Daftar Isi

Wednesday, February 27, 2013

Serba serbi Imlek

Tak banyak yang tahu,istilah atau penulisan “Tahun Baru Imlek” hanya dikenal di Indonesia. Kata Imlek adalah bunyi dialek Hokkian yang berasal dari kata Yin Li yang berarti “penanggalan bulan” alias lunar calendar. Penanggalan China berdasarkan peredaran bulan di tata surya sehingga disebut dengan Yin Li. Sementara penanggalan yang kita kenal sekarang, dan dipakai luas di seluruh dunia disebut dengan Yang Li di dalam bahasa Mandarin, artinya adalah “penanggalan matahari”.

Sambut Musim Semi
Imlek dikenal juga dengan Nong Li (baca: nung li), yang artinya “penanggalan petani”. Hal ini bisa dimaklumi, karena sebagian besar orang jaman dulu berprofesi sebagai petani. Para petani tersebut mengandalkan kemampuan mereka membaca alam, pergerakan bintang, rasi bintang, bulan dan benda angkasa yang lain untuk bercocok tanam. Apalagi di China yang 4 musim, perhitungan tepat dan presisi harus handal untuk mendapatkan pangan yang cukup.

Perayaan Chinese New Year sebenarnya adalah perayaan menyambut musim semi yang disebut dengan Chun Jie (baca: juen cie), yang artinya “menyambut musim semi”. Musim semi disambut dengan sukacita karena musim dingin akan segera berlalu dan tibalah saat para petani untuk menanam lagi, terutama tanaman padi (China Selatan) dan gandum (China Utara) serta tanaman pertanian lainnya. Karena mengandalkan alam untuk kehidupan mereka, menyambut datangnya musim semi merupakan keharusan yang dirayakan dengan meriah.

Perayaan ini mulai dikenal di jaman Dinasti Xia, sering ditulis Hsia juga ( 2205 – 1766 SM). Setelah dinasti Xia runtuh, penanggalan Imlek selalu berubah sesuai dengan kemauan dinasti yang berkuasa. Biasa diambil adalah waktu berdirinya dinasti tersebut. Baru pada masa Dinasti Han (206 SM – 220 M), penanggalan dari Dinasti Xia diresmikan sampai sekarang dan tahun kelahiran Khonghucu ditetapkan sebagai tahun pertama. Selain disebut Tahun Baru Imlek, banyak juga yang menyebutnya dengan Sincia, yang juga berasal dari dialek Hokkian.

Beberapa tradisi Imlek dipengaruhi oleh daerah setempat.  Misal di kawasan Chinatown di kota San Fransico, Amerika Serikat.Bunga, buah-buahan, dan permen merupakan hal yang menonjol dalam perayaan Imlek. Pameran bunga, Flower Market Fair, diadakan di Pecinan pada pertengahan  Januari. Konser Musik Simfoni San Fransisco  dan Perayaan Komunitas Tahun Baru Imlek menyajikan musik gabungan dan instrumental musik Timur dan Barat.

Kebun binatang San Fransisco juga merayakan Tahun Baru Imlek pada dengan acara akrobatik Tiongkok, tari tradisional singa dan tarian daerah, termasuk ketrampilan bermain yoyo dan sebagainya. Pengunjung kebun binatang bisa melakukan tur sendiri untuk mencari binatang-binatang sesuai dengan zodiak atau shio yang terdapat di dalam almanak Tionghoa.

Kue keranjang
Selain persiapan di tempat-tempat ibadah,Imlek tentu belum lengkap tanpa jajanan dan makanan kecil khas imlek misalnya kue keranjang. Makanan ini berperan saat sembahyang dan silaturahim. Kue keranjang dengan resep turun temurun  mulai dari rasa cokelat atau frambozen  pandan, aren, vanila, dan durian dengan mudah dijumpai di pusat perbelanjaan.
Di Jakarta sendiri jumlah masyarakat Tionghoa cukup banyak.  Bisa dipastikan jika hari imlek tiba biasanya makanan ini selalu dibagikan bukan hanya sesama masyarakat Tionghoa saja, namun juga pada penduduk pribumi.

