Boleh saja sosok Iwan Fals dipuja puji komunitas OI seperti
orang suci. Tapi untuk soal empati, Iwan ternyata hanya berkoar-koar sebatas
syair lagu belaka. Saya tidak heran. Inilah kedahsyatan pencitraan, yang selama
bertahun-tahun dibangun Iwan dengan susah payah. Saya katakan ia tak memiliki
empati, karena sebagai penyanyi terkenal, Iwan paling tidak suka jika dimintai
foto bareng oleh penggemarnya. Rumor itu sudah lama saya dengar, termasuk sikapnya
yang selalu menjaga jarak dengan awak media.
Iwan Fals di sebuah konser |
Peristiwa menjelang konser ijo royo-royo di Boyolali, Jawa
Tengah, awal Juni 2012, menjadi
penegasan asumsi saya. Ceritanya, beberapa jam sebelum naik panggung, semua
artis pendukung acara melakukan sesi foto. Tak terkecuali Iwan, yang sore itu
memakai t-shirt warna krem dan celana ¾ putih dengan motif garis-garis hitam. Dia
sedang merokok sambil ngobrol, ketika dipanggil untuk ikut sesi foto bersama wartawan.
Iwan kemudian datang, sambil diiringi Cikal, anaknya yang kerap mendampinginya
dalam berbagai acara konser.
Sebetulnya di area pemotretan tak ada masyarakat yang ingin
sekedar melihat Iwan. Di dekat taman hotel hanya berkumpul para wartawan, artis
pengisi acara, musisi-musisi pendukung dan panitia pentas ijo royo-royo. Iwan mendapat sesi foto terakhir, setelah
Sawung Jabo, Toto Tewel, Ian Antono dan Oppie Andaresta di potret. Ia
didampingi musisi pengiringnya, termasuk Cikal yang ngintil terus seperti pengawal pribadi. Usai
difoto wartawan, tidak disangka panitia penyelenggara yang mayoritas laki-laki
segera menyerbu Iwan. Tujuannya cuma satu; ingin foto bersama.
Satu dua orang dilayani Iwan. Namun saat yang lain juga
antusias ingin berfoto, dengan cepat Cikal langsung mencegahnya.
“Stop,stop,stop…”katanya. Kebetulan saya memang agak jauh duduknya dari lokasi
pemotretan. Tapi dari kejauhan pula, saya melihat ekspresi kecewa para
penggemar Iwan yang juga panitia acara. Penyanyi balada dan lagu country itu
langsung berjalan menjauh, tanpa basa-basi lagi.
Cerita lebih seru justru saya dapatkan, ketika saya menumpang
mobil untuk menuju lokasi konser. Di dalam mobil, para anak muda yang sempat
meminta foto bareng dengan Iwan menceritakan kekecewaannya. “Masa baru tiga
jepretan langsung dihentikan Cikal. Sudah gitu dia bilang ‘tarif,tarif’. Ya
akhirnya aku mundur. Males minta foto bareng aja minta bayaran,”ujar laki-laki
dalam mobil. Info ini sempat saya cek ke beberapa orang lain. Ternyata benar
adanya.
Pentas Iwan sendiri cukup sukses. Tapi sepanjang 45 menit
jatah waktu dia, tak sekalipun Iwan menyapa penonton, yang kebanyakan komunitas
OI dari berbagai daerah. Ia lebih suka monolog, untuk mengantar dari satu lagu ke
lagu berikutnya. Anehnya, sambutan meriah masih tetap diberikan. Bahkan ada
yang seperti orang kesetanan. Anak-anak baru gede itu rupanya tak pernah berinteraksi langsung. Jujur saja, saya dulu suka lagu-lagunya. Tapi
setelah merasakan sendiri tingkah Mbak Yos, istri Iwan sekaligus manajernya,
saya langsung stop.
Saat kami menuju hotel usai bubaran pentas, hal ini menjadi
bahan diskusi di mobil. Kami menduga, Cikal tidak secara spontan bertingkah tak
simpatik seperti itu. Mungkin dia sudah dibrief sama ibunya. Tidak mungkin
Cikal bersikap seperti itu tanpa “arahan” dari orang tuanya. Atau, Iwan memang
membiarkan karena merasa dirinya sudah punya nama besar. Jika memang begitu
adanya, sungguh amat disayangkan. Apa susahnya bilang “maaf”, ketika memang
ingin menolak penggemar untuk foto bersama. Pakai saja alasan, mau istirahat
atau ada kegiatan lain. Tidak langsung menolak, apalagi sambil berteriak “tarif,tarif,
tarif”, seperti kondektur bus kota saja.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!