Daftar Isi

Friday, October 26, 2012

Idris Sardi Sang Maestro

Siapa yang tak kenal Idris Sardi? Selama ini, rekam jejak Idris memang banyak ditorehkan lewat beragam prestasi yang diraihnya. Langganan piala citra, senioritasnya sebagai musisi dan pengabdiannya yang total pada alat musik biola, membuat Idris menjadi panutan musisi-musisi muda sesudahnya. Idris adalah terbaik di bidangnya.

Magnet Idris inilah yang menarik Fadli Zon untuk menulisnya dalam sebuah buku. Usai berkutat selama hampir satu tahun, Selasa (23/10) malam di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, buku bertajuk  “Idris Sardi Perjalanan Maestro Biola Indonesia” diluncurkan. Inilah buku yang mengulas tuntas sepak terjang Idris di dunia hiburan Indonesia, dengan segala suka dan dukanya.

Sejak Usia 5 Tahun
Idris  lahir pada Selasa, 7 Juni 1938, di rumah sakit Budi Kemuliaan,Batavia (Jakarta).  Ia mewarisi darah seni dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Mas Sardi, adalah pemusik yang bisa memainkan lagu klasik maupun jazz, serta menguasai berbagai alat musik, antara lain saksofon, clarinet dan piano. Mas Sardi tercatat sebagai illustrator musik pertama di Hindia Belanda tahun 1930-an. Sedangkan ibunya, Hadidjah, adalah pemain film terkenal pada era 1936.

Persentuhan Idris Sardi dengan biola berawal pada usia 5 tahun. Kala itu, Idris harus bangun pukul 05.00 untuk mendengar dan menyaksikan ayahnya memberi contoh tangga nada dan nada panjang. Pada usia 7 tahun, untuk mengenal nada-nada, Idris mendapat tambahan teori musik dan piano. Di usia 9 tahun, barulah Idris secara resmi memainkan biola.

Mas Sardi memang membimbing Idris berlatih dengan disiplin ilmu musik klasik dan disiplin waktu yang ketat.  Bisa dibilang, masa kanak-kanak Idris  Sardi jauh dari kata bahagia. Masa kecil seperti di lumpur becek, begitulah Idris sering menjuluki sendiri fase masa kecilnya yang berat. Aneh memang, keras dan tegasnya sang ayah hanya ditunjukan padanya seorang, tidak pada adik-adiknya.

Pada usia 10 tahun, Idris diterima sebagai mahasiswa luar biasa di Sekolah Musik Yogyakarta. Nikolai Varfolomeyev (pimpinan sekolah musik) sudah jatuh cinta padanya. Perjalanan Idris Sardi menimba ilmu di Yogyakarta terbentang dari akhir tahun 1949-1953. Selama di Yogyakarta, Idris tinggal di kampung Musikanan, di sebelah kanan Siti Hinggil, bagian dari halaman Keraton Yogyakarta.

Setiap hari Minggu pagi, Idris membuka siaran RRI Yogyakarta. Ia juga bermain di Orkes Simfoni Sekolah Musik Yogyakarta. Humoresque salah satu repertoar yang pernah ia mainkan di sana. Hingga pada 23 Oktober 1953, ayahnya meninggal dunia.Sebagai anak sulung, beban ekonomi keluarga berpindah ke pundaknya.

Sepeniggal sang ayah, jalan hidup Idris  segera berubah.  Yogyakarta dan mimpi sekolah di Konservatorium Eropa ditinggalkannya. Idris membuat lagu pertamanya Gundah Gulana yang mengalir begitu saja untuk mengenang kematian gurunya itu.

Kiprah Idris terus berlanjut. Pada usia 15 tahun, Idris menjadi concertmasters di Orkes Studio Djakarta (OSD) pimpinan Saipul Bahri.”Ketika itu Idris bukan hanya concertmaster termuda di Indonesia, melainkan juga di dunia,”kata Suka  Hardjana pengamat musik. Dua kali dalam seminggu, Idris ke Yayasan Pendidikan Musik (YPM) mendapatkan bimbingan  dari Hendriek Tordasi.

