Daftar Isi

Monday, December 31, 2012

Sejarah Tahun Baru

Tiap kali bulan Desember berakhir, pesta tahun baru Masehi segera dirayakan di seluruh dunia. Terompet,kembang api dan berbagai pesta mewarnai datangnya tahun baru. Namun jarang yang tahu, jika tradisi perayaan Tahun Baru sudah dilakukan jauh sebelum tiba tahun Masehi.  Begitupun nama-nama bulan, sempat dibongkar pasang tergantung penguasa Romawi zaman baheula.

Bangsa Romawi Kuno
Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali revisi. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahun hingga tahun baru diadakan tiap awal Bulan Maret.

Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian . Urutan bulan menjadi: Januarius, Februarius,Martius,Aprilis, Maius, Iunius, Quintilis,  Sextilis, September, October, November, dan December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.

Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.

Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua Senat dapat berkumpul untuk memilih Konsul. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.

Tahun Baru Masehi
Sejak  Konstantinus yang Agung menduduki tahta Kaisar Romawi tahun 312 M, Kristen menjadi agama yang legal di Kekaisaran Romawi Kuno. Bahkan tanggal 27 Februari 380 M Kaisar Theodosius mengeluarkan sebuah maklumat, De Fide Catolica, di Tesalonika, yang dipublikasikan di Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi Kuno.

Di Abad-abab Pertengahan (middle ages), abad ke-5 hingga abad ke-15 M, Kristen memegang peranan dominan di Kekaisaran Romawi hingga ke negara-negara Eropa lainnya. Berdasarkan keputusan Konsili Tours tahun 567 umat Kristen ikut merayakan Tahun Baru dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi. Kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, yakni hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru.

Umat Kristen menggunakan kalender yang dinamakan Kalender Masehi. Mereka menggunakan penghitungan tahun dan bulan kalender Julian, namun menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan (tahun 1 Masehi), walaupun sejarah menempatkan kelahiran Yesus pada waktu antara tahun 6 dan 4 SM.

Setelah meninggalkan Abad-abad Pertengahan, pada tahun 1582 M Kalender Julian diganti dengan Kalender Gregorian. Dinamakan Gregorian karena Dekrit rekomendasinya dikeluarkan oleh Paus Gregorius XIII. Dekrit ini  disahkan pada tanggal 24 Februari 1582 M. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian.

Akibatnya setelah tanggal 4 Oktober 1582 Kalender Julian, esoknya adalah tanggal 15 Oktober 1582 Kalender Gregorian. Tanggal 5 hingga 14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam sejarah Kalender Gregorian. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.

Pada mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini. Baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti Kalender Julian sehingga perayaan Natal dan Tahun Baru mereka berbeda dengan gereja Katolik Roma.

Pada tahun 1582 M Paus Gregorius XIII juga mengubah Perayaan Tahun Baru Umat Kristen dari tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Hingga kini, Umat Kristen di seluruh dunia merayakan Tahun Baru mereka pada tanggal 1 Januari.

Bentuk Perayaan
Perayaan tahun baru Masehi, sudah lama menjadi tradisi dan ditetapkan sebagai hari libur nasional di berbagai negara. Di Amerika Serikat, umumnya perayaan dilakukan pada tanggal 31 Desember malam, di mana orang-orang pergi ke pesta dan berkumpul, atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York. Pada saat lonceng tengah malam berdentang, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan, orang-orang menyerukan “Happy New Year” dan menyanyikan lagu Auld Lang Syne.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak saudara dan teman-teman atau menonton acara televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba football Amerika Rose Bowl dilangsungkan di California, atau Orange Bowl di Florida, Cotton Bowl di Texas, atau Sugar Bowl di Louisiana.
Di Inggris para suami memberi uang kepada istri-istri mereka untuk membeli bross sederhana (pin). Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Orang koloni di New England, Amerika, merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan bersorak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.

Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brasil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brasil.
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Di Yunani, buah delima yang menurut orang Yunani melambangkan kesuburan dan kesuksesan ditebarkan di pintu rumah, kantor dan dipakai sebagai simbol doa untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun.
Sementara di Italia, di salah satu kotanya, yaitu Naples, tepat pukul 00:00 malam pergantian tahun, masyarakat disana akan membuang barang barang yang sudah usang dan tidak terpakai di jalanan.  Masyarakat Spanyol,tepat di malam pergantian tahun, akan memakan anggur sebanyak 12 biji. Jumlah 12 melambangkan harapan selama 12 bulan kedepan.
Masyarakat Jepang merayakan tahun baru Masehi dengan memakan 3 jenis makanan sebagai simbol yaitu telur ikan melambangkan kemakmuran, ikan sarden asap melambangkan kesuburan tanah dan manisan dari tumbuhan laut yang melambangkan perayaan. Sementara masyarakat Korea, pada malam pergantian tahun, akan menikmati kaldu daging sapi yang dicampur dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau yang biasa disebut thuck gook.

