Daftar Isi

Saturday, October 6, 2012

batik dan sejarahnya


Saban tanggal 2 Oktober, busana bercorak batik banyak dipakai oleh orang Indonesia. Para karyawan kantor, pelajar dan bahkan pejabat pemerintah, ramai-ramai berbatik ria, dengan beragam corak dan warna. Demam batik bahkan menjalar ke pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri. Maklumlah. Tanggal itu memang batik mendapat tempat istimewa. Kita menyebutnya hari batik. Memakai batik tepat di hari itu, merupakan ekspresi untuk memperingati batik, sebagai karya adi luhung nenek moyang Bangsa Indonesia.

Busana batik memang telah mengalami revolusi yang luar biasa. Dulu kain bermotif batik identik dengan orang-orang tua. Sudah pasti, anak-anak muda banyak yang malu memakainya. Tapi dengan kreasi motif dan gaya busana yang semakin trendi, batik kini sudah menembus segala lapisan usia dan status sosial. Tak hanya busana, motif batik juga merambah ke asesoris lain. Dari tas, kaos, topi bahkan sepatu. Pendek kata, batik sudah menjadi identitas khas dan dalam beberapa hal menjadi kebanggaan pemakainya.

Pekerjaan Eksklusif
Secara etimologis, batik berasal dari bahasa Jawa. Yaitu "amba" yang berarti luas  dan "nitik" atau membuat titik. Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak batik, yang  menggunakan canting dan malam (lilin) yang diaplikasikan di atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.

Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, dan wol. Batik dengan canting tidak bisa diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Sementara kain yang pembuatan corak batik dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik ini biasanya  dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak (print).

Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Masa itu, pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Sentuhan tangan laki-laki, misalnya terlihat pada  batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti dapat ditemukan pada corak "Mega Mendung".


Komunikasi global yang semakin mudah, membuat ragam corak dan warna desain batik telah  banyak dipengaruhi oleh pihak asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. 

Pengaruh Eropa bisa ditemukan misalnya corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip). Ada pula benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Pengaruh penjajah itu bertumbuh seiring tetap bertahannya batik tradisional, yang masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.


Menelurus Sejarah Batik
Selain di Indonesia, seni batik saat ini banyak ditemukan di negara-negara seperti Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa. Memang hingga kini masih belum jelas asal-usul seni batik. Hanya saja dari berbagai penelitian, teknik batik konon sudah dikenal sejak ribuan tahun silam.

Di Indonesia sendiri, setelah melalui perjuangan berliku, batik akhirnya diakui badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia . Hari penetapannya pada 2 Oktober, lantas di tasbihkan sebagai Hari Batik.

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.



Sejarah batik yang panjang menjadi bukti keantikan fashion etnik yang satu ini. J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik berasal dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Sebagian referensi menduga batik berasal dari bangsa Sumeria dan berkembang di Jawa setelah dibawa pada abad 14 oleh para pedagang India, negara yang kala itu berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam Parsi, Persia.

Sejumlah prasasti mungkin bisa sedikit menjelaskan asal-usul batik. Detil ukiran kain menyerupai pola batik pada arca Prajnaparamita (arca dewi kebijaksanaan Buddhis) yang diperkirakan berasal dari abad 13 M ditemukan di Malang, Jawa Timur. Detil pakaian sang dewi menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa saat ini.



Dari  Zaman Majapahit?
Sejarawan berkebangsaan Belanda G.P. Rouffaer (1996) menyebutkan, pola gringsing telah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Ia menyimpulkan bahwa pola tersebut hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.

Referensi lain mengenai perkembangan batik ada pada legenda dalam literatur Melayu abad 17, Sulalatus Salatin. Dalam literatur tersebut, dikisahkan bahwa Sultan Mahmud memerintahkan Laksamana Hang Nadim agar berlayar ke India untuk mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan motif 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Kain serasah tersebut ditafsirkan sebagai batik.

Sedangkan dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam History of Java karya Sir Thomas Stamford Raffles, yang pernah menjadi gubernur Inggris di Jawa ketika Napoleon menduduki Belanda. Dikisahkan, saat mengunjungi Indonesia pada 1873, seorang saudagar Belanda bernama Van Rijekevorsel memberinya selembar batik. Raffles lalu menyerahkan kain tersebut ke museum etnik di Rotterdam dan dipamerkan di Exposition Universelle Paris. Pada masa itulah, setelah berhasil memukau publik dan seniman, batik mulai memasuki masa keemasannya.