Membentuk Grup
Usai malang melintang sebagai pemain biola solo, pada 1962 Idris bersama Bing Slamet dan kawan-kawan membentuk grup band Eka Sapta.  Sebelumnya, Idris beralih dari memainkan musik klasik ke musik khas Nusantara.  Idris juga beralih dari dunia musik biola serius Jascha Heifetz ke komersialisasi Helmut Zacharias.

Dengan grup barunya, tak hanya muncul di acara-acara swasta, Eka Sapta juga pernah berkerja sama dengan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan Korps Komando Angkatan Laut (KKO). Program yang bertujuan untuk mendekatkan ABRI dengan rakyat itu dibungkus dalam format Malam Eka Sapta Non Stop Revenue di berbagai kota di Sumatera dan Jawa.  Tak lupa Idris juga dikirim Presiden Soekarno ke Irian Barat, menjalankan Misi Kesenian Trikora III selama satu bulan.

Idris sempat menderita penyakit maag kronis. Ia lantas tinggal bersama keluarga pejuang, Mr. Achmad Soebardjo. Idris mendapatkan sentuhan kasih sayang. Idris kemudian menikah dengan Zerlita. Mereka mempunyai tiga anak; Santi Sardi, Lukman Sardi dan Ajeng Sardi.

Di dunia film, kiprah Idris juga lumayan kinclong. Idris Sardi menggarap musik film bermula pada 1953. Ia ikut sebagai pemain musik untuk film produksi Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) karya Usmar Ismail dengan illustrator musik Tjok Sisnu dan Saiful Bahri. Film lain yang digarap diantaranyya Tamu Agung (1955) dan Tiga Dara (1956).

Idris juga menjadi pemain musik berbagai  film produksi Persari (Persatuan Artis Indonesia) pimpinan Djamaluddin Malik, dengan illustrator Soepilin. Atas prestasi menggarap ilustrasi musik film –dari Pesta Musik La Bana karya Misbach Yusa Biran (1960) hingga Kuberikan Segalanya (1992)- Idris banyak meraih penghargaan.

Selepas dari New York World’s Fair (1964), Idris menjadi konseptor, pemikir, arranger, sekaligus kondukter pada Orkes Keroncong tetap Segar (Evergreen) asuhan Brigjen Pringadie. Orkes ini melakukan pementasan di TVRI, pementasan umum, dan rekaman piringan hitam (long play) untuk menumbuhkan apresiasi musik keroncong. Perjalanan musik Idris kemudian berlanjut pada musik jazz, dengan bergabung di group jazz Jazzanova.

Rumah Tangga Runtuh
Popularitasnya yang tinggi, membuat Idris ditawari main film bisu berjudul  Tiada Waktu Bicara. Pada 1976, Dirjen Radio Televisi dan Film, Drs. Soemadi, juga memberi kepercayaan Idris Sardi sebagai guest conductor di Orkes Simfoni Jakarta selama dua tahun. Sayang, dengan perjalanan karirnya yang mulus, rumah tangga Idris diliputi kepedihan.

Tahun 1981 ia bercerai dengan Zerlita.  Idris kemudian menikah dengan Marini tahun 1983. Mereka mendirikan Griya Artissa, sebuah wadah untuk membantu para musisi muda yang sudah sering tampil di hotel-hotel atau pagelaran lain untuk meningkatkan pengetahuan musik dan penampilan mereka.

Sebagai pemain biola senior, Idris Sardi telah berkali-kali memainkan biola di hadapan presiden dan wakil presiden RI. Idris pernah tampil di depan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moehammad Hatta, Presiden Soeharto, Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Jusuf Kalla, dan Wapres Boediono. Berbagai acara kenegaraan penting juga pernah diisinya. Ia juga memainkan biola di hadapan pemimpin-pemimpin negara asing.

Daftar konser yang pernah dilakukannya tentu lumayan banyak. Idris,misalnya, pernah membuat konser untuk mengenang pelukis Basoeki Abdullah (1994);konser perjalanan karir Idris Sardi (1994) yang terkenal dengan konser pamit; konser mengenang Ismail Marzuki, pencipta lagu-lagu perjuangan yang juga gurunya (1996); hingga konser persembahan (2003).

