Saat
mendengar Aa Gym akan memberikan tausyah, Selasa (12/8) lalu, saya sebetulnya
agak aras-arasen (Bahasa Indonesia;
malas) untuk ikut jiping alias ngaji kuping. Bukan apa-apa. Saya masih
teringat,bagaimana beliau menjalani kehidupan rumah tangganya yang penuh
kontroversial. Kebetulan saya bukan penganut “ideologi” poligami. Seperti
banyak ibu-ibu jamaah Aa Gym yang lain, saya sangat kecewa, ketika pengasuh
pesantren Daruut Tauhid ini memutuskan untuk berpoligami.
Namun
lantaran ini moment langka, pagi itu saya beranikan diri untuk datang. Saya
memang melihat Aa Gym agak lebih sepuh. Kulitnya tidak seputih dulu. Tapi ia
tetap ramah, dan tampil apa adanya. Satu hal yang membuat saya memberanikan
diri menulis ini adalah soal fokus dakwahnya yang kini sudah berubah haluan.
Sesuai pesan gurunya, Aa Gym lebih menekankan soal hakekat ketauhidan.
Ini
sebetulnya kajian yang berat. Saya teringat seorang kyai di desa saya, yang
sering mengusung tema ini. Hasilnya, jamaah kyai tersebut jadi eksklusif. Dalam
batas-batas tertentu, bahkan menganggap, yang bukan kelompok mereka adalah
orang yang “sesat”. Tapi di tangan Aa Gym, kajian ini menjadi sangat ringan,
mengena dan “nendang” hingga ke ulu hati.
Aa Gym
mengaku tujuh tahun untuk bertransformasi menjadi seperti sekarang. Ia diajari
gurunya untuk mengamalkan ilmu kelapa. Seperti kelapa, kita tidak akan mendapat
minyaknya, sebelum dijatuhkan, disayat, dibelah, dan diparut. Aa Gym mengakui,
saat berpoligami, hinaan,hujatan, cacian dan cercaan mendatanginya setiap hari.
Sakit hatikah?”Tidak.Karena dengan cara seperti itulah, saya melepas Illah yang lain, selain Allah SWT,”katanya.
Ia mencoba flashback. Ketika sedang berada dipuncak
kepopuleran, perusahaan puluhan, dihormati dan dikagumi, hidupnya justru tidak
tenang. Anak-anaknya tak terurus. Ia merasa selalu lelah. Risau. Aa Gym hanya
merasa tenang, saat memberi tausyah. Tapi setelah itu hanya capai yang didapat.”Saya
sering mengeluh, kok hidup begini banget ya? Akhirnya oleh guru saya, saya
dianjurkan untuk menapak bumi. Seperti kelapa, saya harus dijatuhkan dulu,”kata
Aa Gym.
Semua Illah
selain Allah perlahan-lahan dilepas. Kepopuleran, nama besar, harta benda, rasa
ingin dihormati, takut dicaci, ingin dipuji dan segenap hal yang berujung pada
penilaian manusia semua dilepas. Revolusi mental itu membuat Aa Gym
mengasingkan diri. Baru setelah dinilai sudah mantap oleh sang guru, beliau
diijinkan kembali untuk berdakwah. “Tapi kajiannya hanya soal bagaimana cara
mengenal Allah. Ini yang saya sebut ketauhidan dalam versi yang ringan,”katanya.
Ah, selama
satu jam lebih kami semua bahkan terus ingin nambah dan nambah pengajian Aa
Gym. Tidak ada keangkeran seperti citra yang dipancarkan kyai di desa saya.
Justru lewat ngaji tauhid inilah, menurut Aa Gym, kunci menuju bahagia. Jika
kita berharap pujian dari orang lain, hidup kita tidak akan tenang. Lagi pula,
pujian dan hinaan hanyalah versi manusia. “Kalau kita nggak bisa bayar cicilan
mobil lantaran kita memaksa kredit agar dipuji,apa mereka yang memuji mau
membayarkannya,”kata Aa Gym.
Yang unik,
kata Aa Gym, tidak semua orang yang mati dan mengaku syahid, para dai, ahli
ibadah dan dermawan akan masuk surga. Karena saat dihisab, ketika ditanya
syahid dan ibadahnya diakui untuk Allah, tapi setelah ditelisik ternyata hanya
karena berharap pujian manusia,maka orang itu akan dianggap berdusta. Alhasil,
ia bakal terjungkal di neraka. “Jadi kunci bahagia itu bersihkan hati. Jauhkan
dari sifat ingin dipuji, gagah-gagahan, kikir, dengki, suka pamer dan penyakit
hati yang lain,”kata Aa Gym.
Dan
lain-lain,mungkin terlalu sempit jika saya tulis semua. Tapi Allah memang maha
membolak-balikan hati manusia. Jujur saja, rasa jengkel yang selama ini
bersemayam karena keputusan Aa Gym berpoligami, mendadak sirna, seperti kabut
diterpa sinar matahari. Sengaja pengalaman batin ini saya bagi,karena
sesungguhnya kita tak tahu hati Aa Gym, saat ia rela meski harus dihujat.
Maafkan Aa, saya telah berburuk sangka. Kepada Allah pula, saya berdoa, semoga
penyakit ingin dilihat wah dan suka pamer dijauhkan dari hati saya. Amin ya
robbalalamin.