia akan mengajak para stafnya berlibur. Selama ini,lantaran kesibukan kerja, Imam tak cukup akrab dengan orang-orang yang telah membantunya. Moment libur panjang akhirnya dipakai. Saya sempat kagok,karena teman saya si stafsus ternyata tidak ikut.”Hubungi bagian protokol mas. Dia yang ngatur,”katanya via SMS.
Namun ada yang membuat saya was-was. Ternyata Pak Yudi, protokol kemenpora, tidak bisa menjamin ada mobil yang bisa membawa saya pulang habis wawancara. Beliau menyerah.Pak Yudi malah menyangka, saya bakal ikut rombongan selama tiga hari di Carita. Berangkat Jum’at pulang Minggu. “Nanti kita kasih kamar hotel,”ujarnya. Hadeuh...

Karena saya sudah pegang komitmen sang stafsus, saya putuskan ikut. Nanti kalau tidak ada mobil yang bisa mengantar ke Jakarta gampang. Saya tagih saja janjinya. Rombongan berangkat. Tiga bus,beberapa mobil, berjalan merayap menembus kemacetan jalan menuju Banten. Kami sempat mampir ke makam Sultan Ageng Tirtayasa di Kawasan Banten lama. Rupanya menpora mau ziarah. Dalam perjalanan yang demikian tersendat-sendat, harapan untuk pulang sore pun sirna. Bagaimana bisa?Jam 14.00 saja masih di area makam.

Kelar Jumatan, rombongan di arahkan ke rumah makan. Sejak di Jakarta, saya memang tidak pernah melihat menpora. Rupanya ia pakai mobil lain, yang dikawal petugas. Begitu terlihat di restoran, tanpa pikir panjang saya todong. Pokoknya sedot semua bahan. Ngobrol disitu, biar misi segera tuntas. Saya menangkap kesan, Imam Nahrawi belum lepas dari kultur Nahdlyin-nya yang egaliter, suka guyon dan tidak ngeboss. Beda jauh dengan koleganya yang sama-sama dari PKB dan juga jadi menteri.

Usai wawancara, dalam perjalanan menuju Carita, baru kemudian saya tahu, tujuan sebenarnya adalah pantai Anyer. Kami masuk ke Hotel Marbella, Anyer, saat sore hampir menjelang. Foto-foto pak menteri dan keluarganya belum dapat banyak. Maka saat matahari mulai tenggelam di Pantai Anyer,  menpora yang sedang berenang dengan empat anaknya di kolam renang hotel kami kejar. Di situ,  kembali kami berinteraksi. “Ayo foto-foto lagi bro,”kata menpora pada fotografer. Jepret,jepret,jepret.

Nah,ini yang kemudian saya khawatirkan. Sesuai janji, mestinya ada mobil yang bakal membawa kami (saya dan fotografer) ke Jakarta. Tapi telepon sang stafsus tak bisa dihubungi. Saya juga lobi ajudan menpora. Jawabannya sama, tidak ada mobil yang bisa pulang malam itu. Sementara fotografer sudah minta pulang karena bininya sakit. Di rumah sendirian. Takut kenapa-napa. Busyet dah. Dalam kondisi serba tak menentu, tiba-tiba ada telepon masuk.

“Halo mas...saya asistennya Mas Reza, staf khusus pak menteri,”kata suara di seberang. Rupanya stafsus juga sedang berlibur di tempat lain.  Makanya ia tak ikut ke Anyer. Solusi lantas di cari. Saya disuruh naik taksi, atau menunggu ada mobil rental. Saya pilih menunggu. Ajudan menpora lantas yang sibuk nyari mobil. Malam hampir pukul 21.00 tentu susah mencari mobil rental di daerah terpencil seperti Anyer. Tak heran, kami menunggu cukup lama,dengan perasaan tak menentu.

Sekitar jam 22.00 mobil datang. Seorang pria berusia lanjut menyapa kami dengan ramah. Ia membuka pintu sebelum saya masuk, dan segera memegang kemudi. Pak sopir mengaku, mobil yang dikendarainya milik keponakannya, yang bekerja di Hotel Marbella. Ia biasa membawa sewa dari Anyer sampai Jakarta. Bahkan pak tua yang masih gesit itu mengaku sudah biasa menjelajah pulau Jawa,membawa mobil rental.”Yang penting bapak tidur saja. Nanti sampai kantor menpora, saya bangunin,”kata pak tua, memanggil saya “bapak”.

Tapi nanti dulu. Sepanjang perjalanan saya bukannya bisa tidur nyaman. Sopir tua ini membawa mobilnya bak Michael Schumancer menggenjot Ferrari. Gila. Saya bahkan kerap menahan nafas, takut si bapak yang juga penggemar akik ini tiba-tiba ngantuk, mobil oleng dan brak, mobil nabrak. Mampuslah saya yang duduk di samping sopir.Padahal pertama kali saya masuk mobil, pak sopir sudah saya wanti-wanti jangan ngebut.

Hampir dua jam nyali saya menciut. Perasaan baru tenang, setelah masuk wilayah Gelora Bung Karno. Meski masih ngebut, saya yakin kalau pun ngantuk tidak bakal celaka. Minimal sudah dekatlah. Perjalanan menegangkan berakhir, ketika mobil tiba di samping kemenpora. Saya turun, dan pesan dengan sungguh-sungguh pada pak sopir tua.”Hati-hati,pak. Pelan-pelan saja ke Anyernya.Takut ngantuk,”. Pak tua mengangguk sambil tersenyum...

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!