Terkait tradisi santap kue keranjang, kue lapis, jeruk, dan ikan bandeng, sejumlah tokoh Konghucu menilai hal ini hasil interaksi budaya China dengan masyarakat lokal. Kue keranjang atau nian gao disebut-sebut berkaitan dengan harapan agar rezeki selama satu tahun mendatang manis.

Nian sendiri berarti tahun dan gao berarti kue yang juga terdengar seperti kata tinggi. Oleh karena itu, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas, makin mengecil kue itu, memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu, banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.

Kue keranjang itu artinya agar tiap tahun mencapai prestasi yang bertambah tinggi, setiap tahun ada peningkatan. Ini biasanya bagi mereka yang memiliki bisnis. Adapun ikan bandeng dihubungkan sebagai perlambang rezeki karena dalam logat Mandarin, kata 'ikan' sama bunyinya dengan kata 'yu' yang berarti rezeki.

Buah-buahan yang wajib ada adalah pisang raja atau pisang emas yang melambangkan emas atau kemakmuran atau keuntungan yang besar. Begitu juga dengan jeruk kuning dan diusahakan yang ada daunnya. Ini juga melambangkan kemakmuran yang akan selalu tumbuh terus. Hal ini juga supaya ada keuntungan yang besar dan terus-menerus.

Bagi-bagi Angpau
Selain kue keranjang, tradisi Imlek yang erat kaitannya dengan budaya adalah memberikan Angpao. Dengan memberikan angpao masyarakat Tionghoa percaya bahwa akan menambah rezeki yang lebih banyak lagi. Pemberian angpao biasanya diberikan pada orang dewasa kepada anak kecil. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian angpao ini biasanya berisi uang kertas bukan uang logam.

Secara harafiah, ang pao berarti amplop yang berwarna merah. Ang pao telah menjadi salah satu simbol Tahun Baru Imlek. Pada hari raya ini, ada tradisi bahwa seseorang yang telah menikah memberikan ang pao yang berisi uang kepada orang yang lebih muda dan belum menikah. Soal jumlah, hal ini tergantung pada kemampuan dan kerelaan dari sang pemberi.

Lantas, apa makna ang pao? Ang pao memiliki  makna filosofi transfer kesejahteraan atau energi. Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orangtua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orangtua. Tradisi memberi ang pao telah berlangsung sejak lama. Tradisi ini diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya tanpa putus. Tradisi Tionghoa juga mengenal pemberian ang pao yang diberikan tujuh hari menjelang Imlek.  Tradisi ini biasa disebut sebagai Hari Persaudaraan.

Sembahyang Leluhur
Pemberian ang pao bukan satu-satunya tradisi yang dilakukan ketika Imlek. Tradisi lainnya yang menonjol adalah sembahyang leluhur. Sebelum Imlek, para warga Tionghoa umumnya bahu-membahu membersihkan makam para leluhurnya. Tak hanya itu, pada hari pertama Imlek, para warga Tionghoa melakukan sembahyang untuk para leluhur.

Pada ritual sembahyang, mereka menyajikan makanan, minuman, dan buah di altar almarhum dan almarhumah. Sembahyang leluhur ini bukanlah tradisi tanpa makna. Ini menunjukkan bakti kepada orangtua, yang tidak hanya merawat dan menjaganya hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal. Ini mengingatkan bahwa kita berada di dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga karena orangtua.

Makna Hujan Imlek
Imlek pun sangat identik dengan hujan. Bagi sebagian masyarakat kita, hujan mungkin  membuat malas untuk beraktifitas. Namun berbeda untuk masyarakat Tionghoa dikala Imlek. Hujan sepanjang perayaan imlek dikaitkan sebagai sumber rezeki. Dengan turunnya hujan maka banyak rezeki yang berdatangan di muka bumi.

Sehari menjelang Imlek biasanya orang Tionghoa menyapu rumah hingga bersih. Hal ini dimaksudkan agar membuang semua kesialan. Namun ada juga beberapa benda yang perlu dihindari yakni sikat dan sapu. Nah, khusus di hari imlek kegiatan menyapu atau membersihkan rumah dilarang dilakukan karena dipercaya akan menyapu semua keberuntungan yang berdatangan.

