Saban tanggal 2 Oktober,
busana bercorak batik banyak dipakai oleh orang Indonesia. Para karyawan
kantor, pelajar dan bahkan pejabat pemerintah, ramai-ramai berbatik ria, dengan
beragam corak dan warna. Demam batik bahkan menjalar ke pelajar-pelajar
Indonesia di luar negeri. Maklumlah. Tanggal itu memang batik mendapat tempat
istimewa. Kita menyebutnya hari batik. Memakai batik tepat di hari itu,
merupakan ekspresi untuk memperingati batik, sebagai karya adi luhung nenek
moyang Bangsa Indonesia.
Busana batik memang telah
mengalami revolusi yang luar biasa. Dulu kain bermotif batik identik dengan
orang-orang tua. Sudah pasti, anak-anak muda banyak yang malu memakainya. Tapi
dengan kreasi motif dan gaya busana yang semakin trendi, batik kini sudah
menembus segala lapisan usia dan status sosial. Tak hanya busana, motif batik juga
merambah ke asesoris lain. Dari tas, kaos, topi bahkan sepatu. Pendek kata,
batik sudah menjadi identitas khas dan dalam beberapa hal menjadi kebanggaan pemakainya.
Pekerjaan Eksklusif
Secara etimologis, batik
berasal dari bahasa Jawa. Yaitu "amba" yang berarti luas dan "nitik" atau membuat titik. Kata
batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak batik, yang menggunakan canting dan malam (lilin) yang
diaplikasikan di atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna. Jadi kain batik
adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan
cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.
Teknik ini hanya bisa
diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra,
dan wol. Batik dengan canting tidak bisa diterapkan di atas kain dengan serat
buatan (polyester). Sementara kain yang pembuatan corak batik dan pewarnaannya
tidak menggunakan teknik ini biasanya
dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak (print).
Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam
membatik sebagai mata pencaharian. Masa itu, pekerjaan membatik adalah
pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang
memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Sentuhan tangan laki-laki,
misalnya terlihat pada batik pesisir
yang memiliki garis maskulin seperti dapat ditemukan pada corak "Mega
Mendung".
Komunikasi global yang
semakin mudah, membuat ragam corak dan warna desain batik telah banyak dipengaruhi oleh pihak asing. Awalnya,
batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas. Namun batik pesisir
menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada
akhirnya para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang
Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix.
Pengaruh Eropa bisa ditemukan misalnya corak bebungaan yang sebelumnya tidak
dikenal (seperti bunga tulip). Ada pula benda-benda yang dibawa oleh penjajah
(gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti
warna biru. Pengaruh penjajah itu bertumbuh seiring tetap bertahannya batik
tradisional, yang masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya
masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Menelurus Sejarah Batik
Selain di Indonesia, seni
batik saat ini banyak ditemukan di negara-negara seperti Malaysia, Thailand,
India, Sri Lanka, dan Iran. Batik juga sangat populer di beberapa negara di
benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah
batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa. Memang hingga kini masih
belum jelas asal-usul seni batik. Hanya saja dari berbagai penelitian, teknik
batik konon sudah dikenal sejak ribuan tahun silam.
Di Indonesia sendiri, setelah melalui perjuangan berliku,
batik akhirnya diakui badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya
(United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO)
sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia . Hari penetapannya pada 2 Oktober,
lantas di tasbihkan sebagai Hari Batik.
Batik secara historis berasal dari zaman
nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun
lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang
dan tanaman. Dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu
dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif
abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.
Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,
muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Sejarah batik yang panjang menjadi bukti keantikan fashion
etnik yang satu ini. J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto
(arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik berasal dari daerah seperti
Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Sebagian referensi menduga batik berasal
dari bangsa Sumeria dan berkembang di Jawa setelah dibawa pada abad 14 oleh
para pedagang India, negara yang kala itu berada di bawah kekuasaan kerajaan
Islam Parsi, Persia.
Sejumlah prasasti mungkin bisa sedikit menjelaskan asal-usul batik. Detil
ukiran kain menyerupai pola batik pada arca Prajnaparamita (arca dewi
kebijaksanaan Buddhis) yang diperkirakan berasal dari abad 13 M ditemukan di
Malang, Jawa Timur. Detil pakaian sang dewi menampilkan pola sulur tumbuhan dan
kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa saat ini.
Dari Zaman Majapahit?
Sejarawan berkebangsaan Belanda G.P. Rouffaer (1996) menyebutkan, pola
gringsing telah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Ia menyimpulkan
bahwa pola tersebut hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting,
sehingga ia berpendapat canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.
Referensi lain mengenai perkembangan batik ada pada legenda dalam literatur
Melayu abad 17, Sulalatus Salatin. Dalam literatur tersebut, dikisahkan bahwa
Sultan Mahmud memerintahkan Laksamana Hang Nadim agar berlayar ke India untuk
mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan motif 40 jenis bunga pada setiap
lembarnya. Kain serasah tersebut ditafsirkan sebagai batik.
