Daftar Isi

Saturday, June 1, 2013

Seputar Isra' Mi'raj

Bagi kaum muslim, peristiwa Isra Mi’raj merupakan momen yang sangat penting, karena setelah peristiwa itulah, sholat 5 waktu diwajibkan. Secara istilah, Isra adalah berjalan di waktu malam, sedangkan Mi‘raj adalah alat (tangga) untuk naik.Isra mempunyai pengertian perjalanan Nabi Muhammad SAW pada waktu malam hari dari Masjid Al Haram di Mekkah ke Masjid Al Aqsha di Palestina. 

Sedangkan Mi’raj adalah kelanjutan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al Aqsha di Palestina ke langit ke-7 (Sidratul Muntaha). Di langit tertinggi inilah tempat Nabi Muhammad “bertemu” dengan Allah SWT. Dus, Isra Mi’raj adalah kisah perjalanan Nabi Muhammad ke langit ke tujuh dalam waktu semalam. Prosesi sejarah perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad ini termaktub dalam Qur’an Surat (QS) Al-Isra’ ayat 1 dan QS An-Najm ayat 13-18.

Dimensi Metafisika dan Fisika
Tentu saja butuh sebuah keimanan yang tangguh untuk mempercayai peristiwa ini. Ketika Nabi Muhammad menceritakan pengalaman yang baru saja dilaluinya, saat itu langsung terbelah menjadi dua kubu. Mereka adalah kubu (kaum) yang percaya (beriman) dan kaum yang tidak percaya (kaum Quraisy). Bagi kaum muslim sendiri, seseorang disebut beriman, jika dia percaya pada  hal-hal ghaib (metafisika).

Dimensi metafisika ini, dalam ajaran Islam terangkum pada 6 rukun iman. Diantaranya: (1) beriman (percaya) kepada Allah SWT, (2) percaya kepada adanya Malaikat, (3) percaya kepada Rasul-Rasul Allah, (4) percaya pada Kitab-Kitab Allah, (5) percaya pada adanya Hari Kiamat, dan (6) percaya pada Qada dan Qadar (Takdir Allah di alam semesta). Kepercayaan kaum muslim terhadap peristiwa Isra Mi’raj, merupakan implementasi dari 6 rukun iman ini.

Di luar dimensi metafisika, perdebatan sengit juga kerap terjadi saat melihat kejadian Isra Mi’raj lewat kaca mata ilmu fisika. Di dalam ilmu fisika modern, kecepatan partikel/benda yang paling cepat saat ini adalah kecepatan cahaya (light speed). Kecepatan cahaya adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c.Konstanta ini sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458 meter per detik.

Perjalanan nabi saat Isra Mi’raj ditemani oleh malaikat Jibril. Sesuai Al Qur’an dan Hadis, malaikat disebut terbuat dari cahaya. DR. Mansour Hassab El Naby, pakar astrofisika dari Mesir  mencoba membuktikan pernyataan Al-Qur’an dan hadist Rasulullah Muhammad bahwa zat malaikat adalah cahaya. Dasar  El Naby adalah Al-Qur’an surah As-Sajadah ayat 5 yang menyatakan : “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu

Diketahui bahwa kecepatan cahaya sebesar 300.000 km per detik (bulatan angka 299.792,4989 km/detik). Jika benar materi malaikat adalah cahaya, maka mau tak mau kecepatan geraknya haruslah sesuai dengan ukuran kecepatan cahaya temuan para fisikawan.

Untuk hal itu, El Naby mencoba membuktikan  apakah benar pernyataan Al-Qur’an ini; kecepatan malaikat 1 : 1000 tahun adalah sama nilainya dengan 300.000 km/detik. Jika benar (1:1000) = 300.000 km/detik, berarti benarlah bahwa zat malaikat adalah cahaya. Apa hasilnya ? Ternyata 1 :1000 tahun = 300.000 km/detik! 

Bisa dibilang, peristiwa Isra dan Mi’raj (perjalanan 1 malam yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah terus ke Masjid Al Aqsha di Palestina, dan seterusnya naik ke Sidratul Muntaha di langit ke-7) yang dilaluinya bersama Malaikat Jibril adalah benar secara Fisika maupun Metafisika. Malaikat Jibril terbuat dari cahaya, dan bergerak dengan kecepatan cahaya. Dengan begitu, nabi yang ikut bersama Malaikat Jibril juga bergerak dengan kecepatan cahaya.