Tahun Baru Umat Lain
Selain Tahun Baru Masehi, ada juga tahun baru yang diadakan penganut kepercayaan lain. Agama dan Umat Yahudi misalnya merayakan Tahun Baru mereka tidak pada hari ke-1 bulan ke-1 Kalender Ibrani (bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7 Kalender Ibrani (bulan Tishrei). Umat Yahudi menyebut Perayaan Tahun Baru mereka dengan nama Rosh Hashanah, yang berarti “Kepala Tahun”.

Jika memakai kalender Gregorian (Kalender Masehi), Tahun Baru Yahudi ini dirayakan pada bulan September. Misalnya tahun 2008 M Rosh Hashanah jatuh pada 29 September 2008. Tanggal itu ekivalen dengan tanggal 1 Tishrei 5769 AM (Anno Mundi). Anno Mundi adalah bahasa latin yang artinya “dalam hitungan tahun dunia”. Disingkat A.M. karena orang Yahudi menganggap kalender mereka dimulai dari tanggal kelahiran Adam

Menurut perhitungan Kalender Ibrani, tanggal 1 bulan Tishrei tahun ke-1 AM adalah ekivalen dengan hari Senin, tanggal 7 Oktober tahun  3761 BCE dalam Kalender Julian (Kalender Romawi Kuno). Ketika Panglima Pompey dari Kekaisaran Romawi Kuno menguasai Yerusalem pada tahun 63 SM, orang-orang Yahudi mulai mengikuti Kalender Julian (Kalender Bangsa Romawi yang menjajahnya).  Setelah berdiri negara Israel pada tahun 1948 M, mulai tahun 1950an M Kalender Ibrani menurun penggunaannya dalam kehidupan bangsa Yahudi sekuler. 

Mereka lebih menyukai Kalender  Gregorian untuk kehidupan pribadi dan kehidupan publik mereka. Dan sejak tahun 1980an, bangsa Yahudi sekuler justru mengadopsi kebiasaan Perayaan Tahun Baru Gregorian (Tahun Baru Masehi) yang biasanya dikenal dengan sebutan ”Sylvester Night” dengan berpesta pada malam 31 Desember hingga 1 Januari.

Bangsa Cina lain lagi. Mereka merayakan tahun baru pada malam bulan baru musim dingin (antara akhir Januari hingga awal Februari) atau jika memakai kalender Gregorian tahun baru ini terletak antara 21 Januari hingga 20 Februari. Mereka menyebutnya dengan nama Imlek. Ini dimulai di hari ke-1 bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Cina sangat beragam. Namun secara umum berisi perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api.

Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan. Selama perayaan tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:  Gong Xi Fa Choi yang artinya “selamat dan semoga banyak rejeki”.

Umat Islam dan Persia
Beda Tahun Baru Imlek, orang Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan nama Norouz. Norouz adalah perayaan (hari pertama) musim semi dan awal Kalender Persia. Orang Persia punya Kalender Persia yang didasarkan dari musim dan pergerakan matahari. Kata ”norouz” berasal dari bahasa Avesta yang berarti “hari baru”. Oleh bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal 21 Maret jika memakai Kalender Gregorian.

Sejak Kekaisaran Dinasti  Arsacid/Parthian, yang memerintah Iran pada 248 SM-224 M, Norouz dijadikan hari libur. Mereka merayakannya dengan mempersembahkan hadiah telur sebagai lambang produktivitas.Perayaan ini dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh Zoroastirianisme yang tersebar di Iran, Iraq, Afganistan,  beberapa tempat di India,Turki, Armenia, Albania dan lain-lain.

Sejak masuknya pengaruh Islam, tahun baru Persia mulai ditinggalkan. Umat Islam menentukan penanggalan tahun hijriyah pada  masa pemerintahan Khalifah Umar.Pada waktu itu, sahabat Abu Musa Al-Asy'ary menulis surat kepada Umar bin Khathab selaku khalifah, yang isinya bahwa Umar memberikan beberapa kitab kepadanya yang tiada tertera tanggalnya.

Lalu, Khalifah Umar mengumpulkan para sahabat dan bermusyawarah dengan mereka tentang penanggalan Islam. Sebagian perpendapat agar memberikan penanggalan seperti penanggalan orang-orang Qurthubi, maka sebagian sahabat tidak menghendaki hal itu.

