Daftar Isi

Friday, August 17, 2012

PRJ dari masa ke masa


Pekan Raya Jakarata (PRJ) memang jadi pameran tahunan terbesar di Indonesia. Walaupun dinamai "pekan", tapi sejak awal PRJ dikonsep untuk diadakan selama sebulan penuh. Sejak pertama diadakan PRJ pada 1968, hingga kini tak pernah putus. Begitu pula jajanan kerak telor sebagai ikon PRJ, terus berkembang bahkan semakin terorganisir.  Karena semakin banyaknya pengunjung dan perusahaan yang ingin memamerkan dan menjual produknya, arena PRJ pun sempat dipindah agar lebih nyaman.

Awalnya di Monas
Pekan Raya Jakarta digelar pertama kali di Kawasan Monas  dari  5 Juni hingga 20 Juli tahun 1968. Saat itu, PRJ dibuka oleh Presiden Soeharto dengan melepas merpati pos. PRJ pertama ini disebut DF yang merupakan singkatan dari Djakarta Fair (Ejaan Lama). Lambar laun ejaan tersebut berubah menjadi Jakarta Fair yang kemudian lebih populer dengan sebutan Pekan Raya Jakarta.

Ide awal PRJ dicetuskan oleh Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan . Tahun 1967 Haji Mangan menjabat sebagai Ketua KADIN (Kamar Dagang dan Industri). Ia lantas mengusulkan suatu ajang pameran besar untuk meningkatkan pemasaran produksi dalam negeri yang kala itu mulai bangkit pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965.  Ide Haji Mangan langsung disambar Bang Ali, yang pada tahun 1967 menjabat sebagai gubernur Jakarta.

Ali Sadikin sependapat dengan Haji Mangan. Ia bermimpi untuk membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang  cukup lama. Kebetulan, Pemda DKI ingin menyatukan berbagai "pasar malam" yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta. Contohnya adalah  Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas).

Haji Mangan sendiri terinspirasi dari berbagai event pameran internasional yang sering diikutinya sebagai seorang konglomerat dibidang tekstil. Untuk mewujudkan kerjasama itu, Haji Mangan dan Pemda DKI Jakarta segera  membentuk panitia sementara yang dipercayakan kepada  Kadin yang ketuanya dijabat oleh Haji Mangan sendiri.

Agar lebih resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) no. 8 tahun 1968 yang antara lain menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.

Sebuah yayasan yang diberikan nama Yayasan Penyelenggara Pameran dan Pekan Raya Jakarta juga dibentuk sebagai badan pengelola PRJ. Sesuai Perda no. 8/1968 tersebut tugas yayasan ini bukan hanya menyelenggarakan PRJ saja tetapi juga sebagai penyelenggara Arena promosi dan Hiburan Jakarta (APHJ) yang dijadwalkan berlangsung sepanjang tahun.

Dikunjungi Nixon
Pasar malam Gambir akhirnya memang disatukan menjadi Pekan Raya Jakarta. Karena kegigihan Syamsuddin Mangan, ide PRJ mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sayang, sebelum melihat ide dan gagasannya terwujud Syamsuddin Mangan dipanggil yang Maha Kuasa. PRJ 1968 sendiri berlangsung mulus dan bisa dikatakan sukses.

Dari data yang dihimpun, PRJ perdana itu mampu menyedot pengunjung  hingga 1,4 juta orang. Acara yang digelar pun unik. Kala itu digelar pemilihan Ratu Waria, yang diikuti sekitar  151 peserta. Sebuah jumlah yang cukup mengejutkan di saat itu. Melihat antusiasme masyarakat Jakarta, panitia pun semakin bersemangat untuk mengadakan PRJ dengan lebih baik lagi.

Hasilnya, PRJ 1969 memecahkan rekor penyelenggaran PRJ terlama karena memakan waktu penyelenggaraan 71 hari. Padahal PRJ pada umumnya berlangsung 30 - 35 hari. Bahkan Presiden AS pada waktu itu, Richard Nixon, datang ke Indonesia dan sempat mampir ke PRJ. Ia berhenti disebuah stan dekat Syamsuddin Mangan Plaza, sambil melambai-lambaikan tangannya ke pengunjung dan karyawan PRJ.

