Daftar Isi

Wednesday, February 27, 2013

sejarah pers Indonesia

Kata “pers” adalah istilah yang tidak asing lagi di telinga kita. Memang banyak orang yang berasumsi, pers identik dengan seorang wartawan. Namun sebetulnya bukan itu saja. Pers adalah seluruh kegiatan yang dilakukan media, termasuk di dalamnya wartawan.  Secara singkat bisa disebut, pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala.

Secara etimologis, kata pers (Belanda), atau Press (Inggris), atau Presse (Perancis), berasal dari Bahasa Latin, Perssare dari kata Premere,yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya adalah “media massa cetak” atau “media cetak”.

Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah bagian komunikasi antara manusia (human communication). Artinya, media merupakan saluran atau sarana untuk mempeluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia. Kondisi ini sudah terlihat sejak pertama kali dunia persuratkabaran menggeliat di bumi nusantara. Tak heran, pers Indonesia bisa dikategorikan dalam berbagai masa.

Pers Zaman Hindia Belanda
Tidak bisa dipungkiri, kehadiran pers di Indonesia dipelopori oleh bangsa Eropa, khususnya Belanda, saat menjajah Indonesia.  Hal ini karena sebelum kehadiran mereka, tidak ada sumber resmi yang menyebut ada media massa yang dibuat oleh orang pribumi. Awal mula dimulainya dunia persuratkabaran di tanah air, menurut Dr. De Haan dalam bukunya “Oud Batavia (G. Kolf Batavia 19230) mengungkap secara sekilas bahwa sejak abad 17 di Batavia sudah terbit sejumlah media berkala dan surat kabar.

Tahun 1676 misalnya, di Batavia telah terbit sebuah berkala bernama Kort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa). Berkala yang memuat berbagai berita dari Polandia, Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris dan Denmark ini dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede tahun 1676. Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles pada bulan Oktober 1744.  Menyusul kemudian Vendu Nieuws pada 23 Mei 1780. Sedangkan Bataviasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810.

Bisa dibilang media massa kala itu telah dipandang sebagai alat pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi di negara kita. Kondisi itu amat diperlukan oleh pemerintah pusat Nederland maupun di Nederlandsch serta orang-orang Belanda pada umumnya. Dunia pers tanah air semakin menghangat ketika terbit “Medan Prijaji” pada tahun 1903. Ini adalah surat kabar pertama yang dikelola oleh orang pribumi.

Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya R.M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik.

Tirto mengatakan, surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Tirto bisa dikata adalah orang pertama dari bangsa kita yang memelopori kebebasan. Hadirnya “Medan Prijaji” telah sambut hangat bangsa Indonesia, terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan mengeluarkan pendapat.

Buktinya tak berapa lama kemudian Tjokroaminoto dari Syarikat Islam menerbitkan harian “Oetoesan Melayu”. Nama Samaun (golongan kiri) muncul dengan korannya yang namanya cukup revolusiaoner  yakni, Halilintar dan Nyala.  Begitu pula Suryadi Suryanigrat alias Ki Hajar Dewantara yang menerbitkan koran dengan nama tak kalah galaknya, Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak.

Sementara itu, di Padangsidempuan, Paarada Harahao membuat  harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka pada tahun 1918 dan 1922. Begitu juga Bung Karno tak ketinggalan memimpin harian Suara Rakiyat dan Harian Sinar Hindia. Surat kabar terakhir ini kemudian berganti nama  mnjadi Sinar Indonesia.

Pers Masa Pendudukan Jepang
Era ini berlangsung dari 1942-945. Orang-orang media massa Indonesa banyak yang berjuang dengan tidak menggunakan ketajaman penanya, melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan, pendidikan dan politik.Hal ini menunjukan bahwa di bawah pendudukan Jepang pers Indonesia ditekan.

Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda di larang beredar. Memang, di era pendudukan Jepang, pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis. Saat itu mulai pula diberlakukan izin penerbitan pers. Surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu. Segala bidang usaha disesuaikan dengan rencana Jepang untuk memenangkan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya.

Bisa dibilang, di zaman pendudukan Jepang pers menjadi alat kepentingan Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata. Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan kantor cabang berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indoneia yakni Aneta dan Antara.

Selama masa pendudukan Jepang, muncul beberapa media harian. Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya dan Tjahaya di Bandung. Dengan munculnya ide beberapa surat kabar Sunda bersatu, hal serupa terjadi di Padang dan Sumatera.

Bandung menerbitkan surat kabar baru Tjahaja . Di Sumatera surat kabar dimatikan dan dibuat Padang Nippo (Melayu) dan di Sumatera ada Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting soal pengelolaan negara sampai persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantoro, Otto Iskandar Dinata, Adam Malik, BM Diah, Sutan Sjahrir dan lain-lain.

Pers Masa Orde Lama
Sepuluh hari setelah dekrit presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tekanan pers terus berlangsung. Pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi, saat menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-14.

“Hak kebebasan Individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berfikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 harus ada batasnya; keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab pada Tuhan Yang Maha Esa,”.

Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi. “Langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”.

Tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers. Tahun 1964 kondisi kebebasan pers semakin memburuk. Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan yang ada tidak lebih sekedar perubahan sumber wewnang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.

Pers Era Orde Baru
Pada awal kekuasaan Orde Baru, pemerintah menjanjikan keterbukaan dan kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat bersuka cita menyambut pemerintahan Soeharto, yang diharapkan bisa mengubah keterpurukan pemerintahan Orde Lama.  Hubungan pers dan pemerintah juga diprediksi bakal membaik. Undang-undang Pokok Pers Nomor II tahun 1966 menjamin tidak ada sensor dan pembredelan. Setiap warga negara juga mempunya hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit.

Namun masa “bulan madu” pers dan pemerintah hanya berlangsung delapa tahun. Karena sejak terjadinya ‘Peristiwa Malari” (peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti Orde Lama). Pers kembali mendapat  berbagai tekanan dari pemerintah Orde Baru.

Peristiwa Malari 1974 menyebabkan beberapa surat kabar dilarang terbit. Tujuh surat kabar di Jakarta (termasuk Kompas) diberangus untuk beberapa waktu.  Mereka diberi izin kembali setelah pimpinan redaksinya menandatangani surat permintaan maaf.

Pengusaha lebih menggiatkan larangan-larangan melalui telepon supaya pers tidak menyiarkan suatu berita, atau para wartawan lebih diingatkan untuk menaati kode etik jurnalistik sebagai self-censership. Demikian  juga pengawasan terhadap pers dan wartawan diperketat menjelang sidang MPR 1978.

Pendek kata, pers pasca peristiwa Malari merupakan pers yang cenderung mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada media massa yang melakukannya, pasti akan mendapat ancaman. Segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah melalui departemen penerangan.

Pers Pancasila
Pers seperti dijadikan alat pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya. Pers tidak menjalankan fungsi sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat. Memang saat itu ada slogan, pers Indonesia disebut sebagai pers Pancasila. Cirinya adalah bebas tapi bertanggung jawab. Namun kenyataannya, tak ada kebebasan.Malah saat Orde Baru, marak dilakukan pembredelan.

Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat izin penerbitannya. Mereka dibredel setelah menurunkan laporan investigasi tentang berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Menteri Penerangan Harmoko.

