Daftar Isi

Friday, May 24, 2013

Demi Tuhaaaan!

Arya dan Adi Bing Slamet
Syahdan, dunia menjadi gempar saat berita kematian Marilyn Monroe tersebar luas. Seorang bintang tenar yang sedang berada di puncak popularitas, ditemukan sekarat karena dugaan over dosis. Marilyn meninggal di usia 36 tahun. Hingga kini, kontroversi kematiannya masih terus terjadi. Benarkah ia bunuh diri?Atau Marilyn sengaja dibunuh karena  dianggap membahayakan karir politik Presiden John F. Kennedy (JFK) dan saudara laki-lakinya Robert F. Kennedy?

Saat Marilyn meninggal 5 Agustus 1962, dunia hiburan Hollywood tentu belum semaju sekarang. Tapi sudah jadi rahasia umum, jika perempuan berambut blonde itu pernah jadi “cem-ceman” JFK. Seturut kemajuan dunia medis, kesimpulan awal jika Marilyn sengaja mengakhiri hidupnya memang tak berubah. Belakangan langkah Marilyn juga “ditiru” pesohor-pesohor Amerika yang lain, seperti pentolan grup Nirvana, Kurt Cobain. Ia mati setelah menembak kepalanya sendiri, ditengah rencana perceraian dengan istrinya.

Selebritas Indonesia, bersyukur masih kuat mental menghadapi tekanan hidup, yang kadang sudah diluar rasio. Catatan sendu barangkali hanya ditorehkan saat bintang lawas Marlia Hardi nekad menggantung diri karena belitan hutang dari rentenir yang tak kunjung usai.Sejujurnya dengan pendekatan apapun, kisah-kisah tragis bintang Hollywood itu susah dipahami, hingga tak aneh latar belakang dari perbuatan nekad itu hingga kini masih buram. Popularitas, puja-puji, limpahan materi dan kemuliaan hidup telah mereka dapatkan. Mereka juga bukan bintang yang tiba-tiba nongol dan menuai berkah dari keajaiban publikasi. Tapi kenapa mereka melakukan itu? 

Mungkin masalahnya tidak sesederhana itu. Bagi orang awam yang belum pernah mencicipi dunia yang penuh ektravaganza, bintang-bintang itu seperti hidup di atas menara gading. Semua serba dilayani. Tak aneh, ribuan anak muda bermimpi untuk menggapainya. Jika pun anaknya tak mau, orang tuanya kadang yang punya obsesi besar agar sang anak bisa popular. Bukan rahasia lagi, segala cara ditempuh, bahkan bila perlu mengeluarkan biaya pribadi untuk sekedar bisa bikin video klip atau mendapat peran kecil di sebuah pentas drama atau sinetron. Bagi yang beruntung, bisa lewat “jalan tol” bernama kontes-kontesan, atau yang sedang in sekarang, tingkah konyol di Youtube atau depan kamera.

Otak pebisnis hiburan adalah menangkap momen. Siapa yang sedang naik, langsung ditangkap. Kadang dengan sedikit perjudian. Ini yang terlihat, ketika akhir-akhir ini tayangan-tayangan infotainment dipenuhi teriakan “Demi Tuhaaaaan” Arya Wiguna, bekas anak buah Eyang Subur. Dulu ada Sinta dan Jojo (Sinjo), serta Norman Kamaru. Saya tidak ingin memastikan, durasi Arya Wiguna paling setali tiga uang dengan Sinjo dan Norman Kamaru. Laiknya gelembung sabun, mengembang sebentar lantas meletus, segera dilupakan orang.

Faktor terpenting dari hikmah popularitas adalah cara mensyukurinya. Entah populer hasil kerja berdarah-darah, atau ketiban sampur karena rencana Tuhan. Sebab, saat popularitas itu dimasukan ke dalam hati, sakitnya bukan kepalang, ketika dicabut Yang Maha Kuasa. Coba anda tanya  bagaimana perasaan bintang besar, yang sempat berjaya di era 2000-an misalnya, kemudian diceukin tatkala berada di antara kerumunan wartawan, karena para jurnalis lebih suka menyapa dan mewawancara artis muda yang segar, ranum dan cantik.  Sakit sekali. Seperti diasingkan di planet Mars.

Tidak ada yang salah dengan pelaku industri hiburan. Hukum ekonomi berlaku ketat. Siapa yang tak lagi mendatangkan fulus, bakal ditendang. Arya Wiguna mungkin masih merasa ini masanya. Ini saatnya untuk menikmati puja-puji, diajak foto bareng, ditawari kontrak rekaman, atau digaet untuk jadi calon wakil bupati. Apakah keliru? Jangan salah, ekspektasi publik kadang diluar kemampuan si bintang, hingga popularitas dalam diri beberapa orang justru menjadi penjara budaya. Michael Jackson habis-habisan mengonsumi obat kuat, agar shownya bisa berlangsung perfect. Akibatnya, Jacko meninggal dunia.
 
Marilyn Monroe
Selain soal attitude, belum masalah benda-benda yang menempel di badan. Saat job masih lancar, duit mengalir, mungkin itu tak masalah. Tapi, usia popularitas jika tak pandai menjaganya bisa-bisa hanya seumur jagung. Jika tak kuat menahan segala tekanan itu, obat-obatan atau pelatuk pistol rawan dipilih sebagai solusi. Intinya, tidak gampang berenang diantara awan-awan popularitas. Kerinduan untuk menjejak bumi lepas dari segala atribut keartisan kerap meggoda, tapi situasi dan kondisi sering menahannya. Ini bikin stress.

Arya Wiguna dan belakangan Sefty Sinustika, istri si playboy Ahmad Fatonah, tahu benar kesempatan tidak datang dua kali. Saat moncong kamera terus bertubi-tubi ingin mengambil gambarnya, ini adalah potensi yang bisa mendatangkan keuntungan finansial yang besar. Mereka sedang dipeluk Dewi Fortuna. Soal ada yang sudah bosan melihat lagaknya yang alay (pinjam istilah ABG sekarang), itu  masalah lain. Namun jika membaca peta persaingan super ketat yang terus berlangsung, “Demi Tuhaaaaaan” bukan itu cara bijak untuk mensyukuri keberuntungan mereka. Kecuali kalau Arya ingin, keberadaannya di pentas dunia hiburan cepat-cepat ditarik dari orbit edar, karena publik sudah tak menyukainya lagi. Habis, cuma bisa teriak-teriak "Demi Tuhaaaan" doang

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!