Konser persembahan jadi titik balik perjalanan spiritual Sang Maestro. Biolis yang pada tahun itu berusia genap 65 tahun memutuskan untuk menggantung jas dan dasi. Ia memilih bersarung ke manapun pergi. Hingga kini Idris Sardi terus melakukan pagelaran, konser dan pertunjukan diberbagai tempat, dalam dan luar negeri. Ia juga selalu bersarung hampir 10 tahun ini. Sebuah pernyataan kecintaan pada identitas Indonesia.

Kiprah Sebagai Tentara
Banyak orang tak tahu kiprah Idris Sardi di dunia militer. Ia tak lahir dari keluarga militer, bukan pula berkarir sebagai tentara. Tapi nasib membawanya memimpin kesatuan militer. Biola telah mengantar Idris Sardi menjadi seorang perwira TNI dengan pangkat Letkol CAJ. Tituler.

Tanpa pamrih, ia menggembleng ratusan prajurit di berbagai kesatuan dan kodam. Ia bekerjasama dengan sejumlah jenderal antara lain Wismoyo Arismunandar, R. Hartono, Hendropriyono, Prabowo Subianto, Luhut Panjaitan, Sutiyoso, Sjafrie Sjamsoeddin, Tanribali Lamo, dan tokoh-tokoh pada era 1990-an.

Memang kiprah Letkol CAJ. Tit. Idris Sardi didunia militer terhenti pada 1988, karena ia menderita kanker pankreas. Saat itu Idris merasa akan segera dipanggil Tuhan. Akhinya Idris mengambil langkah masuk ke pesantren di Tangerang. Ketika kembali pulang ke rumah,Idris mengalami cobaan lain.

Pernikahannya selama 15 tahun dengan Marini tidak terselamatkan. Saat sedang gundah, Idris ditampung di rumah keluarga Letjen ZA Maulani, kepala BAKIN.  Idris sempat tak punya niat menikah lagi. Tapi jodoh rupanya di tangan Tuhan. Idris menikah lagi dengan Ratih Putri dan tetap bersama hingga kini.

Idris awalnya hanya berteman. Ratih adalah seorang perempuan mandiri, yang bekerja dan menghidupi dirinya di Jakarta. Usai berkenalan, Ratih mengaku menyukai karya-karya Idris. Hubungan pertemanan itu meningkat menjadi serius dan Ratih setuju saat Idris mengajaknya menikah.

Idris memang luar biasa. Ia berkolaborasi dengan banyak penyanyi solo, grup band, penyair, tokoh agama, hingga tentara. Setidaknya ia telah mengiringi 70 penyanyi dari masa ke masa.Idris juga menggarap ilustrasi musik untuk 189 film, dengan total ilustrasi musik film sekitar 2000 karya ilustrasi musik.

Idris berguru musik pada banyak orang. Ia belajar piano, biola, harmoni, latihan pendengaran, teori musik, serta tetek bengek musik sebagai santapan sehari-hari. Nikolai Varfolomeyev (Rusia), Gerald Kenney (Inggris), Botmer (Jerman), Hendriek Tordasi (Hongaria), Reneta Vanos (Perancis), Henkte Strake (Belanda) dan Dr. Wheller Boeket (Amerika serikat) adalah nama-nama yang menggembleng karakter musik Idris Sardi.

Atas dedikasi dan kepiawaiannya menggesek biola, Idris mendapat penghargaan tinggi  dari Keraton Yogyakarta. Penghargaan itu berbentuk miniatur mahkota warna emas. Mahkota diberikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Idris juga diberi gelar Kanjeng Pangeran Kalonagoro oleh Sinuhun Pakubuwono XIII Tedjowulan dari Keraton Kasunanan Surakarta.

Selain gelar dari keraton, gelar tak formal juga kerap diberikan pada Idris. Mulai dari bocah ajaib, musikus gila, biola maut, setan biola, anak jenius, Helmut Zacharias Indonesia, dan Sang maestro. Begitu pula berbagai penghargaan internasional berhasil di raihnya.  Semua berawal dari kecintaannya pada biola. Idris  Sardi adalah Mozart-nya Indonesia. Ariful Hakim (diringkas dari buku Idris Sardi, perjalanan Maestro Biola Indonesia)

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!