Setelah pembredelan, awak Tempo mendirikan Tempo Interaktif dan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada 1995. Tempo terbit lagi pada 6 oktober 1998 setelah jatuhnya Orde Baru. Di masa reformasi, keran kebebasan pers benar-benar dibuka lebar. Ratusan media massa muncul, walau akhirnya banyak yang mati karena tak kuat bersaing.

Untuk menaungi pers Indonesia, sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, Dewan Pers diberi tugas untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Sebetulnya di masa Orde Baru, Dewan Pers sudah ada. Namun Dewan Pers masa Orba hanya formalitas belaka. Terbukti, meski Dewan Pers menolak pembredelan, tapi pembredelan tetap berlangsung.

Tumbangnya rezim Orde Baru, jelas membawa berkah tersendiri bagi pers Indonesia.  Di era ini, lahir Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam undang-undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Sebagai konsekwensinya, tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit. Terhadap pers nasional juga tidak dikenakan penyensoran,pembredelan, dan pelarangan penyiaran.

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Pers Indonesia, lewat berbagai rintangan dan hambatan, kini telah menjelma menjadi kekuatan kontrol yang layak diperhitungkan. Ariful Hakim/bbs


Serba serbi Imlek

Tak banyak yang tahu,istilah atau penulisan “Tahun Baru Imlek” hanya dikenal di Indonesia. Kata Imlek adalah bunyi dialek Hokkian yang berasal dari kata Yin Li yang berarti “penanggalan bulan” alias lunar calendar. Penanggalan China berdasarkan peredaran bulan di tata surya sehingga disebut dengan Yin Li. Sementara penanggalan yang kita kenal sekarang, dan dipakai luas di seluruh dunia disebut dengan Yang Li di dalam bahasa Mandarin, artinya adalah “penanggalan matahari”.

Sambut Musim Semi
Imlek dikenal juga dengan Nong Li (baca: nung li), yang artinya “penanggalan petani”. Hal ini bisa dimaklumi, karena sebagian besar orang jaman dulu berprofesi sebagai petani. Para petani tersebut mengandalkan kemampuan mereka membaca alam, pergerakan bintang, rasi bintang, bulan dan benda angkasa yang lain untuk bercocok tanam. Apalagi di China yang 4 musim, perhitungan tepat dan presisi harus handal untuk mendapatkan pangan yang cukup.

Perayaan Chinese New Year sebenarnya adalah perayaan menyambut musim semi yang disebut dengan Chun Jie (baca: juen cie), yang artinya “menyambut musim semi”. Musim semi disambut dengan sukacita karena musim dingin akan segera berlalu dan tibalah saat para petani untuk menanam lagi, terutama tanaman padi (China Selatan) dan gandum (China Utara) serta tanaman pertanian lainnya. Karena mengandalkan alam untuk kehidupan mereka, menyambut datangnya musim semi merupakan keharusan yang dirayakan dengan meriah.

Perayaan ini mulai dikenal di jaman Dinasti Xia, sering ditulis Hsia juga ( 2205 – 1766 SM). Setelah dinasti Xia runtuh, penanggalan Imlek selalu berubah sesuai dengan kemauan dinasti yang berkuasa. Biasa diambil adalah waktu berdirinya dinasti tersebut. Baru pada masa Dinasti Han (206 SM – 220 M), penanggalan dari Dinasti Xia diresmikan sampai sekarang dan tahun kelahiran Khonghucu ditetapkan sebagai tahun pertama. Selain disebut Tahun Baru Imlek, banyak juga yang menyebutnya dengan Sincia, yang juga berasal dari dialek Hokkian.

Beberapa tradisi Imlek dipengaruhi oleh daerah setempat.  Misal di kawasan Chinatown di kota San Fransico, Amerika Serikat.Bunga, buah-buahan, dan permen merupakan hal yang menonjol dalam perayaan Imlek. Pameran bunga, Flower Market Fair, diadakan di Pecinan pada pertengahan  Januari. Konser Musik Simfoni San Fransisco  dan Perayaan Komunitas Tahun Baru Imlek menyajikan musik gabungan dan instrumental musik Timur dan Barat.

Kebun binatang San Fransisco juga merayakan Tahun Baru Imlek pada dengan acara akrobatik Tiongkok, tari tradisional singa dan tarian daerah, termasuk ketrampilan bermain yoyo dan sebagainya. Pengunjung kebun binatang bisa melakukan tur sendiri untuk mencari binatang-binatang sesuai dengan zodiak atau shio yang terdapat di dalam almanak Tionghoa.

Kue keranjang
Selain persiapan di tempat-tempat ibadah,Imlek tentu belum lengkap tanpa jajanan dan makanan kecil khas imlek misalnya kue keranjang. Makanan ini berperan saat sembahyang dan silaturahim. Kue keranjang dengan resep turun temurun  mulai dari rasa cokelat atau frambozen  pandan, aren, vanila, dan durian dengan mudah dijumpai di pusat perbelanjaan.
Di Jakarta sendiri jumlah masyarakat Tionghoa cukup banyak.  Bisa dipastikan jika hari imlek tiba biasanya makanan ini selalu dibagikan bukan hanya sesama masyarakat Tionghoa saja, namun juga pada penduduk pribumi.

Terkait tradisi santap kue keranjang, kue lapis, jeruk, dan ikan bandeng, sejumlah tokoh Konghucu menilai hal ini hasil interaksi budaya China dengan masyarakat lokal. Kue keranjang atau nian gao disebut-sebut berkaitan dengan harapan agar rezeki selama satu tahun mendatang manis.

Nian sendiri berarti tahun dan gao berarti kue yang juga terdengar seperti kata tinggi. Oleh karena itu, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas, makin mengecil kue itu, memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu, banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.

Kue keranjang itu artinya agar tiap tahun mencapai prestasi yang bertambah tinggi, setiap tahun ada peningkatan. Ini biasanya bagi mereka yang memiliki bisnis. Adapun ikan bandeng dihubungkan sebagai perlambang rezeki karena dalam logat Mandarin, kata 'ikan' sama bunyinya dengan kata 'yu' yang berarti rezeki.

Buah-buahan yang wajib ada adalah pisang raja atau pisang emas yang melambangkan emas atau kemakmuran atau keuntungan yang besar. Begitu juga dengan jeruk kuning dan diusahakan yang ada daunnya. Ini juga melambangkan kemakmuran yang akan selalu tumbuh terus. Hal ini juga supaya ada keuntungan yang besar dan terus-menerus.

Bagi-bagi Angpau
Selain kue keranjang, tradisi Imlek yang erat kaitannya dengan budaya adalah memberikan Angpao. Dengan memberikan angpao masyarakat Tionghoa percaya bahwa akan menambah rezeki yang lebih banyak lagi. Pemberian angpao biasanya diberikan pada orang dewasa kepada anak kecil. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian angpao ini biasanya berisi uang kertas bukan uang logam.

Secara harafiah, ang pao berarti amplop yang berwarna merah. Ang pao telah menjadi salah satu simbol Tahun Baru Imlek. Pada hari raya ini, ada tradisi bahwa seseorang yang telah menikah memberikan ang pao yang berisi uang kepada orang yang lebih muda dan belum menikah. Soal jumlah, hal ini tergantung pada kemampuan dan kerelaan dari sang pemberi.

Lantas, apa makna ang pao? Ang pao memiliki  makna filosofi transfer kesejahteraan atau energi. Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orangtua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orangtua. Tradisi memberi ang pao telah berlangsung sejak lama. Tradisi ini diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya tanpa putus. Tradisi Tionghoa juga mengenal pemberian ang pao yang diberikan tujuh hari menjelang Imlek.  Tradisi ini biasa disebut sebagai Hari Persaudaraan.