Sebagian yang lain berpendapat agar penanggalan Islam seperti penanggalan Romawi, maka sahabat yang lain juga menolaknya. Ada yang usul agar penanggalan dimulai berdasarkan kelahiran Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam, ada juga yang berpendapat agar dimulai sejak hijrahnya ke Madinah. Maka Umar berkata, "Hijrah telah membedakan antara yang hak dan yang batil, maka mulailah penanggalan Islam dengannya."

Kemudian para sahabat menyetujuinya. Setelah itu mereka bermusyawarah mengenai di bulan apa sebaiknya awal tahun dimulai. Sebagian berpendapat agar tahun baru dimulai dengan bulan Ramadhan, yang lain berpendapat dengan bulan Rabiul Awal.

Namun, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhum mengusulkan agar dimulai dengan bulan Muharram, yaitu bulan suci setelah bulan Dzul-Hijjah yang kaum muslimin telah melaksanakan Haji sebagai penyempurna rukun Islam. Selain itu, di bulan Muharram tersebut kaum Anshar melakukan baiat kepada Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam. Lalu dimulailah tahun baru Hijriah dengan bulan suci Muharram. 



Monday, December 24, 2012

Serba-serbi Natal

Dibanding negara-negara lain, perayaan Natal di Eropa khususnya di Swedia, Finlandia dan Norwegia memiliki ciri khas tersendiri. Di Swedia Selamat Hari Natal diucapkan "God Jul".   Warga mengawali Natal dengan merayakan hari St. Lucia yang juga dikenal sebagai St. Lucy, setiap tanggal 13 Desember. Dari Swedia, perayaan ini kemudian menyebar ke Denmark dan Finlandia pada pertengahan abad ke-19.


Pada zaman dulu, tradisi ini dilakukan setiap keluarga. Anak perempuan tertua di setiap keluarga bangun paling pagi dan membangunkan setiap anggota keluarga. Dia mengenakan baju panjang berwarna putih dengan ikat pinggang warna merah dan mahkota terbuat dari sembilan lilin. Pada pagi hari, anak perempuan tersebut dipanggil “Lussi” atau “Lussibruden (pengantin perempuan Lucy)”. Kemudian anggota keluarga berkumpul di sebuah ruangan untuk sarapan dengan penerangan menggunakan lilin.

Pada malam harinya, seluruh pria, wanita, dan anak-anak yang ada di lingkungan perumahan akan berparade membawa obor. Parade diakhiri saat semua orang melemparkan obor mereka ke dalam tumpukan jerami besar sehingga menciptakan api unggun. Saat ini, khususnya di Finlandia, seorang gadis dipilih untuk melayani pada perayaan Hari Nasional Lucia dan dia akan dihormati dalam parade yang dikelilingi oleh pembawa obor.

Memang, berbeda dengan Swedia, di Finlandia, ucapan Hari Natal disampaikan "Hyvää Joulua". Pada malam Natal, di negara ini, banyak warga yang mengunjungi sauna. Mereka berkumpul dengan keluarga sambil mendengarkan siaran radio nasional “Peace of Christmas”. Selain itu, tradisi lain di Finlandia adalah mengunjungi kuburan anggota keluarga yang telah meninggal. Sementara di Norwegia, tradisi Natal identik dengan keju, kue, dan makanan penutup berbentuk gelondongan kayu  selama liburan akhir tahun.


Simbol Natal
Terlepas dari tradisi unik masing-masing tempat, perayaan Natal juga identik dengan pernak-pernik atau simbol-simbol umum yang biasa muncul saat tradisi keagamaan ini mendekat. Pohon cemara, lampu warna-warni, hiasan Natal, sinterklas, kado Natal, permen tongkat , menggantung kaus kaki hingga hamparan salju buatan adalah beberapa diantaranya. Begitupun lantunan lagu-lagu Natal seperti O Holy Night yang biasa didendangkan untuk menambah syahdu suasana Natal.

Pernak-pernik Natal itu biasanya tak jauh beda antara negara satu dengan lainnya. Muncul pertanyaan, bagaimana simbol-simbol Natal itu bisa timbul dan lestari hingga kini dan kemudian menjelma menjadi tradisi yang unik? Ternyata semua ada ceritanya. Misalnya soal pohon cemara, yang biasa hadir di dalam rumah keluarga Kristiani yang merayakan Natal.

