Daftar Isi

Thursday, June 14, 2012

Pak Jenderal Takut Kamera

Jika Lady Diana meninggal dunia setelah mobil Mercedesnya dikejar papparazi,ketakutan serupa terjadi pada Brigjen (Pol) Yuskamnur, seorang perwira tinggi Polri yang dilaporkan mantan istrinya dengan dugaan telah melakukan tindak  Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Awal Juni 2012, Yuskam dipastikan bakal mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ia akan berunding dengan mantan istrinya, Agnes, terkait nasib 4 anaknya yang berada di bawah pengasuhan Agnes. Bersama fotografer, saya datang ke kantor KPAI di bilangan Teuku Umar, Jakarta Pusat.

Ontran-ontran rumah tangga pasangan ini memang terbilang rumit. Setelah pergi dari rumah 2004 silam, Agnes membawa dua anak dari 4 anak hasil perkawinannya dengan Yuskam. Sekitar pertengahan Mei 2012, Agnes kembali “menculik” dua anaknya yang lain, Tasya (11) dan Alif (13) yang ikut Yuskam. Saat itu, Yuskam sedang bertugas ke Kalimantan. Tak lama, Agnes juga melaporkan suaminya ke polisi, dengan tuduhan telah melakukan KDRT.

Dua anak yang pergi belakangan, menurut pengacara Yuskam, nasibnya menjadi  tak jelas. Mereka tidak diketahui tinggal di mana dan sekolah di mana. Inilah yang jadi concern KPAI. Maka KPAI berinisiatif memediasi keduanya, untuk membicarakan bagaimana nasib anak-anak ke depannya. Agnes datang bersama 12 pengacaranya. Sementara Yuskam, lagi-lagi kata pengacaranya, baru mau datang jika Agnes membawa serta dua anak yang akan ditentukan nasibnya.

Sore itu Agnes tak datang bersama anak-anaknya. Alasannya, mereka belum mau ketemu ayahnya. Masih trauma. Saya sempat bimbang juga, karena Yuskamnur sebagai target utama bakal tidak datang. Para pengacaranya semua tutup mulut. Sudah bolak-balik ke dalam kantor KPAI, informasi yang terang belum saya dapatkan. Hingga iseng-iseng saya keluar gedung dan menuju halaman parkir gedung KPAI.

Di situ ada seorang laki-laki parobaya yang saya kenal orangnya pengacara Yuskamnur. Soalnya saat saya wawancara sang pengacara, dia ikut nimbrung. Saya tanya beliau. Jawaban beliau cukup mengejutkan. Katanya, Brigjen Yuskam datang tapi tidak keluar mobil. Dia bilang, Yuskam sudah pulang pukul 15.00, setelah melihat Agnes tak membawa anak-anak.  Info ini saya sampaikan ke fotografer. Karena masih penasaran, saya kembali masuk gedung dan merapat pada pengacara Agnes.

Dari mulut pengacara Agnes, informasi mengejutkan keluar. Ternyata, Yuskamnur sudah berada di dalam ruangan komisioner KPAI. Ia sedang berunding dengan Agnes dan para pengacaranya. Gila. Pantas saja tadi para wartawan disuruh keluar , dengan alasan yang tidak jelas. Rupanya saat wartawan keluar, Yuskam masuk. Info dari pengacara Agnes, Yuskamnur pakai baju warna coklat terang. Berdasar ini, kami berbagi tugas. Kebetulan ada dua fotografer yang bersama saya. Dua pintu keluar masing-masing disanggongi seorang fotografer.

Wartawan lain tak ada yang tahu. Saya sendiri menunggu di salah satu pintu, bersama seorang fotografer. Rencananya, saat Yuskam keluar, saya akan meminta komentarnya secara door stop. Begitu pula fotografer. Sesekali akan bertindak sebagai paparazzi, dengan menjepretnya tanpa pamit. Buat apa ngomong, kalau selama ini Yuskam seperti ditelan bumi. Tak pernah muncul barang sebentar, meski sang mantan istri sudah banyak bicara di media massa.

Cukup lama juga saya menunggu. Andrenalin mulai meninggi, ketika Agnes dan rombongan keluar ruangan. Saya segera lari untuk merekam statemen Agnes dan pengacaranya. Tapi, karena tak mau kehilangan moment, saya sempat tinggalkan dan kembali menunggu Yuskam. Alat perekam saya titipkan pada fotografer. Hingga kemudian, seorang pria agak buncit keluar mengenakan kemeja coklat terang. Tanpa ampun, fotografer segera menembaknya. Jepret,jepret,jepret…!
susahnya para fotografer
Sungguh menggelikan melihat reaksi Yuskamnur. Seperti melihat ular kobra yang bakal menyerang, dia terkaget-kaget dan dengan spontan lari ke belakang punggung pengacaranya. Peristiwa ini terjadi dalam hitungan detik. Sang pengacara bahkan terlihat ikut kaget. Karena menyadari masih ada wartawan, Yuskamnur akhirnya masuk kembali ke ruangan.  Dia ngendon  di kamar, dan tidak keluar lagi, hingga saya memutuskan pulang. Senja sudah mulai jatuh.  Fotografer saya masih menunggu, saat saya membelah kemacetan ibu kota.

Orang-orang Yuskamnur memang meminta wartawan pulang. Tapi permintaan itu tak kami penuhi. Mereka akhirnya tak bisa berbuat apa-apa.  Pukul 20.00 saya sampai di rumah. Saya tanya pada fotografer apakah bisa mendapat foto pak brigjen. Jawaban fotografer menggelikan. Katanya, saat keluar, semua lampu gedung dimatikan. Yuskam lantas ngeloyor, dengan  muka ditutupi karton seperti orang yang habis kena razia di hotel-hotel melati. Dia selamat menuju mobil, tanpa terlihat bagaimana bentuk parasnya.

Bagaimana hasil foto “curian” yang sempat diambil fotografer di depan ruangan mediasi? Gambarnya lebih lucu lagi. Dari balik punggung sang pengacara, wajah Yuskamnur tak terlihat sama sekali. Hanya dua telapak tangannya yang nampak mencengkeram bahu sang pengacara, dengan ekpresi pengacara yang ikut shock. Baru kali ini saya tahu, ternyata pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) takut dengan kamera wartawan. Kebetulan saat dilaporkan ke polisi oleh Agnes, Yuskamnur masih tercatat sebagai pejabat BIN.  Mungkin jika wajahnya dikenal publik, dia takut penyamarannya bakal selalu terbongkar,hehehehe.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!