Sembahyang Leluhur
Pemberian ang pao bukan satu-satunya tradisi yang dilakukan ketika Imlek. Tradisi lainnya yang menonjol adalah sembahyang leluhur. Sebelum Imlek, para warga Tionghoa umumnya bahu-membahu membersihkan makam para leluhurnya. Tak hanya itu, pada hari pertama Imlek, para warga Tionghoa melakukan sembahyang untuk para leluhur.

Pada ritual sembahyang, mereka menyajikan makanan, minuman, dan buah di altar almarhum dan almarhumah. Sembahyang leluhur ini bukanlah tradisi tanpa makna. Ini menunjukkan bakti kepada orangtua, yang tidak hanya merawat dan menjaganya hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal. Ini mengingatkan bahwa kita berada di dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga karena orangtua.

Makna Hujan Imlek
Imlek pun sangat identik dengan hujan. Bagi sebagian masyarakat kita, hujan mungkin  membuat malas untuk beraktifitas. Namun berbeda untuk masyarakat Tionghoa dikala Imlek. Hujan sepanjang perayaan imlek dikaitkan sebagai sumber rezeki. Dengan turunnya hujan maka banyak rezeki yang berdatangan di muka bumi.

Sehari menjelang Imlek biasanya orang Tionghoa menyapu rumah hingga bersih. Hal ini dimaksudkan agar membuang semua kesialan. Namun ada juga beberapa benda yang perlu dihindari yakni sikat dan sapu. Nah, khusus di hari imlek kegiatan menyapu atau membersihkan rumah dilarang dilakukan karena dipercaya akan menyapu semua keberuntungan yang berdatangan.

Atraksi barongsai
Atraksi barongsai juga turut menyemarakkan Imlek. Atraksi barongsai konon terinspirasi dari Kilin, makhluk suci bagi umat Konghucu. Rupanya menyerupai naga, memiliki kulit bersisik, dan bertanduk satu. Kilin muncul ketika Nabi Konghucu lahir dan wafat.

Menurut cerita-cerita rakyat yang populer di China, atraksi barongsai ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang datang di awal tahun. Imlek juga tak lengkap tanpa kehadiran bunga sedap malam di altar leluhur. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kita agar terus tertekad berlaku baik dan harum bak bunga sedap malam.

Menggantung lentera merah

Tradisi ini berkaitan dengan masa Dinasti Ming. Pada saat itu, Li Zicheng, seorang pemimpin pemberontak mempersiapkan diri untuk menguasai Kota Kaifeng. Agar penyerangan tidak mengganggu rakyat jelata, Li memerintahkan rakyat untuk menggantung lentera merah di pintu rumahnya sebagai tanda, bahwa mereka tidak layak untuk diserang.

Namun malangnya, saat itu terjadi banjir. Penduduk lari ke atap rumah untuk menyelamatkan diri sambil membawa lentera merah. Dari kejauhan, Li melihat rakyatnya karena cahaya lentera merah tersebut dan memerintahkan prajuritnya untuk menolong mereka. Sejak itulah, untuk memperingati kebaikan hati Li, bangsa Tionghoa selalu menggantung lentera merah pada setiap perayaan penting. Salah satunya Tahun Baru Imlek.

Membunyikan petasan
Menurut legenda Tionghoa kuno, zaman dahulu di atas rumpun pohon bambu hidup mahluk aneh dinamakan Mahluk Gunung. Mahluk aneh ini pendek, hanya memiliki satu kaki, dan dikenal suka mengganggu penduduk desa.

Suatu hari, karena kedinginan, penduduk desa membakar bambu dalam perapian. Mahluk gunung pun muncul tiba-tiba dan menyerang mereka. Namun saat kekacauan terjadi, potongan bambu yang berada di perapian meletus dan menakut-nakuti para mahluk gunung ini. Sejak itulah, tradisi membunyikan petasan dilakukan, terutama saat malam Tahun Baru Imlek.

Menyembunyikan sapu
Menurut legenda, pada zaman dahulu ada seorang pedagang bernama Ou Ming yang selalu bepergian menggunakan perahu. Suatu hari, saat ia sedang berlayar tiba-tiba badai menghadang. Ia terdampar di sebuah pulau dan perahunya rusak berat sehingga tidak dapat dipakai.

Ou kemudian ditolong oleh Qing Hongjun, penghuni pulau tersebut. Qing menjamu Ou dengan hangat, kemudian berniat memberikan kenang-kenangan kepada Ou. Ou kemudian meminta Ru Yuan, pelayan cantik yang bekerja di rumah Qing. Qing awalnya ragu, namun akhirnya ia memberikan Ru Yuan beserta satu peti permata.

Namun Ou ternyata berniat jahat.Ia berniat memiliki semua permata itu sendiri. Ia merayu Ru Yuan agar memberikan kunci peti permata itu. Akhirnya, kunci itu diberikan. Sejak saat itu perlakuan Ou terhadap Ru Yuan semakin kasar. Tidak tahan, ia pun lari namun hampir berhasil tertangkap Ou.

Ru Yuan melihat sebuah sapu bersandar di pohon, kemudian ia memutuskan untuk menghilang ke dalam sapu. Saat ia menghilang, semua harta yang di rumah Ou pun turut hilang. Karena itulah, saat menyambut tahun baru Imlek, orang Tionghoa akan membersihkan rumahnya kemudian menyembunyikan sapu, dengan harapan semua hal yang tidak diinginkan hilang tersapu.




Semua tentang Oshin


Saat TVRI masih jadi televisi satu-satunya di Indonesia, serial drama Oshin menjadi salah satu mata acara favorit. Kala itu, sekitar tahun 1983, Oshin hadir dan berhasil mengharu biru pemirsa perempuan. Ingatan masa lalu ini bahkan terus terpatri di generasi 1980-an, dan saban kali nama Oshin disebut, lesatan adegan Oshin dengan segala suka dukanya kembali hadir di benak.

Mungkin tahu jika serial ini telah melegenda, produser serial ini mengumumkan rencana untuk mengadaptasi cerita drama itu menjadi film. Ini kabar menarik. Apalagi proyek itu digarap bertepatan dengan perayaan 30 tahun tayangan drama televisi NHK tersebut. Dalam konferensi pers di Tokyo, Selasa (5/2)lalu, produser juga mengumumkan bahwa aktris Aya Ueto dan Goro Inagaki, salah satu anggota grup idola Jepang terkenal SMAP  masuk dalam daftar pemainnya!

Lewat Audisi Ketat
Pembuatan film Oshin memang segera menyita perhatian publik. Tak urung, banyak bintang-bintang Jepang yang juga berminat ikut terlibat.  Usai audisi ketat, Ueto dan Anagaki rencananya akan berperan  menjadi orang tua Oshin.  Untuk pengambilan gambarnya akan dilakukan di Perfektur Yamagata, tempat syuting serial drama Oshin.

Peran Oshin kecil dalam film yang rencananya dirilis bulan Oktober  2013 itu jatuh ke tangan model Kokone Hamata, 8 tahun. Perjuangan Kokone untuk mendapatkan peran ini juga lumayan berat. Ia terpilih dalam audisi yang diikuti 2.471 anak perempuan.”Rasanya senang bisa terlibat dalam serial teve yang sudah melegenda,”kata Kokone usai konferensi pers.