Penyelenggaraan PRJ akhirnya dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan pengunjung dan pesertanya terus bertambah. Dari sekedar pasar malam, PRJ "bermutasi" menjadi ajang pameran modern yang menampilkan berbagai produk. Areal yang dipakai juga bertambah. Dari hanya tujuh hektar di Kawasan Monas, sejak tahun 1992 dipindah ke Kawasan Kemayoran Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 hektar.

PRJ menawarkan konsep wisata dan belanja sekaligus. Konsep ini nyatanya  menarik jutaan pengunjung baik dari wilayah Jabodetabek, dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, maupun pengunjung dari manca-negara. Jika kontes Ratu Waria sempat menjadi andalan PRJ tahun 1968, di tahun 2012, band-band seperti Slank, Ungu, Sheilla on 7, GodBlees maupun Iwan Fals menjadi andalan untuk memeriahkan suasana malam PRJ.

Nantinya, sekitar 260 band yang tampil, harus menyelipkan lagu nasional dalam pertunjukan mereka. Ini untuk memperkenalkan lagu-lagu nasional pada generasi muda. Aturan ini disambut baik para musisi, diantaranya Ahmad Albar. Begitu pula puluhan band Indie, yang lolos seleksi untuk bisa tampil di arena PRJ. Pendek kata, ajang PRJ diyakini bisa memuaskan para pengunjung, baik untuk belanja maupun menghibur diri.

Kerak Telor di PRJ
Mengunjungi PRJ, juga tak luput dari pemandangan bertebarannya penjual kerak telor. Ini makanan khas Betawi. Kerak Telor sendiri adalah sebuah jajanan atau biasa disebut makanan ringan disaat santai bagi warga Betawi. Terbuat dari ketan, kelapa, udang kering, merica, garam, dan telur.  Tak jarang, orang mendatangi PRJ hanya sekedar ingin mencicipi nikmatnya kerak telor.

Sejak lokasi PRJ dipindah ke Kemayoran, jumlah penjual kerak telor memang meningkat drastis. Persaingan keras timbul, hingga terjadi saling jegal antar sesama penjual. Untuk memudahkan pengorganisasian, kini sudah dibentuk perkumpulan penjual kerak telor. Selain agar kompak, perkumpulan itu juga untuk  mempertahankan rasa kerak telor.

Penjual kerak telor dibagi menjadi tiga ring. Ring pertama adalah mereka yang menjual kerak telor dari etnis Betawi asli. Mereka berdagang di dalam komplek PRJ. Sementara ring dua dan tiga, harus berjualan di luar arena PRJ. Jika dijumlah, ada sekitar 700 pedagang kerak telor, yang mengais rejeki di arena PRJ. Jumlah itu tergabung dalam 10 kelompok, yang dikoordinir oleh Lembaga Kebudayaan Betawi.

Penjual kerak telor sekarang memang sudah lintas etnis. Tak heran, ada anggapan meriahnya PRJ membantu makanan tradisional ini tetap lestari di ibu kota. Sebelumnya sempat diberitakan, kerak telor hampir punah, karena gaya hidup masyarakat Jakarta sudah berubah drastis.  Kerak telor hanya menjadi makanan Betawi pinggiran, dan disajikan dalam moment-moment tertentu saja.

Tak diketahui pasti, sejak kapan kerak telor sudah muncul di arena PRJ. Namun jika merunut dari sejarah munculnya makanan ini, konon kerak telor sudah ada sejak PRJ tahun 1970. Perintis pertamanya adalah Pak Yusuf atau biasa disapa Pak Ook.  Ia dan teman-temannya iseng mencampurkan antara ketan, kelapa parut dan bumbu dapur lainnya. Buah keisengannya itu, banyak tetangganya yang suka. Tahun 70-an mereka pun mulai mencoba peruntungan dengan berjualan resep uniknya tersebut di arena PRJ di Monas.

Menariknya, tak hanya kerak telor yang bisa dicicipi di arena PRJ. Kuliner khas Betawi lain juga banyak dijajakan, untuk memuaskan minat pengunjung yang kerap susah mencari makanan asli Betawi.  Lembaga Kebudayaan Betawi merintisnya, dengan membuat stan yang menyajikan dodol Betawi, bir pletok, hingga telor goyang untuk dinikmati. Tentu saja dengan harga yang relatif murah. Selain itu juga dijumpai tahu goreng, nasi ulam, bubur ase dan laksa. Penikmat kuliner khas Betawi juga bisa mencicipi  akar kelapa dan rengginang.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!