“Maaf, dari siapa nih?”tulis saya, karena penasaran. SMS saya itu tak mendapat jawaban.
Isi pesan
singkat yang saya terima sebetulnya sederhana. Saya disuruh menghubungi staf
Kemenpora, Ibu Yuli, jika tertarik mengangkat menpora yang sedang beraksi melakukan Rappeling alias turun
dari dinding gedung menggunakan tali. Saya berfikir, ini pasti dari stafnya Mas
Roy. Namun, karena tak ada balasan, moment itu akhirnya saya biarkan berlalu. Buat
apa ditulis kalau yang memberi info tak juga mau membuka jati diri,hehehe.
Saya sadar,
sejak ponsel saya hilang, banyak nomor penting yang juga ikut lenyap. Tak
heran, beberapa minggu kemudian, ketika saya butuh informasi lagi dari Mas Roy,
saya minta nomornya pada seorang teman. Nomor itu saya simpan kembali. Aman.
Malamnya saya kirim pesan pendek. Paginya, Mas Roy membalas.
“Maaf, telat
balasnya Mas Arif. Silahkan hubungi bapak Bondan (nama samaran). Nanti dia yang
ngurus ya.Terima kasih,”kata Mas Roy, eh, pak menteri.
Ini yang
membuat saya salut. Setelah jadi menteri, sikap Mas Roy tak berubah. Ia tetap
menyempatkan diri membalas SMS. Sikap ini jauh berbeda dengan Andi
Mallarangeng,misalnya, koleganya yang juga bekas menpora. Kalau Andi lain
ceritanya. Pernah saya begitu membutuhkan statemen dia. Tapi berkali-kali
ditelepon, direject. Di SMS tak pernah dibalas. Ini bukan cuma sekali. Tapi
seperti sudah jadi tradisi.
Saya bahkan
sudah sampai pada tahap malas, kalau harus berurusan dengan Andi Mallarangeng.
Rasanya penyebutan nama dan media tak mempan. Saking kesalnya, saya berharap
Andi jangan jadi presiden. Sama dengan harapan saya, ketika ditipu seorang
penyanyi terkenal supaya segera surut karirnya (maaf, kasar banget ya?). Tak lama,
penyanyi itu kena stroke dan meninggal dunia.
Apakah benar
do’a orang teraniaya itu makbul?Wallahualam bisshowab. Tapi sekali lagi saya
sangat respek dengan Mas Roy. Tawa dan gayanya juga tak berubah jaim, setelah
jadi menteri. Saya lihat di televisi, dia masih tetap dengan tawanya yang khas.
Panjang berderai, tidak mesam mesem seperti Rhoma Irama. Tawa itulah yang
selalu terdengar, jika kita bertemu di lapangan, dan menggodanya. Mas Roy tak
pernah terlihat mriyayini, walau ia
punya darah biru sebagai kerabat keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sikapnya
yang ngewongke orang, juga terlihat
jelas manakala ia banyak dihujat dan caci maki, waktu terpilih jadi menpora.
Dibilang tidak pantaslah. Tak punya skill. Cocoknya jadi tukang intip film
bugil, dan lain-lain yang sangat menyakitkan. Apa tanggapan Mas Roy?”Semua
hujatan itu saya baca dan saya terima. Jujur, saya memang tidak kompeten dibidang
ini. Tapi saya akan belajar dan bekerja keras mengurus Kemenpora,”ujarnya. Luar
biasa. Jawaban yang menunjukan sikap andap asor-nya yang elegan.
Roy Suryo usai dilantik |
Usai Mas Roy mengirim jawaban SMS saya, besoknya stafnya menelepon. Dia bilang masih di Solo, Jawa Tengah, karena saat itu hari Minggu. Saya akan segera dikirim foto dan rilis hari Senen, setelah berada di Jakarta. Saya sendiri akhirnya tidak jadi mengejar janji itu, karena ternyata ada keputusan mendadak. Tulisan tentang Mas Roy tidak bisa dimuat. Secara kebetulan, stafnya tidak mengirim rilis dan foto ke email saya. Alhamdulilah…
Yang jelas,
nomor Mas Roy dan stafnya saya simpan di ponsel Samsung. Selain Blackberry,
kebetulan ada juga ponsel Nokia, yang saya pakai untuk menyimpan nomor penting.
Nah, di Nokia itulah SMS tanpa nama yang pernah menghampiri masih saya simpan.
Iseng-iseng, nomor Mas Roy di ponsel Samsung saya coba simpan juga di ponsel
Nokia, untuk jaga-jaga. Siapa tahu salah satunya hilang.
Hal
mengejutkan terjadi, kala saya mengecek SMS di ponsel Nokia, setelah nama Mas
Roy saya masukan. Di situ tertulis, pengirim pesan informasi ada aksi menpora
Rappelling di gedung Kemenpora adalah Mas Roy sendiri. Busyet. Berarti ketika
saya balas,”Maaf, dari siapa nih?” ternyata itu SMS dari nomor Mas Roy ya? Waduh, betapa
kurang ajarnya diriku.
Saya sempat
merasa bersalah. Tapi sudahlah. Toh itu karena ketidaktahuan saya. Apalagi saya
juga minta maaf pada Mas Roy. Seperti biasa, beliau menanggapi santai. Saya
berharap Mas Roy tetap menjadi Mas Roy. Tidak seperti Andi Mallarangeng, atau
pejabat-pejabat lain yang jadi sok dan tinggi hati setelah jadi pejabat,
laiknya peribahasa kere munggah bale.
Banyak
harapan tergantung dipundaknya, dalam posisinya sebagai menpora. Lebih dari segalanya, karakter dan sikap
pribadi itulah yang bakal terus dikenang, karena pangkat hanya sampiran, harta cuma
titipan. Kalau sudah jadi tersangka, nyatanya semua hartanya langsung diblokir
KPK. Atau jika meninggal, minimal ada seorang yang tidak nampak berduka, karena
pernah disakiti. Sukses Mas Roy, semoga tetap berpijak di bumi, selamat dengan
khusnul khotimah mengemban amanah…
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!