Namanya sih
berbau ndeso begitu. Dulu saya pernah melihatnya jadi sinden, di sebuah program
reguler ANTV. Belakangan karirnya menanjak, muncul jadi bintang tamu di
mana-mana, dibooking jadi bintang iklan, lantas dibikinkan program sendiri oleh
sebuah stasiun teve lain. Karena penasaran, saya akhirnya minta waktu untuk
wawancara. Temanya soal profil keluarga. Kebetulan ia sudah punya anak dan suami.
Awal-awal
saya melobi, selalu saja bilang belum ada waktu. Lain kali ngomong sedang di
kampung halaman. Maklum saja. Bintang yang satu ini rumahnya di daerah. Jadi
dia bolak-balik Jakarta-rumah. Kalau syuting, datang ke Jakarta. Kelar
pekerjaan, terbang kembali ke rumah. Namun sebetulnya bukan soal kesibukan dia,
yang membuat saya mau menunggu hingga 3-4 bulan untuk wawancara. Dia sudah
janji mau ngasih waktu. Dan itu tak pernah dibatalkan.
Sebagai
jurnalis profesional, sekecil apapun peluang, akan saya tangkap, sepanjang si
nara sumber belum bilang tidak mau diwawancara. Hingga kemudian, suatu hari,
dia janji lagi. Pas hari “H”, janji itu saya tagih. Tapi betapa kecewanya saya,
ketika urusan bertemu kembali diundur. Sampai akhirnya,entah karena kesal
karena saya kejar terus atau bagaimana, suami si artis yang juga jadi
manajernya minta saya menghubungi PR stasiun televisi tempat di bernaung.
“Coba mas
lewat PR. Biar dikasih ijin,”katanya.
Maka di
sinilah mulai timbul masalah. Si PR ternyata punya kesan buruk soal bintang
andalan tempatnya kerja. Mbak PR bilang, Si Wulan (sebut saja begitu) adalah
artis yang punya Bad Attitude. Tak mau diwawancara dadakan, dengan alasan ini
itu. Cara menolak wartawanpun sangat menyakitkan. Intinya, sejak terkenal,
Wulan jadi amat sombong. Jangan harap dia ngasih waktu wawancara. “Tunggu saja
tanggal kejatuhannya,”kata Mbak PR.
Saya sempat
tanya sama Mbak PR. Apa bisa penilaian dia saya sampaikan ke Wulan?Ini biar bisa
jadi pelajaran. Katanya boleh. Maka saat nego jadwal kembali berlangsung, saya
bilang saja tidak jadi wawancara. Saya sampaikan juga kritik mbak PR soal Bad
Attitude. Rupanya, suami si Wulan tidak terima. Dia marah besar dibilang istrinya
punya kelakukan jelek.
Saya berusaha menenangkan, dan bilang kalau itu kritik membangun.Dia pun komit tidak akan melaporkan kritikan itu
ke istrinya. Belakangan komintmen suami
Wulan sebatas lips service. Dia lapor istrinya. Berikutnya, sang istri ngamuk
pada produser. Akibatnya, saya yang “dihajar” oleh Mbak PR. Bolak-balik saya
datangi stasiun teve tempat Wulan syuting, untuk menyelesaikan kemelut.
Wulan
bilang, saya tidak salah. Ia hanya menyalahkan Mbak PR, kenapa sampai ngomong
begitu. "Padahal saya nggak pernah kenal dan ketemu saya orangnya. Kurang ajar dia ngata-ngatain begitu,"keluh Wulan. Saya katakan, semua tanggung jawab saya. Info itu juga bukan datang dari satu orang. Tapi, Wulan mengaku masih dendam sama Mbak PR. Di depan saya,
Wulan juga mengaku sudah memarahi Mbak PR habis-habisan.
“Nggak usah jadi artis saya sudah kaya raya di kampung. Kalau mau, hari
ini juga saya bisa berhenti. Saya mau dicap sombong, tapi nggak mau dianggap
punya bad attitude.Emangnya saya cari duit sambil ngangkang?”lanjut Wulan.
Saat saya
ngobrol sama Mbak PR, kami berdua bingung. Rupanya, Bad Attitude yang kami
tuduhkan, ditanggapi lebay oleh Wulan. Bad Attitude diasosiasikan jelek sebagai
“perempuan nakal” hingga pakai “ngangkang” segala untuk cari duit. Padahal
menolak wartawan dengan kasar, ogah-ogahan waktu dimintai untuk wawancara, atau
kerap bad mood saat bekerja, itu maksud kami ia punya Bad Attitude. Ah, jadi susah
kalau kebintangan tidak dibarengi dengan pendidikan cukup.
Lain hari, saya penuhi permintaan untuk ketemu produsernya. Kesempatan itu saya pakai sebaik-baiknya. Saya bilang, tolong dinasehati tuh orang. Produser jangan cuma
mikir rating program, tapi kelakuan bintangnya dibiarkan jelek.”Jangan sampai
ada wartawan lain yang dapat pengalaman jelek seperti saya,”kataku. Tapi saya juga janji, informasi soal Bad Attitude
tidak akan dibocorkan ke mana-mana. Apalagi ini menyangkut nasib teman Mbak PR
saya yang terancam di pecat, jika ada wartawan lain yang bertanya soal Bad Attitude.
Kata Mbak
PR, dia bakal dipanggil dirut. Soalnya, ini pelanggaran berat. Ngomong jelek
bintang yang masih jadi andalan tevenya. Saya memang menyesalkan, kenapa dia
ngaku yang ngasih bocoran ke saya. Dia bilang karena takut. “Padahal saya sudah
ngomong, diancam pistol pun, saya nggak akan buka sumber informasinya,”kata
saya. Tapi sudahlah. Nasi sudah jadi bubur.
Si Bad Attitude
kini masih wara wiri di televisi. Saya sempat tanya ke Mbak PR, apakah proses
ini berlanjut?Dalam artian ia kena surat peringatan atau gimana?Si Mbak bilang
masih adem. Saya bersyukur. Tapi seperti saya, dia pun masih menyimpan sakit
hati karena diomel-omelin si Bad Attitude di ruang rias. Waktu itu, si Mbak PR
diam saja.
Apakah
keinginan saya untuk wawancara si Bad Attitude masih berlanjut?Enggaklah. Sudah
cukup. Secara psikologis sudah ada ganjalan. Memang ini bukan kali pertama saya
dapat pengalaman buruk seperti ini. Tapi mengherankan juga, seorang bintang
daerah, yang dididik dalam lingkungan masyarakat desa,akhirnya “kalah” oleh
ketenaran dan uang. Entahlah, setelah peristiwa ontran-ontran itu, apakah si
Bad Attitude mau berubah atau tidak.
“Kalau masih
punya kelakukan jelek, setelah dikritik, itu kebangeten namanya,”kata si Mbak PR,
yang dengan alasan demi keselamatan karirnya, saya tak akan sebut namanya juga.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!