Tahun Kesedihan
Menurut riwayat, Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian Muhammad di Mekkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Al-Maududi dan mayoritas ulama mengatakan, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Sementara Al-Allamah al-Manshurfuri bilang, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Secara psikologis, banyak pendapat yang mendukung Isra Mi’raj menjadi titik balik kehidupan nabi, setelah beliau bertubi-tubi diterpa kesedihan. Dimulai dari wafatnya paman beliau, Abi Thalib bin Muthalib, kemudian disusul istri tercinta, Siti Khadijah, ditambah lagi perlakuan penolakan dakwah nabi dengan dilempari batu dan cemooh. Nabi Muhammad merasa tertekan dan sedih. Maka apabila diilustrasikan sebagai sebuah siklus, saat itu Rasulullah sedang berada pada titik terendah dalam hidupnya, merasa kehilangan dan sendiri.

Pendapat lain meyakinkan, Isra Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
masjid Al Aqsha dan Al Sakhrah

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekkah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Lebih dari  segalanya, menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah (Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja)”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh (Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, rahmat dan berkahnya)“.

Perjumpaan ini menjadi inti dari peristiwa Isra Mi’raj. Karena saat itulah, Muhammad diperintahkan untuk menegakan shalat 5 waktu. Bagi kaum muslim, shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual. Shalat juga menjadi sarana untuk menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat. Al – Qur’an menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Ingatkan Kesucian Baitul Maqdis
Ujian keimanan menjadi hal pertama yang harus dipertaruhkan, saat mendengar peristiwa Isra Mi’raj. Selain itu, Sayyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah Mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika ditarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.

Peristiwa Isra Mi’raj, dalam batas-batas tertentu juga menjadi pengingat tentang tempat-tempat suci umat Islam yang lain,selain Masjidil Haram yang sudah terkenal. Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid terjauh". Nama ini berasal dari keterangan dalam Al Qur’an Surat Al-Isra ayat 1 mengenai Isra Mi’raj. Istilah "terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari Mekkah", karena jaraknya yang hampir 2000 kilometer.

Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid saja, melainkan juga area di sekitar bangunan itu yang bernama Baitul Maqdis yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan Kesultanan Ustmaniyah dimana area kompleks di sekitar masjid disebut sebagai Al Haram Asy-Syarif. Sedangkan bangunan ini awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khattab yang kini disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa

Kesucian tempat ini sudah dikenal sejak Nabi masih hidup. Tak aneh,sebelum turun perintah menjadikan Mekkah sebagai kiblat sholat, Baitul Maqdis di Jerusalem dijadikan arah kiblat.  Masjid Al-Aqsa merupakan bangunan tertua kedua setelah Ka’bah di Mekkah, dan tempat suci dan terpenting ketiga setelah Mekkah dan Madinah.

masjid Al Aqsha
Luas kompleks Masjid Al-Aqsa sekitar 144.000 meter persegi, atau 1/6 dari seluruh area yang dikelilingi tembok kota tua Jerusalem yang berdiri saat ini. Oleh Kaum Yahudi,tempat ini juga dikenal dengan sebutan Kuil Sulaiman. Kompleks Masjid Al-Aqsa dapat menampung sekitar 400.000 jemaah (Masjid Al-Aqsa menampung sekitar 5.000 jamaah, selebihnya sholat di kompleks yang ber-area terbuka).

Di pusat kompleks Kuil Sulaiman, terdapat Foundation Stone yaitu batu landasan yang dipercaya Umat Yahudi sebagai tempat Yahweh menciptakan alam semesta dan tempat  Abraham mengorbankan Isaac. Bagi umat Islam batu ini adalah tempat Nabi Muhammad menjejakkan kakinya untuk Mi’raj. Untuk melindungi batu ini, Khalifah Abd Al Malik Ibn Marwan membangun kubah dan masjid polygon, yang kemudian terkenal dengan nama Dome of The Rock (Kubah batu).

Inilah yang kerap menjadi kegelisahan umat Muslim. Karena saat di sebut  masjid Al-Aqsha selalu yang ditampilkan adalah Dome of The Rock alias masjid Qubah Al-Shakhra’. Sengaja atau tak sengaja, gambar masjid Qubbah al-Shakhra akan membuat umat muslim kehilangan ingatan tentang masjid Al-Aqsha. Karena tempat ini juga sedang diperebutkan oleh Umat Yahudi, ada anggapan hal itu dilakukan Israel untuk secara perlahan-lahan menghilangkan eksistensi Masjid Al Aqsa, karena mereka meyakini di bawah Masjid Al Aqsa itu ada reruntuhan kuil Sulaiman, yang dicita-citakan Israel untuk kembali dibangun.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!