Versi drama NHK tersebut, naskahnya ditulis Sugako Hashida dan dibintangi oleh Ayako Kobayashi, Hiroko Tanaka, dan Nobuko Otowa. Sang penulis cerita berharap agar para penonton masa itu bisa memahami semangat Oshin.”Dulu majikan berlaku sangat keras terhadap pelayan mereka. Saya berharap korban pembulian saat ini bisa melihat jiwa Oshin yang tangguh saat menghadapi cobaan,”kata Sugako Hashida.

Drama seri Oshin berhasil mencatat rating penonton tertinggi yaitu 60 persen. Oshin juga berhasil ditayangkan di luar negeri dan mendapat pengakuan untuk penggambaran simbolis dari wanita Jepang. Tim yang terlibat dalam pembuatan film Remake ini adalah tim yang sama dengan yang membuat film-film seperti Okuribito. Mereka memiliki pandangan untuk film Oshin bisa meraih pencapaian tertinggi yaitu Academy Awards.

Serial Oshin bercerita tentang kehidupan Oshin Tanokura  dalam era Meiji  hingga awal 1980-an.Ia dipanggil Oshin dan harus bekerja keras dari kecil sampai dewasa. Berkat keuletannya, Oshin akhirnya menjadi pemilik waralaba toko swalayan yang kaya. Serial yang terdiri atas 297 episode dengan durasi masing-masing episode 15 menit itu ditayangkan di Jepang pada 4 April 1983 sampai 31 maret 1984.

Di Indonesia, serial ini ditayangkan TVRI pada pukul 17.30 mulai bulan November 1986 sampai tahun 1989. Kemudian ditayangkan ulang berkali-kali hingga tahun 2009. Oshin dianggap sebagai salah satu drama televisi Jepang terbaik. Saking menariknya, drama seri ini ditayangkan di 59 negara.

Sedic International, rumah produksi yang pernah memenangi Piala Oscar tahun 2008 lewat film “Okuribito” (departures), telah membeli lisensi untuk memproduksi film Oshin. Mereka akan mengumumkan detail filmnya paling lambat pada bulan Juli mendatang.

Dari Kisah Nyata
Serial ini bercerita tentang seorang gadis, Shin Tanokura atau Oshin yang dilahirkan di sebuah keluarga miskin. Atau mungkin lebih pas, sangat miskin. Dengan segala suka dan dukanya Oshin berjuang dari bawah sebelum kemudian dia mencapai kesuksesan.

Serial ini banyak mengajarkan nilai-nilai hidup yang positif. Hidup tidaklah sederhana.Hidup juga tidak selalu menyediakan jawaban atas  semua pertanyaan. Oshin harus menempuh jalan berliku-liku. Pada usia 7 tahun dia harus membanting tulang, menjadi seorang baby sitter untuk membantu keuangan keluarga. Dari sanalah segala penderitaannya dimulai.

Oshin,misalnya, pernah dituduh mencuri uang hingga ia kabur. Oshin yaris mati membeku di tengah hujan salju. Petualangan melodramaya masih berlanjut. Dia menjadi pelayan, bekerja di bar, juga menjadi pemotong rambut. Uniknya, Oshin merupakan adaptasi dari novel yang didasari pada kisah nyata Kazuo Wada, seorang pebisnis yang memiliki Yaohan, sebuah jaringan supermarket.

Karena menggunakan rentang waktu yang panjang maka Oshin diperankan oleh tiga orang. Ayako Kobayashi memerankan Oshin saat berumur 6 hingga 10 tahun, lalu Tanaka Yuko sebagai Oshin berumur 16-46 tahun dan Otowa Nobuko sebagai Oshin tua.

Seperti di Indonesia, rating Oshin juga tinggi di negara-negara lain khususnya Asia. Bahkan hingga kini tiap kali Ayako Kobayashi berkunjung ke negara-negara Asia, dia masih mendapat sambutan hangat  Di Vietnam, istilah Oshin sebagai eufimisme bagi para pekerja domestik. Mungkin seperti pramuwisma di Indonesia.

Sebelumnya,Oshin sempat menimbulkan polemik bagi masyarakat Jepang. Yakni, ketika negara Matahari terbit tersebut sedang giat-giatnya mengintroduksikan perkembangan teknologinya ke seluruh penjuru dunia. Dikhawatirkan kehadiran Oshin adalah sebuah iklan yang buruk. Hal ini karena di serial ini juga terungkap sisi-sisi lain Jepang yang apa adanya.

Namun yang terjadi kemudian  justru sebuah apresiasi yang luar biasa dari dunia luar. Sebab, ternyata diantara ekspansi teknologi Jepang, masih dijumpai gadis berkimono, upacara minum teh, tatami, atau salju yang turun di pucuk-pucuk Sakura. Artinya, Jepang ternyata bisa menjadi negara maju dengan tetap berpijak pada tradisi luhur peninggalan nenek moyangnya. Kemajuan teknologi ternyata bisa bersanding dengan budaya bangsa.

Penyakit Konsumerisme
Oshin menggambarkan seorang perempuan Jepang yang ulet, tangguh dan hemat. Memang, nilai-nilai itu tak menggamarkan kondisi perempuab Jepang pada umumnya, khususnya di tahun 1980-an. Ada yang mengkritik, gadis lugu sederhana seperti Oshin hanya dijumpai di dalam kotak ajaib bernama televisi. Sebab menurut sejumlahh survey,pada saat film ini dirilis, justru ditemukan fakta bahwa masyarakat Jepang mulai dijangkiti penyakit yang ditularkan dari Baratn, yakni produk kapitalis bernama konsumerisme.

Sebuah survey sebuah bank misalnya. Pengantin baru di Jepang rata-rata menghabiskan sekitar 100 juta, mulai dari pesta perkawinan, bulan madu sampai pembelian tetek bengek perabotan rumah tangga. Sementara orang tua di Jepang tak segan-segan  mengeluarkan Rp 12 juta untuk membeli sehelai kimono bagi anak gadisnya. Pembelian ini dianggap layak,hanya karena anak tetangga sudah lebih dulu membeli kimono yang semahal itu.

Dalam beberapa hal, lagak dan laku orang Jepang dalam dekade 80-an akhir tak beda dari perilaku orang Arab yang kaya mendadak 10 tahun silam. Mereka tak terbelalak lagi melihat tas golf seharga Rp 3,5 juta, atau sebotol wiski yang harganya Rp 125 ribu. Bahkan mobil-mobil mahal dari jerman, seperti BMW 501, sudah mulai diinden di Jepang dengan harga lebih dari Rp 170 juta. Jangan lupa, harga-harga itu adalah di tahun 1980-an.

Idealisme sosok Oshin, faktanya tetap menarik untuk bahan kajian. Terutama soal bagaimana Oshin melempar tema tentang upayanya mengangkat harkat wanita. Maklum, tradisi di negara Jepang selama berabad-abad menempatkan wanita hanya sekedar ‘pelengkap’ dalam dunia yang didominasi oleh kaum berotot; pria.

Atau meminjam istilah dikampung kita;’kanca wingking’. Wanita hanya menjadi pelayan dan lebih ekstrim  lagi hanya penghibur, seperti yang tampil dalam sosok geisha.  Sosok Oshin menggambarkan wanita yang pantang menyerah dalam mengarunhgi hidup yang penuh tantangan, untuk kemudian dia berhasil menjadi pemenang.