Atraksi barongsai
Atraksi barongsai juga turut menyemarakkan Imlek. Atraksi barongsai konon terinspirasi dari Kilin, makhluk suci bagi umat Konghucu. Rupanya menyerupai naga, memiliki kulit bersisik, dan bertanduk satu. Kilin muncul ketika Nabi Konghucu lahir dan wafat.

Menurut cerita-cerita rakyat yang populer di China, atraksi barongsai ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang datang di awal tahun. Imlek juga tak lengkap tanpa kehadiran bunga sedap malam di altar leluhur. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kita agar terus tertekad berlaku baik dan harum bak bunga sedap malam.

Menggantung lentera merah

Tradisi ini berkaitan dengan masa Dinasti Ming. Pada saat itu, Li Zicheng, seorang pemimpin pemberontak mempersiapkan diri untuk menguasai Kota Kaifeng. Agar penyerangan tidak mengganggu rakyat jelata, Li memerintahkan rakyat untuk menggantung lentera merah di pintu rumahnya sebagai tanda, bahwa mereka tidak layak untuk diserang.

Namun malangnya, saat itu terjadi banjir. Penduduk lari ke atap rumah untuk menyelamatkan diri sambil membawa lentera merah. Dari kejauhan, Li melihat rakyatnya karena cahaya lentera merah tersebut dan memerintahkan prajuritnya untuk menolong mereka. Sejak itulah, untuk memperingati kebaikan hati Li, bangsa Tionghoa selalu menggantung lentera merah pada setiap perayaan penting. Salah satunya Tahun Baru Imlek.

Membunyikan petasan
Menurut legenda Tionghoa kuno, zaman dahulu di atas rumpun pohon bambu hidup mahluk aneh dinamakan Mahluk Gunung. Mahluk aneh ini pendek, hanya memiliki satu kaki, dan dikenal suka mengganggu penduduk desa.

Suatu hari, karena kedinginan, penduduk desa membakar bambu dalam perapian. Mahluk gunung pun muncul tiba-tiba dan menyerang mereka. Namun saat kekacauan terjadi, potongan bambu yang berada di perapian meletus dan menakut-nakuti para mahluk gunung ini. Sejak itulah, tradisi membunyikan petasan dilakukan, terutama saat malam Tahun Baru Imlek.

Menyembunyikan sapu
Menurut legenda, pada zaman dahulu ada seorang pedagang bernama Ou Ming yang selalu bepergian menggunakan perahu. Suatu hari, saat ia sedang berlayar tiba-tiba badai menghadang. Ia terdampar di sebuah pulau dan perahunya rusak berat sehingga tidak dapat dipakai.

Ou kemudian ditolong oleh Qing Hongjun, penghuni pulau tersebut. Qing menjamu Ou dengan hangat, kemudian berniat memberikan kenang-kenangan kepada Ou. Ou kemudian meminta Ru Yuan, pelayan cantik yang bekerja di rumah Qing. Qing awalnya ragu, namun akhirnya ia memberikan Ru Yuan beserta satu peti permata.

Namun Ou ternyata berniat jahat.Ia berniat memiliki semua permata itu sendiri. Ia merayu Ru Yuan agar memberikan kunci peti permata itu. Akhirnya, kunci itu diberikan. Sejak saat itu perlakuan Ou terhadap Ru Yuan semakin kasar. Tidak tahan, ia pun lari namun hampir berhasil tertangkap Ou.

Ru Yuan melihat sebuah sapu bersandar di pohon, kemudian ia memutuskan untuk menghilang ke dalam sapu. Saat ia menghilang, semua harta yang di rumah Ou pun turut hilang. Karena itulah, saat menyambut tahun baru Imlek, orang Tionghoa akan membersihkan rumahnya kemudian menyembunyikan sapu, dengan harapan semua hal yang tidak diinginkan hilang tersapu.




No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!