Dari berbagai legenda yang beredar, yang paling populer adalah kisah dari Santo Bonifasius, seorang penginjil dari Inggris yang menyebarkan agama Kristen di Prancis dan Jerman pada tahun 700-an Masehi. Suatu hari, Santo Bonifasius melihat sekelompok orang mengikat seorang anak di pohon oak untuk dipersembahkan kepada Thor, dewa sembahan mereka. Demi menghentikannya dan menyelamatkan anak tersebut, Santo Bonifasius merobohkan batang pohon tersebut dengan tangannya sampai terbelah.

Ajaibnya, di belahan pohon oak tersebut tumbuhlah pohon cemara. Sejak kejadian itu, Santo Bonifasius memperlihatkan kepada orang-orang bahwa pohon cemara adalah tanda dari sorga dan pohon yang kudus. Lalu Santo Bonifasius memerintahkan mereka untuk membawa pohon cemara ke dalam rumah dan menghiasinya dengan kado-kado.

Pohon cemara sendiri dianggap sebagai simbol hidup kekal karena daun pohon cemara selalu berwarna hijau di saat hampir semua pohon akan rontok daunnya saat musim salju. Hal ini pun melambangkan agar kehidupan rohani umat Kristiani selalu bertumbuh dan menjadi berkat bagi orang lain. Pemasangan pohon Natal pertama resmi dicatat di Strasbourg, Jerman pada abad ke-16. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini menyebar ke Amerika sampai hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Tentang Santa Claus (Sinterklas)
Tokoh Santa Claus berasal dari cerita rakyat Eropa yang bernama Nikolas. Tokoh ini lahir sekitar 280 M di Patara dekat Myra (Demre) yang terletak di negara Turki. Konon, bayi Nikolas sudah melakukan puasa setiap hari Rabu dan Jumat, seperti yang sering dilakukan hamba Tuhan pada zaman itu. Di hari-hari tersebut bayi Nikolas tidak mau minum air susu ibunya. Nikolas ditahbiskan menjadi pastor pada usia 18 tahun dan kemudian diangkat menjadi uskup karena sifat belas kasihnya pada fakir miskin.

Menurut legenda, saat Nikolas mengadakan perjalanan ke tanah suci, kapalnya dilanda angin ribut yang menyebabkan patahnya salah satu tiang layar dan menimpa kepala seorang kelasi kapal sehingga tewas di tempat. Dengan doanya, Nikolas berhasil meredakan angin ribut dan bahkan menghidupkan kembali kelasi yang sudah meninggal itu.

Sejak saat itu, Nikolas dianggap sebagai santo pelindung para pelaut dan kapal dagang. Kepercayaan ini terus berkembang dan menguat sampai ke para pelaut dari Yunani dan Italia di zaman itu. Akhirnya pada 9 Mei 1087, para pemilik kapal dari Italia mengambil semua tulang dan sisa tubuh Nikolas di Turki untuk dipindahkan ke Italia dan menjadikan 9 Mei sebagai hari St. Nicolaas, pelindung para pelaut oleh orang Italia.

Lalu mengapa Santa Claus terkenal dengan kebaikan hatinya membagikan kado Natal kepada anak-anak? Ini berasal dari kepercayaan orang Italia dengan cerita seorang nenek sihir bernama Befana yang mendapat tugas dari malaikat untuk memberi kado pada bayi Yesus saat Tuhan Yesus lahir, seperti yang dilakukan orang Majus.

Karena teledor, ia terlambat dan dihukum untuk memberikan hadiah pada sebanyak mungkin anak kecil , terutama kepada mereka yang tidak mampu. Akhirnya para pemuka agama Italia mengambil keputusan untuk mengalihkan cerita tersebut kepada Santa Claus. Sejak saat itu, peran Befana diambil alih oleh tokoh Sinterklas.

Rudolf, Si Rusa Berhidung Merah
Cerita tentang Rudolph the Red-Nosed Reindeer dibuat oleh Robert May pada tahun 1939 dalam rangka mempromosikan department store Montgomery Ward tempat ia bekerja. Rudolf adalah rusa kesembilan dan berada paling depan di antara kawanan rusa lainnya karena hidungnya dapat bersinar dan menerangi jalan Santa Claus agar tidak tersesat di tengah cuaca buruk.

Di tahun 1949, Gene Autry menyanyikan lagu Rudolph the Red-Nosed Reindeer dan menjadi best seller. Sejak saat itu, Rudolf dikenal sebagai rusa yang selalu setia menemani Santa Claus.

Selain Santa Claus, saban perayaan Natal juga ada tradisi menggantung kaus kaki. Kebiasaan ini tak lepas dari kisah Santa Claus, karena tradisi menggantung kaus kaki Natal ini berawal dari cerita Nikolas yang terkenal dengan ketulusan hati dan belas kasihnya, terutama pada rakyat miskin.