Di luar Raffles, pedagang asal Negeri Tirai Bambu juga mencatat tentang batik Nusantara sejak lama. National Museum of Singapore (2007) dalam “Batik: Creating an Identity” mengisahkan, pada awal abad ke-14 M seorang pedagang dari Dinasti Yuan bernama Wang Dayuan melakukan dua perjalanan laut ke wilayah Asia Tenggara.

Dayuan lalu menulis buku berjudul Dao Yi Zhi Lue di tempat yang kini bernama Sri Lanka. Buku itu berisi catatan cuaca, barang-barang produksi, orang-orang, dan adat istiadat di tempat-tempat yang dikunjunginya. Dalam catatan perjalanannya itu ia menulis bahwa orang-orang di Jawa Timur membuat kain bermotif yang bagus dan tidak luntur.


Di Jawa, selain arca Prajnaparamita, sejumlah arca lain melengkapi catatan rekam jejak batik. Catatan dalam laman batiksolo.asia menyebutkan, pada patung emas Syiwa  di Gemuruh Wonosobo (dibuat pada abad 9 M), terdapat motif dasar lereng. Sedangkan pakaian patung Ganesha di Candi Banon (abad 9 M) di dekat Candi Borobudur dihiasi oleh motif ceplok. Motif batik juga ditemukan pada patung Padmipani di Jawa Tengah (diperkirakan dibuat sekitar abad 8-10 M). Motif liris melekat pada patung Manjusri di Ngemplak, Semongan, Samarang (abad 10 M).


Dalam beberapa literatur, sejarah perbatikan di Indonesia sering dikaitkan dengan Kerajaan Majapahit (1293-1500 M) dan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Penemuan arca dalam Candi Ngrimbi dekat Jombang yang menggambarkan sosok Raden Wijaya menegaskan hal itu. Raja pertama Majapahit yang memerintah pada 1294-1309 M itu mengenakan kain batik bermotif kawung. Karena itulah, kesenian batik diyakini telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan diwariskan secara turun temurun. Selanjutnya, wilayah Majapahit yang luas membuat batik dikenal semakin mudah di Nusantara.

Jenis-jenis Batik
Pendapat berbeda di kemukakan KRT Hardjonagoro, pakar terkemuka batik Indonesia. Menurut Hardjonagoro meski bermula pada masa Majapahit, sejarah dan perkembangan batik di Nusantara mulai terekam sejak masa Kerajaan Mataram Islam (berdiri abad ke-17) di Jawa Tengah. Di antara rekaman sejarah batik itu, yang dapat ditelusuri dari Keraton, adalah keberadaan motif porong rusak dan semen rama.


Batik menyebar luas pada akhir abad 18 hingga awal abad 19. Kesenian batik di sepanjang masa itu hanya menghasilkan kain-kain batik tulis, hingga kemudian batik cap (menggunakan pencetak dari kayu bermotif sebagai pengganti canting) mulai dikenal setelah Perang Dunia pertama.  Munculnya batik cap, membuat batik bisa diproduksi secara massal, dan bisa dijangkau oleh segenap lapisan masyarakat.

Tak hanya di Jawa, kain-kain sejenis batik juga muncul di luar Jawa. Beberapa contoh kain sejenis batik yang berasal dari luar Jawa adalah sarita dari Toraja, tritik (Palembang, Banjarmasin, dan Bali), kain jumputan dan kain pelangi (Jawa, Bali, Lombok, Palembang, Kalimantan, dan Sulawesi). Ada pula kain sasirangan dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan, serta kain cinde atau patola (Gujarat India) yang masuk ke Nusantara sebagai barang dagangan atau untuk ditukarkan dengan hasil bumi.

Teknik pembuatan batik juga kini sudah berkembang luas.Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, polyester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain.

Berdasar teknik pembuatannya, batik terdiri dari batik tulis, cap dan lukis. Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. Sementara batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari. Terakhir,batik lukis yaitu proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!