Di sisi lain, meski menguras air mata, Oshin tak bisa dikatakan cengeng, laiknya lagu-lagu kita di era yang sama. Cengeng dalam arti hanya membuat kita larut dan haru yang berlarat-larat.Oshin boleh jadi membuat banyak orang diam-diam terisak. Tapi, sepanjang penderitaannya, Oshin tak pernah mengambil kesempatan untuk membalas dendam.

Sempat Bangkrut
Moral cerita ini bisa kita teladani. Di salah satu episode Oshin kecil, ia menyelamatkan kayo yang sebelumnya selalu berupaya mengancam dan menyusahkan Oshin. Juga keteguhan Oshin saat ditinggal Ryuzo (dalam dua fase, yaitu saat Ryuzo depresi karena bisnisnya yang kolaps dan saat Ryuzo mati bunuh diri). Oshin juga dipuji karena ketegarannya mencari nafkah untuk keluarganya.

Oshin mengajarkan hikmah hidup yang lurus, kemandirian, tekad kuat, dan tentu saja feminism tanpa perlu menjadi radikal. Kisah Oshin adalah kisah tentang perempuan mandiri dan kuat yang tak ada matinya. Inilah kekuatan cerita Oshin, yang membuatnya menjadi legenda. Sayang, keberhasilan Oshin tak membuat Kazuo Wada, sang sumber cerita bisa terus sukses.

Pendiri Yohan supermarket ini memang sempat menanjak. Di tahun 90-an Yohan mencapai puncak dengan 450 outlet di 16 negara. Tanpa alasan jelas, Yohan bangkrut dan harus dijual. Kebangkrutan Yohan merupakan kebangkrutan terbesar dalam dunia bisnis ritel Jepang pasca perang.

Fakta-fakta menarik berikut mungkin bisa menjadi sedikit gambaran, bagaimana serial Oshin telah “menjajah” banyak negara, dengan berbagai rupa warna.

1.Awalnya Oshin tayang tanpa iklan. Namun setelah popularitasnya menjulang, Oshin difilm kartunkan, dibonekakan, dijadikan souvenir, diteaterkan, dibikin lagi dan sebagainya. Pokoknya, apapun yang bisa jadi uang, Oshin coba di create.

2.Di Iran, konon, saat seorang muslimah ditanya oleh seorang reporter radio. “Menurut anda siapa simbol keperempuanan Islam?”. “Oshin” jawabnya. Jawaban ini mengejutkan pemimpin Iran Ayatullah Khomeini yang langsung memerintahkan penangkapan 4 orang dari stasiun TV yang menyiarkan Oshin.

3.Serial Oshin menginspirasi tayangan sejenis berjudul Rin dan ditayangkan di TVRI. Serial ini merupakan kisah Rin Tachibana wartawati pertama Jepang.

4.Mantan  Presiden Megawati menjadikan Oshin sebagai salah satu pokok pembicaraan (rumpian) dengan perdana menteri Jepang Junichiro Kouzumi saat PM Jepang itu menjamu para pemimpin Asean. Saat itu Ayako Kobayashi juga menjadi salah satu penjemput tamu.    

5. Cara menggendong bayi kala serial ini tayang, menjadi trend di Indonesia. Waktu itu, cara tersebut di namakan cara Oshin. Padahal sebelumnya, cara ini disebut sebagai cara Jawa. Entahlah setelah film layar lebarnya tayang. Apakah Oshin masih tetap akan digambarkan menggendong bayi seperti di drama serialnya?Kita tunggu saja.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

serba serbi Cap Go Meh

Cap Go Meh 2013 jatuh pada Hari Minggu (24/20). Ada dua ciri khas yang menandainya. Pertama, arak-arakan yang biasa diadakan layaknya sebuah karnaval besar. Kedua, dihidangkannya makanan khas Cap Go Meh, yang ternyata sudah mengalami asimilasi dengan budaya makan setempat.  Hal ini karena di negeri asalnya, Tiongkok, makanan khas Cap Go Meh berbeda dengan makanan Cap Go Meh di Jawa misalnya.

Cap Go Meh sendiri adalah penutup dari rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek. Di tempat asalnya, rangkaian penutup ini tidak disebut dengan Cap Go Meh. Tapi lazim disebut Yuan Xiao Jie (baca; yuen siau cie). Yuan Xiao Jie adalah bulan purnama pertama Tahun Baru Imlek. Perayaan Yuan Xiao Jie selalu ditandai dengan pemasangan lampion, makan ronde,main tebak-tebakan, keluar rumah untuk melihat bulan dan makan bersama seluruh anggota keluarga.

Sejak 2000 Tahun Lalu
Perayaan Yuan Xiao Jie sudah dilaksanakan di Tiongkok sejak 2000 tahun yang lalu. Bagaimana asal usul perayaan Yuan Xiao Jie? Ada beberapa versi.  Versi pertama pada masa pemerintahan Raja Mingdi yang saat itu mulai tertarik dengan ajarab Budha. Raja mendengar bahwa dalam agama Budha setiap malam bulan purnama adalah malam penghormatan terhadap sang Budha.  Salah satu cara untuk menghormati Sang Budha adalah dengan memasang lampion.  Maka sang raja memerintahkan setiap keluarga untuk memasang lampion di rumah masing-masig setiap bulan purnama.

Pada masa pemerintahan Raja Hanwen, ditetapkan bahwa pemasangan lampion cukup dilakukan di malam purnama di bulan pertama saja. Karena malam purnama pertama di tahun baru ini sebagai suatu lambang keoptimisan, menyongsong hari depan yang lebih baik.

Versi kedua, tradisi pemasangan lampion ini berasal dari  Taoism, yaitu ajaran tentang  3 unsur utama. Tiga unsur  utama itu meliputi malam purnama di bulan pertama merupakan bulan naik yang melambangkan unsur ketuhanan. Purnama di bulan ke-7 yaitu bulan pertengahan yang melambangkan unsur bumi. Juga purnama dibulan ke-10 merupakan bulan turun yang mewakili unsur kemanusiaan. Oleh sebab itu, disetiap purnama di tiga waktu itu harus memasang lampion. Maksudnya untuk menghormati ketiga unsur penting itu.

Seiring perkembangan zaman, Yuan Xiao Jie mengalami perubahan. Pada masa Dinasti Han, cukup menggantung lampion selama 1 hari. Masa Dinasti Tang diperpanjang menjadi 3 hari.  Kemudian pada masa dinasti Song menjadi 5 hari. Sampai masuk dinasti Ming pemasangan lampion dimulai sejak hari ke-8 sampai hari ke-17 (10 hari).

Beragam bentuk lampion digantung di setiap sudut kota maupun rumah-rumah penduduk. Tidak hanya lampion, berbagai kegiatan lainpun diselenggarakan. Bahkan pada  Dinasti Qing ditambah dengan tarian naga, Barongsai dan lain-lain. Jadilah hari raya ini semakin meriah.

Hal yang paling ditunggu-tunggu muda-mudi adalah acara tebak-tebakan. Setiap orang membawa satu lampion dan di lampion itu sudah ditempel dengan kertas yang berisi teka-teki (biasanya 4 huruf). Si wanita memberikan tebakan pada si pria dan sebaliknya. Kalau masing-masing bisa menebak dengan benar, acara bisa dilanjut dengan kencan bareng. Tebak-tebakan dimaksudkan untuk mencari pasangan yang tingkat kepintarannya seperti yang diinginkan si pemilik teka-teki.

