Ontran-ontran rumah tangga pasangan ini memang terbilang
rumit. Setelah pergi dari rumah 2004 silam, Agnes membawa dua anak dari 4 anak
hasil perkawinannya dengan Yuskam. Sekitar pertengahan Mei 2012, Agnes kembali
“menculik” dua anaknya yang lain, Tasya (11) dan Alif (13) yang ikut Yuskam.
Saat itu, Yuskam sedang bertugas ke Kalimantan. Tak lama, Agnes juga melaporkan
suaminya ke polisi, dengan tuduhan telah melakukan KDRT.
Dua anak yang pergi belakangan, menurut pengacara Yuskam,
nasibnya menjadi tak jelas. Mereka tidak
diketahui tinggal di mana dan sekolah di mana. Inilah yang jadi concern KPAI.
Maka KPAI berinisiatif memediasi keduanya, untuk membicarakan bagaimana nasib
anak-anak ke depannya. Agnes datang bersama 12 pengacaranya. Sementara Yuskam,
lagi-lagi kata pengacaranya, baru mau datang jika Agnes membawa serta dua anak
yang akan ditentukan nasibnya.
Sore itu Agnes tak datang bersama anak-anaknya. Alasannya,
mereka belum mau ketemu ayahnya. Masih trauma. Saya sempat bimbang juga, karena
Yuskamnur sebagai target utama bakal tidak datang. Para pengacaranya semua
tutup mulut. Sudah bolak-balik ke dalam kantor KPAI, informasi yang terang
belum saya dapatkan. Hingga iseng-iseng saya keluar gedung dan menuju halaman
parkir gedung KPAI.
Di situ ada seorang laki-laki parobaya yang saya kenal
orangnya pengacara Yuskamnur. Soalnya saat saya wawancara sang pengacara, dia
ikut nimbrung. Saya tanya beliau. Jawaban beliau cukup mengejutkan. Katanya,
Brigjen Yuskam datang tapi tidak keluar mobil. Dia bilang, Yuskam sudah pulang
pukul 15.00, setelah melihat Agnes tak membawa anak-anak. Info ini saya sampaikan ke fotografer. Karena
masih penasaran, saya kembali masuk gedung dan merapat pada pengacara Agnes.
Dari mulut pengacara Agnes, informasi mengejutkan keluar.
Ternyata, Yuskamnur sudah berada di dalam ruangan komisioner KPAI. Ia sedang
berunding dengan Agnes dan para pengacaranya. Gila. Pantas saja tadi para
wartawan disuruh keluar , dengan alasan yang tidak jelas. Rupanya saat wartawan
keluar, Yuskam masuk. Info dari pengacara Agnes, Yuskamnur pakai baju warna
coklat terang. Berdasar ini, kami berbagi tugas. Kebetulan ada dua fotografer
yang bersama saya. Dua pintu keluar masing-masing disanggongi seorang
fotografer.
Cukup lama juga saya menunggu. Andrenalin mulai meninggi,
ketika Agnes dan rombongan keluar ruangan. Saya segera lari untuk merekam
statemen Agnes dan pengacaranya. Tapi, karena tak mau kehilangan moment, saya
sempat tinggalkan dan kembali menunggu Yuskam. Alat perekam saya titipkan pada
fotografer. Hingga kemudian, seorang pria agak buncit keluar mengenakan kemeja
coklat terang. Tanpa ampun, fotografer segera menembaknya.
Jepret,jepret,jepret…!
susahnya para fotografer |
Sungguh menggelikan melihat reaksi Yuskamnur. Seperti
melihat ular kobra yang bakal menyerang, dia terkaget-kaget dan dengan spontan
lari ke belakang punggung pengacaranya. Peristiwa ini terjadi dalam hitungan
detik. Sang pengacara bahkan terlihat ikut kaget. Karena menyadari masih ada
wartawan, Yuskamnur akhirnya masuk kembali ke ruangan. Dia ngendon
di kamar, dan tidak keluar lagi, hingga saya memutuskan pulang. Senja
sudah mulai jatuh. Fotografer saya masih
menunggu, saat saya membelah kemacetan ibu kota.
Orang-orang Yuskamnur memang meminta wartawan pulang. Tapi
permintaan itu tak kami penuhi. Mereka akhirnya tak bisa berbuat apa-apa. Pukul 20.00 saya sampai di rumah. Saya tanya
pada fotografer apakah bisa mendapat foto pak brigjen. Jawaban fotografer
menggelikan. Katanya, saat keluar, semua lampu gedung dimatikan. Yuskam lantas ngeloyor,
dengan muka ditutupi karton seperti
orang yang habis kena razia di hotel-hotel melati. Dia selamat menuju mobil,
tanpa terlihat bagaimana bentuk parasnya.
Bagaimana hasil foto “curian” yang sempat diambil fotografer
di depan ruangan mediasi? Gambarnya lebih lucu lagi. Dari balik punggung sang
pengacara, wajah Yuskamnur tak terlihat sama sekali. Hanya dua telapak tangannya
yang nampak mencengkeram bahu sang pengacara, dengan ekpresi pengacara yang
ikut shock. Baru kali ini saya tahu, ternyata pejabat Badan Intelijen Negara
(BIN) takut dengan kamera wartawan. Kebetulan saat dilaporkan ke polisi oleh
Agnes, Yuskamnur masih tercatat sebagai pejabat BIN. Mungkin jika wajahnya dikenal publik, dia
takut penyamarannya bakal selalu terbongkar,hehehehe.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!