Sedangkan dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam
History of Java karya Sir Thomas Stamford Raffles, yang pernah menjadi gubernur
Inggris di Jawa ketika Napoleon menduduki Belanda. Dikisahkan, saat mengunjungi
Indonesia pada 1873, seorang saudagar Belanda bernama Van Rijekevorsel
memberinya selembar batik. Raffles lalu menyerahkan kain tersebut ke museum
etnik di Rotterdam dan dipamerkan di Exposition Universelle Paris. Pada masa
itulah, setelah berhasil memukau publik dan seniman, batik mulai memasuki masa
keemasannya.
Di luar Raffles, pedagang asal Negeri Tirai Bambu juga mencatat
tentang batik Nusantara sejak lama. National Museum of Singapore (2007) dalam
“Batik: Creating an Identity” mengisahkan, pada awal abad ke-14 M seorang
pedagang dari Dinasti Yuan bernama Wang Dayuan melakukan dua perjalanan laut ke
wilayah Asia Tenggara.
Dayuan lalu menulis buku berjudul Dao Yi Zhi Lue di tempat yang kini bernama
Sri Lanka. Buku itu berisi catatan cuaca, barang-barang produksi, orang-orang,
dan adat istiadat di tempat-tempat yang dikunjunginya. Dalam catatan
perjalanannya itu ia menulis bahwa orang-orang di Jawa Timur membuat kain
bermotif yang bagus dan tidak luntur.
Di Jawa, selain arca Prajnaparamita, sejumlah arca lain
melengkapi catatan rekam jejak batik. Catatan dalam laman batiksolo.asia
menyebutkan, pada patung emas Syiwa di Gemuruh Wonosobo (dibuat pada abad
9 M), terdapat motif dasar lereng. Sedangkan pakaian patung Ganesha
di Candi Banon (abad 9 M) di dekat Candi Borobudur dihiasi oleh motif ceplok.
Motif batik juga ditemukan pada patung Padmipani di Jawa Tengah
(diperkirakan dibuat sekitar abad 8-10 M). Motif liris melekat
pada patung Manjusri di Ngemplak, Semongan, Samarang (abad 10 M).
Dalam beberapa literatur, sejarah perbatikan di Indonesia
sering dikaitkan dengan Kerajaan Majapahit (1293-1500 M) dan penyebaran ajaran
Islam di Pulau Jawa. Penemuan arca dalam Candi Ngrimbi dekat Jombang yang
menggambarkan sosok Raden Wijaya menegaskan hal itu. Raja pertama Majapahit
yang memerintah pada 1294-1309 M itu mengenakan kain batik bermotif kawung.
Karena itulah, kesenian batik diyakini telah dikenal sejak zaman Kerajaan
Majapahit dan diwariskan secara turun temurun. Selanjutnya, wilayah Majapahit
yang luas membuat batik dikenal semakin mudah di Nusantara.
Jenis-jenis Batik
Pendapat berbeda di kemukakan KRT Hardjonagoro, pakar
terkemuka batik Indonesia. Menurut Hardjonagoro meski bermula pada masa
Majapahit, sejarah dan perkembangan batik di Nusantara mulai terekam sejak masa
Kerajaan Mataram Islam (berdiri abad ke-17) di Jawa Tengah. Di antara rekaman
sejarah batik itu, yang dapat ditelusuri dari Keraton, adalah keberadaan
motif porong rusak dan semen rama.
Batik menyebar luas pada
akhir abad 18 hingga awal abad 19. Kesenian batik di sepanjang masa itu hanya
menghasilkan kain-kain batik tulis, hingga kemudian batik cap (menggunakan
pencetak dari kayu bermotif sebagai pengganti canting) mulai dikenal setelah
Perang Dunia pertama. Munculnya batik cap, membuat batik bisa diproduksi
secara massal, dan bisa dijangkau oleh segenap lapisan masyarakat.
Tak hanya di Jawa,
kain-kain sejenis batik juga muncul di luar Jawa. Beberapa contoh kain sejenis
batik yang berasal dari luar Jawa adalah sarita dari
Toraja, tritik (Palembang, Banjarmasin, dan Bali), kain jumputan dan
kain pelangi (Jawa, Bali, Lombok, Palembang, Kalimantan, dan
Sulawesi). Ada pula kain sasirangan dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan, serta
kain cinde atau patola (Gujarat India)
yang masuk ke Nusantara sebagai barang dagangan atau untuk ditukarkan dengan
hasil bumi.
Teknik pembuatan batik
juga kini sudah berkembang luas.Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna
putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain
mori. Dewasa ini batik juga dibuat
di atas bahan lain seperti sutera, polyester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran
besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain.
Berdasar teknik pembuatannya, batik terdiri dari
batik tulis, cap dan lukis. Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik
menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3
bulan. Sementara batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak
batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu
kurang lebih 2-3 hari. Terakhir,batik lukis yaitu proses pembuatan batik dengan
cara langsung melukis pada kain putih.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!