Suatu kali saat hari Natal, Nikolas telah mendengar bahwa seorang bapak di desanya tidak memiliki mahar padahal anak gadisnya ingin menikah.  Pada zaman itu, ada aturan jika seorang gadis ingin menikah, ayahnya harus memiliki mahar untuk diberikan kepada calon mempelai laki-laki dan keluarganya. Jika tidak, anak gadis mereka tidak akan pernah bisa menikah.

Secara rahasia, Nikolas masuk ke dalam rumah bapak tersebut lewat cerobong asap saat seisi rumah sudah tidur untuk memberikan uang agar bisa dibelikan mahar. Nikolas melihat ada kaus kaki yang sedang digantung di dekat perapian dan akhirnya menaruh uangnya disana. Dengan uang itulah, si gadis akhirnya bisa menikah, karena sanggup membeli mahar.

Dari sinilah kemudian muncul tradisi menggantung kaus kaki. Walaupun Nikolas tidak seperti Santa Claus yang dikenal sekarang, berbadan gemuk dan berjenggot putih tebal dan hampir dipastikan dia memiliki kulit coklat serta memakai pakaian kependetaan abad ketiga, kebaikannya masih tetap diingat hingga kini. Anak-anak di beberapa negara terus melakukan tradisi ini dan percaya kalau Santa Claus akan mengisi kaus kakinya dengan berbagai macam hadiah, seperti permen, uang logam, mainan, dan hadiah kecil lainnya.

Lilin, Lonceng dan Permen Tongkat
Tradisi lain yang muncul saat perayaan Natal adalah adanya lilin, lonceng dan permen tongkat. Awalnya, lilin digunakan oleh orang Roma saat merayakan perayaan Saturnalia yang dimulai sejak tanggal 17 Desember dan berakhir pada 25 Desember. Lilin yang lancip ujungnya dan panjang diberikan sebagai hadiah untuk para tamu dan kemudian dipersembahkan kepada Saturn (dewa matahari) sebagai simbol dari cahayanya dan ucapan selamat jalan untuk musim yang sudah lewat.

Seiring penyebaran agama Kristen, lilin-lilin kemudian diletakkan di depan jendela untuk menuntun bayi Yesus sebagaimana Dia berkeliling dari rumah ke rumah di hari Natal.

Soal lonceng,lain lagi ceritanya. Pada zaman dulu, di negara-negara tertentu, masyarakatnya percaya bahwa lonceng bisa digunakan untuk mengusir roh jahat. Mereka berpikir bahwa roh-roh jahat akan datang pada musim dingin sehingga selama hari-hari gelap sesudah hasil panen atau berburu, mereka mengadakan perayaan dengan membuat suara-suara gaduh.

Tradisi ini kemudian terbawa sampai perayaan Natal. Namun, bukan untuk mengusir hal-hal jahat melainkan untuk merayakan sesuatu yang menggembirakan. Di beberapa gereja yang memiliki lonceng seringkali membunyikan loncengnya saat sesuatu yang penting terjadi, misalnya perayaan kelahiran Yesus Kristus.

Sementara permen tongkat, belum dapat dinyatakan apakah kisah ini sebatas dongeng atau benar-benar terjadi. Ceritanya, berawal dari ide pemimpin paduan suara di Cologne Cathedral yang merasa kesulitan untuk mendiamkan anak-anak yang ribut di gereja saat ibadah berlangsung. Si pemimpin paduan suara ini mendapat ide untuk memberikan anak-anak permen berbetuk batang yang membutuhkan waktu cukup lama untuk menghabiskannya sehingga mereka pun bisa diam untuk sementara waktu.

Si pemimpin paduan suara meminta pembuat permen untuk membengkokkan ujungnya supaya terlihat seperti tongkat dengan tujuan untuk mengingatkan anak-anak tentang para gembala yang memegang tongkat saat kelahiran Yesus.Permen tongkat ini kemudian menjadi hiasan Natal karena di tahun 1847, imigran Jerman-Swedia di Wooster, Ohio meletakkan permen tongkat pada pohon Natal mereka dan tidak berapa lama banyak yang mengikutinya.

Banyak orang yang bilang garis-garis putih pada permen tongkat mewakili kesucian Tuhan Yesus Kristus, sedangkan yang merah adalah luka-luka yang Dia derita demi menyelamatkan umat manusia. Sementara bentuknya yang seperti huruf “J” ditujukan untuk “Jesus” (Yesus).