Mengenai tradisi makan ronde, hal itu dimaksudkan untuk  mengumpulkan  seluruh anggota keluarga.  Pada perayaan Yuan  Xiao Jie semua berkumpul di rumah saudara tertua untuk makan ronde yang disebut tangtuan. Tang artinya soup sedangkan tuan artinya berkumpul. Jadi Yuan Xiao Jie juga sangat penting, karena dengan adanya hari besar ini, meski berada jauh dari sanak keluarga, diusahakan untuk pulang berkumpul bersama.

Cap Go Meh di Indonesia
Selain berbagai versi asli tradisi perayaan hari ke-15 setelah tahun baru Imlek, di Indonesia hal itu malah dikenal dengan sebutan Cap Go Meh. Belakangan selain Indonesia, sebutan Cap Go Meh juga dikenal  di Malaysia dan Singapura.  Padahal Cap Go Meh sendiri sebenarnya penamaan yang salah kaprah.  Tapi karena sudah berumur ratusan tahun akhirnya dianggap benar  dan menjadi tradisi.

Cap Go Meh artinya adalah “malam ke-15”. Yaitu tanggal 15 di bulan pertama yang disebut dalam dialek Hokkian “cia gwe cap go”. Di Indonesia sendiri, sejak dulu orang lebih kenal dengan sebutan Cap Go Meh daripada sebutan lain, termasuk sesuai versi aslinya.

Perayaan Cap Go Meh sempat mandek saat era Orde Baru. Tapi setelah reformasi, perayaan ini kembali marak di kota-kota Indonesia. Kondisi ini seolah mengulang masa sebelumnya. Perayaan Cap Go Meh pernah mencapai masa keemasan yang dirayakan segenap lapisan masyarakat, suku dan agama di tahun 1950-1960. Di Semarang misalnya. Perayaan Cap Go Meh masa itu selalu dinanti oleh masyarakat. Arak-arakan dari berbagai Klenteng di daerah Pecinan akan memenuhi jalanan. Biasanya diiringi dengan kemeriahan suara mercon, tabuhan khas atraksi Barongsai dan naga.

Masing-masing kota di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dalam merayakan Cap Go Meh. Di Jawa misalnya, dikenal dengan menyajikan hidangan khas lontong Cap Go Meh. Sementara di Kalimantan, ada acara besar-besaran termasuk atraksi Tatung. Di Medan lain lagi. Sembahyang di Klenteng mendominasi  kegiatan di malam Cap Go Meh. 

Atraksi Tatung di Singkawang, Kalimantan Barat , menjadi atraksi tahunan yang banyak menarik minat wisatawan. Tatung adalah orang yang dimasuki roh dewa atau leluhur. Tubuh orang tersebut dijadikan perantara komunikasi dengan roh leluhur. Arak-arakan Tatung sudah menjadi tradisi lebih dari 200 tahun. Para Tatung berasal dari Klenteng yang tersebar di berbagai Singkawang.

Tatung diarak dengan menggunakan tandu pedang atau paku tajam. Ada juga yang naik tangga. Seluruh Tatung yang ikut dalam ritual disantuni panitia. Jumlah santunan bervariasi. Untuk Tatung yang menggunakan tandu Rp 3 juta, tandu miniatur Rp 1,8 juta, dan jailangkung dengan tandu Rp 750 ribu.

Sedangkan  Tatung tanpa tandu di beri santunan Rp 300 ribu dan jailangkung tanpa tandu Rp 450 ribu. Sementara untuk grup naga Rp 750 ribu dan grup Barongsai Rp 450 ribu. Tahun ini, perayaan arak-arakan Tatung di Singkawang  berhasil menyedot 747 Tatung. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Kalimantan Barat. Sebelum pawai Tatung, warga Singkawang biasanya menikmati pawai lampion dulu.

Budaya Lokal
Selain di Singkawang, perayaan Cap Go Meh di Menado juga sangat meriah. Hal ini karena seluruh umat Tridharma berkumpul di klenteng dengan pakaian dan ornament khas mereka. Tontonan utamanya adalah orang kebal yang dipercaya sebagai perwujudan dewa, Thang sin yang berpindah pindah dari Kio (usungan) turun meramaikan kirab.

Menariknya proses Cap Go Meh diisi pula dengan berbagai atraksi budaya orang Minahasa, seperti pagelaran musik bambu dan musik clarinet. Ikut pula meramaikan pasukan berkuda dan penari Kabasaran, sebuah tarian perang orang Minahasa.

Salah satu yang menyebot perhatian  pengunjung adalah atraksi naga yang panjangnya mencapai ratusan meter serta Barongsai. Cap Go Meh tanpa Barongsai dan liong (naga)  rasanya tidak komplit. Nama Barongsai sendiri adalah gabungan dari kata “barong” dalam bahasa Jawa dan “Sai” alias Singa dalam bahasa dialek Hokkian.

Singa menurut orang Tionghoa melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.  Ada dua macam jenis tarian Barongsai. Yaitu singa utara yang penampilannya lebih natural sebab tanpa tanduk. Sedangkan singa selatan memiliki tanduk dan sisik jadi mirip dengan binatang Qilin (kuda naga yang bertanduk).

Seperti laiknya binatang lain, maka Barongsai juga diberi makan berupa Angpau yang ditempeli sayuran selada air. Lontong Cap Go Meh sendiri kemungkinan disajikan untuk mengganti sajian resmi di negeri asalnya yaitu yuan xiao alias ronde. Lontong ini melambangkan bulan purnama yang bulat bundar, yang juga melambangkan kebulatan dan kebersihan hati dari warna putih yang dihasilkan dari bahannya.

Di Indonesia, tradisi Cap Go Meh tak lepas dari petualangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah datang 1400- an Masehi di Nusantara. Laksamana Cheng Ho yang membawa pasukan perdamaian menurut sejarah singgah diberbagai kota di Indonesia sebanyak 7 kali. Referensi mulai dari yang ilmiah sampai yang fiksi  sejarah seperti karya Remy Sylado; Sam Po Kong, menunjukan bahwa asimilasi pendatang dan penduduk asli sudah berjalan dengan mulus tanpa adanya paksaan, maupun tekanan politik.

Perayaan Imlek mulai dikenal penduduk setempat, yang jelas merasa sebagai sesuatu yang benar-benar baru, aneh dan menyenangkan. Adaptasi berjalan dengan cepat. Selayaknya pendatang, mereka juga memperkenalkan segala jenis budaya, pengajaran, makanan, dan pengetahuan lain. Berikut beberapa makanan yang biasa muncul saat perayaan Cap Go Meh.

Opor ayam
Sebenarnya opor di Jawa terdiri dari 2 macam, opor putih dan opor kuning.  Opor putih di sini lebih banyak diminati oleh kalangan emak-emak, yaitu para wanita Tionghoa yang sudah membaur dengan kebiasaan setempat. Mereka biasanya mengenakan baju kurung (bukan kebaya) dan sarung selayaknya penduduk setempat.

Sedangkan opor kuning, biasa dimasak oleh penduduk asli dengan menambahkan kunyit, dengan alasan luwih ayu (lebih cantik), tidak pucat dan lebih menyehatan badan karena kunyit sebagai penyeimbang santan. Seperti diketahui fungsi kunyit sangat baik untuk kesehatan tubuh. Makna warna kuning diasosiakan dengan emas, yang berkonotasi kemakmuran.

Sambal Goreng Ati Ampela
Warna merah mencorong sambel goreng ati ampela dengan jelas menyiratkan warna wajib perayaan imlek dan segala sesuatu yang dipercaya oleh orang Tionghoa warna keberuntungan, kebaikan dll. Masakan ini jelas dari hasil asimilasi budaya. Karena di China tidak ada masakan seperti ini dan mayoritas masyarakatnya tidak menyukai pedas.

Apalagi masakan dengan banyak rempah dan aroma yang tajam seperti sambel goreng. Kecuali beberapa wilayah di China yang memang  suka pedas, seperti Sichuan, tapi itu pun tidak menggunakan santan dan rempah seperti masakan khas ini.

Telor Pindang
Telor di manapun melambangkan rejeki, kemakmuran, harapan baik dan segala sesuatu yang baik. Pemasakan telor pindang ini juga khas Indonesia. Lebih spesifik lagi di Jawa, dengan daun jati atau rempah lain yang menghasilkan telor yang nikmat. Pembuatan telor pindang dari satu tempat ke tempat lain di seluruh Indonesia berbeda-beda, masing-masing dengan versi dan bumbunya sendiri.

Lodeh Terong atau Labu
Ini pelengkap dari hidangan ini semua, warna putih, dengan labu atau terong sebagai sayurnya, melambangkan harapan baik juga. Warna putih yang menyiratkan lembaran baru di tahun baru.Perbedaan terong atau labu hanya perbedaan daerah saja. Di Semarang, lebih suka labu atau Jipang, sementara di Jakarta lebih suka terong.

Ayam Ibing dan Kelapa Sangrai
Ini sangat spesifik dan khas hanya ada di Semarang. Ada juga yang menyebutnya sate Abing. Abing sendiri dari bahasa Jawa yang menggambarkan warna merah yang sangat merah. Warna merah dalam bahasa Jawa disebut Abang, dan sangat merah disebut Abing. Pembuatannya lebih rumit dari opor biasa. Karena harus menggunakan kelapa parut yang disangrai sampai kering dan kecoklatan yang kemudian digiling sehingga menghasilkan cairan kental warna merah tua kecoklatan.

Cairan kental merah kecoklatan ini sebagai pengganti santan dalam memasak opor merah ini, sementara semua bumbunya sama persis seperti bumbu opor (minus kunyit, supaya warna merah tua terjaga). Rasanya bagaimana?Hanya orang Semarang yang mungkin bisa menggambarkannya.

Sesuai namanya yang sangat menyimbolkan makna yang sama dengan sambel goreng ati. Warna khas perayaan imlek dan masakan ini merupakan kemewahan tersendiri di saat merayakan tahun baru Imlek. Terlebih lagi tidak banyak orang yang bisa membuat ayam Abing dengan benar dan menghasilkan masakan yang sedap. 

Saturday, February 23, 2013

Anas yang Saya Kenal...

Saya tak ingat persis, darimana nomor telepon Anas Urbaningrum itu bisa mampir ke dalam ponsel saya. Kejadiannya sudah cukup lama. Kala itu, sekitar tahun 2008, Anas belum jadi anggota DPR. Cukup lama saya melobi dia, untuk sebuah wawancara panjang. Hingga satu sore, ketika saya sedang tidur, Anas menghubungi saya, dan menyatakan bersedia di wawancara.

“Kita ketemu pagi ya? Di Mid Plaza,”ujarnya.

Jujur, saya tak kenal banyak soal Anas. Referensi pengetahuan saya, ia hanyalah bekas ketua HMI dan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pagi yang dijanjikan datang, saya tiba lebih awal di Mid Plaza, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Tak berselang lama, Anas yang saya panggil “mas” muncul dengan baju batik dan celana kain hitam. Ia menghampiri saya sambil menelepon menggunakan Nokia Komunikator, yang waktu itu sedang in.

Hal yang membuat saya kaget, ia ternyata mantu dari seorang kyai besar di Yogyakarta. Saya tahu persis karena kebetulan saya lama di Yogya. Pondok pesantren mertuanya sering jadi tempat teman-teman saya di IAIN Sunan Kalijaga untuk mondok. Tapi, tak ada penekanan khusus soal sang mertua, ketika saya tanyakan namanya. Usai ngobrol panjang lebar, kesan yang terbawa dalam benak, ia orang yang amat hati-hati.

Bisa dikatakan, setiap yang keluar dari mulutnya selalu dipikir cermat. Sebagai simpatisan Partai Demokrat dan SBY, pertemuan itu menjadi awal persahabatan saya dan Anas lebih lanjut. Mungkin karena hasrat ingin terjun di dunia politik, saya sempat meminta bantuan agar bisa masuk jadi anggota PD. Saya ingat persis, Anas bilang akan meluangkan waktu untuk ngobrol lebih lanjut.

“Kebetulan di tempat saya di Serua, Depok, PD masih belum begitu dikenal mas. Boleh mas saya berkiprah,”kata saya.

Tapi, seiring kesibukan Anas, apalagi setelah terpilih menjadi ketua umum PD, janjinya untuk ngobrol lebih lanjut dengan saya terlupakan?Kecewa?Tidak juga. Saya sadar tak punya "gizi" untuk berpolitik. Saya hanya punya misi, dan pikiran-pikiran soal itu lebih banyak saya tulis di rubrik Forum Media Indonesia. Bahkan karena argumentasi tulisan saya kerap membela kebijakan Presiden SBY, di kantor saya sering dikecam teman-teman. Saya tetap kukuh dan bilang tak ada yang salah dengan tulisan itu.

Profil Picture PD
Seiring semakin jarangnya saya say hello dengan Mas Anas, saya lantas berkenalan pula dengan politisi PD yang lain, misalnya Didi Irawadi Syamsudin dan Max Sopacua. Memang tidak hanya dari PD. Saya juga mengenal baik Tjahyo Kumolo dan Ganjar Pranowo dari PDIP. Tapi kedekatan ideologis memaksa saya untuk lebih intens berkomunikasi dengan kader PD, terutama Pak Didi. Bahkan dari beliau, saya mengcopy lambang PD dengan nomor urut angka tujuh-nya.

Ada pengalaman menarik, saat bendera PD saya pasang sebagai profil picture Blacberry. Grace Natalie, mantan penyiar TVone, meledek sambil bercanda,”Wah, pengurus PD nih,hehehe,”. Saya segera jelaskan, jika saya hanya simpatisan. “Sejak 2004 mba. Yah, sekedar untuk menunjukan, jika keteguhan seseorang terhadap pilihannya,  menunjukan  bagaimana karakter orang itu,”kata saya.

Grace  tertawa. Ini beberapa minggu sebelum lembaganya mengeluarkan survey, yang memuat elektabilitas PD di angka 8 persen. Elektabilitas inilah yang memicu Majelis Tinggi PD mengambil alih kewenangan ketua umum Anas Urbaningrum, dan menjadi awal peristiwa politik berikutnya.

Sebenarnya sebelum survey itu keluar, saya sudah berharap pada Pak Didi agar Anas mundur dengan legowo. Pak Didi bilang terima kasih atas masukannya. Pertimbangan saya sederhana saja. Anas sudah "dikalahkan" oleh opini publik, yang hampir selama satu tahun lebih dibentuk oleh televisi-televisi yang anti PD. Teve biru dan merah tak pernah ramah pada Anas,walau saya percaya ia tak terlibat Hambalang. Saya yakin, seyakin-yakinnya, Anas orang bersih.

Ini bukan taklid buta. Sejak kasus Wisma Atlet meledak, Nazaruddin sudah menuduhnya sebagai dalang dari kasus itu. Tapi, tuduhan itu tak terbukti. Saat kasus Hambalang diungkap dan Nazar kembali sekuat daya menyeret Anas, saya menganggap itu hanya dendam politik. Pidato Anas ketika pengunduran diri sebagai Ketum PD, Sabtu (23/2/2013) sore itulah yang lebih saya percaya. Anas meyakini dirinya tidak bersalah. Bukan omongan Nazar atau keputusan KPK yang beraroma politis.

Kesalahan fatal Anas adalah mengajak Nazar bergabung ke PD. Grand design Nazar sudah jelas, ingin menjadikan PD sebagai bungker dari permainan bisnis proyeknya di berbagai kementerian. Untuk itu, Nazar tidak tanggung-tanggung. Ia menebar uang pada siapa saja, ke mana saja, demi memuluskan akal bisnisnya. Kasus pertama Nazar adalah tindak pemerkosaannya pada seorang SPG, usai rangkaian acara kongres  PD di Bandung. Dari sini, semakin ketahuan segala sepak terjang Nazar, sebelum ia minggat dari Indonesia.

Suap,suap dan suap
Tabloid C&R pernah menjadikan Nazar sebagai cover, waktu kasus perkosaan itu muncul. Anehnya, meski laporan sudah masuk ke polisi, tapi tak ada proses lebih lanjut. Begitu pula korban perkosaan, yang tiba-tiba menghilang dan enggan berbicara pada pers. Lebih mengejutkan lagi, tabloid C&R dengan cover Nazar langsung ludes di beli orang-orang tak dikenal. Mereka datang pagi-pagi buta ke agen-agen, dan memborong berapapun stok tablod C&R.  Peristiwa ini sempat memunculkan dugaan, ada permainan uang yang sangat kuat, agar berita Nazar tidak beredar luas.

Tak berselang lama, Nazar dilaporkan Mahfud MD ke SBY, karena telah memberi uang pada sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Jannedri M. Gaffar sebesar hampir Rp 900 juta. Dalam sebuah konfrontasi di Metro TV, dengan berapi-api Nazar bersumpah “Demi Allah” tidak pernah memberi uang pada Jannedri. Sumpah serupa ia utarakan, ketika Mindo Rossalina Manulang, anak buahnya, tertangkap tangan KPK saat menyuap Sesmenpora Wafid Muharram. “Nggak…saya nggak kenal Rossa. Demi Allah. Nggak ada sangkut pautnya,”kata Nazar, enteng.

Nazar memang akhirnya minggat ke Singapura, sebelum tertangkap di Cartagena, Kolombia. Tapi jangan lupa, usai tertangkap, ia masih pula menuduh Busyro Muqqodas (sekarang wakil ketua KPK) dan komisioner KPK waktu itu seperti M. Yassin dan Chandra Hamzah menerima uang. Tuduhan yang hingga kini tak terbukti. Dalam satu persidangan, Ketua Majelis Hakim sempat menegur keras Nazar, karena jika menyangkut kasus dirinya, ia selalu mengaku lupa. Tapi kalau sudah menyinggung Anas Urbaningrum, Nazar seperti hafal di luar kepala.

Kasus Hambalang memang masih banyak menyimpan misteri. Saat Wisma Atlet, Berita Acara Pemeriksaannya (BAP) beredar ke pers dan saya bisa baca. Di situ Nazar sempat meminta tolong pada Rossa, bagaimana caranya mengetahui ponselnya telah disadap. Ada pula percakapan-percakapan Rossa dan Angelina Sondakh, yang menguatkan ketiga orang itulah sesungguhnya pemain utama kasus Wisma Atlet.

Saya sempat menanyakan posisi Anas dalam kasus ini. Tapi Anas membantah terlibat. Saat Hambalang menyeret Andi Mallarangeng, saya cukup mencermati penjelasan pengacara Anas, Firman Wijaya, soal kepemilikan mobil Harrier. Saya percaya ini, karena Anas bukanlah orang miskin. Minimal, ia memiliki mertua yang punya kekuatan ekonomi lumayan bagus. Apalagi sepeninggal ia dari posisi PNS, Anas dan istrinya aktif berbisnis, selain masuk jadi anggota PD. Tak heran, ia berani ngomong untuk digantung di Monas, karena keyakinan kuat itu tumbuh dari fakta yang Anas rasakan, lihat dan cermati!

Nabok Nyilih Tangan?
Sebelum Anas ditetapkan sebagai tersangka, berhari-hari saya sempat berfikir, kondisi seperti ini nampaknya sudah melalui skenario yang cermat. Memang, saya tidak mau berburuk sangka, dengan menanyakan apakah lembaga survey milik teman saya itu jadi salah satu mata rantai dari seluruh kejadian ini. Tapi, sungguh aneh Pak SBY baru bergerak, setelah survey itu keluar. Seolah-olah, hasil survey itu jadi alat legitimasi kuat untuk mengambil alih kewenangan Anas.

Belum lagi sprindik KPK yang bocor. Ada pula penandatanganan fakta integritas. Semua sadar, hanya dengan status tersangka Anas bisa digusur. Bahasa Anas dalam pidato pengunduran dirinya,  sejak kongres PD, ia seperti bayi yang tidak diharapkan lahir. Ada rumor, Pak SBY memang sempat melarang Anas maju. Tapi Anas ngotot dan ‘menyuruh’ SBY untuk menanyakan pada floor. Karena tak mau dicap tidak demokratis, Anas akhirnya dibiarkan bertarung.

Tafsir lebih jelas mungkin bisa diliat dari status BB Anas, usai ia ditetapkan sebagai tersangka. Anas menulis “Nabok nyilih tangan”. Ini peribahasa Jawa, yang menggambarkan seseorang yang menabok pihak lain, tapi pinjam tangan. Sang penabok tak ingin dituduh menjadi pelakunya. Lantas, siapa penabok dalam kasus Anas? Apa motivasinya? Saya berharap, sejarah nanti yang akan membukanya. Benarkah KPK independent, ataukah ada kekuatan besar yang menekan KPK untuk secepatnya "menghabisi" karir Anas.

Tak seperti Nazaruddin yang dipenuhi dendam kesumat, Anas mengaku tidak marah dan membenci pihak lain. Tidak dipungkiri, jam terbang sebagai politisi membuat Anas lebih tahan banting dan arif. “Ini bukan akhir segalanya. Ini justru awal dari halaman-halaman berikutnya, yang akan kita baca,”kata Anas. Dalam politik, semua bisa terjadi. Seperti kata Akbar Tanjung,”Dalam kehidupan, kita sekali dibunuh, mati. Tapi dalam politik, dibunuh beberapa kali anda masih bisa bangkit,”.

Proses hukum akan membuka semuanya. Anas akan mencari keadilan, karena ia percaya kebenaran dan keadilan lebih tinggi pangkatnya dari fitnah dan rekayasa. Atau seperti kata Allah,”Wamakaru wamakarolloha, Wallohukhoirulmakiirin” (mereka berlomba-lomba membuat tipu daya, tapi Allah sesungguhnya maha pembuat tipu daya). Dalam perspektif religi, singkatnya, saat anda difitnah dan direndahkan, maka pada saat yang sama Allah sedang menaikkan derajat anda. Kita lihat saja babak berikutnya kasus Anas.Wallahua’alm Bishawab.