jalan Braga, Bandung |
Braga memang banyak berubah. Aspal hotmix sudah
diganti conblok yang cepat pecah. Pedagang lukisan jumlahnya menjadi puluhan.
Galeri seni dan resto dengan beragam jenis menu bertumbuh di kanan kiri jalan. Gedung-gedung
tua yang dulu sempat ngetop telah berganti fungsi atau tutup karena tak kuat
bersaing. Satu-satunya penanda yang tak lapuk di makan usia adalah tempat-tempat
bersantai, yang sudah hadir sejak puluhan tahun silam. New Braga Club, R Caraoce, Escobar Live Music, Grhyfone Live
Caraoke, Caesar Pallace Distrik dan Intro Live Music adalah diantaranya.
***
Laiknya
kawasan hiburan dan “cuci mata”, Braga tak luput dari otak bisnis para seniman
lukis. Boleh jadi para seniman lukis sekitar Bandung berfikir pragmatis, pelancong yang
memadati Braga adalah mereka yang berkantong tebal. Maka selain jadi pusat
hiburan, Braga juga menjadi sentra berbagai aliran lukisan dipajang. Dari kelas
kaki lima hingga galeri-galeri seni yang didesain dengan sentuhan kontemporer,
semua ada. Semua hidup, bergerak dan berdenyut menikmati limpahan rejeki dari
para kolektor lukisan. Salah satunya adalah Pak Ujang (67) yang sudah 30 tahun
berjualan lukisan di Jalan Braga.
deretan penjual lukisan |
Walau
penjual lukisan kini menjadi sekitar 60 orang, Pak Ujang masih tetap bertahan
dengan profesinya. Ia juga enggan untuk berpindah tempat, takut pelanggannya
susah mencarinya. Pak Ujang bertutur,
para pelanggannya yang kebanyakan para kolektor lukisan, secara berkala sering
mendatanginya untuk melihat lukisan-lukisan terbaru. Dari merekalah, ia bisa
menghidupi anak istrinya. “Selain itu, saya juga jadi kurator. Kalau ada
lukisan yang rusak atau kurang bagus saya reparasi,”ujar pria gaek ini.
Harga
lukisan yang ditawarkan bervariasi, dari Rp 200 ribu hingga Rp 5 juta.
Berdasarkan pengalaman panjangnya di dunia lukisan, Pak Ujang selalu
menyediakan lukisan pemandangan, bunga, kaligrafi dan ikan koi atau kuda yang
banyak diburu para kolektor. Sementara untuk lukisan beraliran ekspresionis
atau dekoratif hanya beberapa yang berminat. Dari mana Pak Ujang mendapat semua
lukisan itu?”Para pelukis datang sendiri ke sini. Biasanya saya langsung beli
kontan. Karena kalau nunggu sampai laku kasihan mereka. Kebutuhan hidup khan
nggak bisa ditunda,”ujar pria yang tinggal di Ujung Berung ini.
***
Ada
untungnya juga gedung-gedung tua di jalan Braga yang tutup karena dimakan usia.
Di depan bangunan yang sudah tak terpakai itulah, para penjual lukisan memajang
jualannya. Lukisan-lukisan dengan berbagai aliran dan tema, membuat wajah Jalan
Braga seperti sebuah galeri besar. Kadang, bila lelah berjalan melihat-lihat
lukisan, pusat jajanan menjadi tujuan berikutnya, sekedar untuk membuang penat.
Sebuah toko kue kuno, dengan alat timbangan zaman Belanda dan interior bangunan
yang lumayan jadul, bisa jadi
alternatif bertandang. Namanya; Toko Sumber Hidangan.
Ini
toko benar-benar tua secara harfiah. Selain bentuk fisik bangunannya, para
pekerja yang melayani pembeli pun kebanyakan berusia lanjut. Maklumlah.
Rata-rata mereka sudah bekerja di atas 20 tahun. Salah satunya Mak Engkus, yang
sudah bekerja sejak berumur 17 tahun dan hingga kini masih aktif melayani
pembeli meski usianya sudah menginjak 64 tahun. Kata Mak Engkus, toko ini sudah
berdiri sejak 1926. Pemilik yang mengelolanya sekarang adalah generasi kedua
pendiri toko dan sudah berusia 80 tahun. “Kita menyediakan semua jenis jajanan.
Bisa langsung dimasak, sambil ditunggu,”kata Mak Engkus.
Pelanggan
kue toko ini, uniknya, bisa makan nasi goreng, bistik dan es cream saat
menunggu pesanan siap dibawa pulang. Hampir semua kue produksi toko ini laku di
pasaran. Pelanggan setianya selalu datang, saat mereka kangen menikmati kue-kue
seperti kroket, roti bolu, lemper dan lain-lain. Semua kue yang dimasak toko,
rasanya tidak pernah berubah sejak pertama toko berdiri. “Soalnya resepnya tetap
sama. Sampai kini resep itu sudah diturunkan ke anaknya yang sekarang
mengelola. Kami tidak pernah dikasih tahu. Jadi bumbu-bumbunya tetap dibikin
sang pemilik,”kata Mak Engkus.
Toko
Sumber Hidangan melengkapi tempat-tempat kuliner sepanjang Jalan Braga, yang
pantas untuk dicoba. Diantaranya Mie Reman, bebek goreng, atau pusat jajanan
modern di Braga City Walk, yang belum lama berdiri. Tak jauh dari Toko Sumber Hidangan,
resto Braga Permai juga menjadi tempat yang diincar para pengunjung Jalan Braga.
Di resto ini, tersedia Western Food, Italian Food dan Oriental Food. “Ini
restoran paling tua di sini (Jalan Braga). Karena sudah dikenal, kami buka dari
pagi hingga tengah malam,”kata Rustandi, petugas sekuriti resto yang berjaga di
depan.
galeri kaki lima |
***
Banyaknya
pelancong Jalan Braga, kerap kali membuat toko kerajinan menjadi tujuan
berikutnya, sekedar mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang. Ibu Sabrina yang
membuka toko kerajinan SiBayak, rupanya mencium peluang itu. Sejak 8 tahun
lalu, perempuan yang lahir di Jalan Braga ini banting stir menjual beragam
kerajinan tangan, setelah jualan busananya kurang laku. Pilihan Ibu Sabrina
ini, nyatanya tidak salah.”Banyak para wisatawan domestik maupun dari luar
negeri yang membeli kerajinan tangan untuk kenang-kenangan,”ujar Ibu Sabrina.
Untuk
memenuhi kebutuhan pembeli dan menjaga kualitas kerajinan, Ibu Sabrina sampai
membina para pengrajin. Mereka dididik agar menghasilkan karya sesuai kualitas
yang diinginkannya. Namun begitu, Ibu Sabrina juga kerap menerima titipan dari
para pengrajin dari sekitar Bandung. Dari semua barang kerajinan yang dijual,
kerajinan wayang menjadi primadona pengunjung tokonya. “Saya juga sempat nggak
percaya, karena anak-anak juga suka beli wayang. Entah wayang kulit atau wayang
golek,”ujar Ibu Sabrina.
Tak
hanya menjual barang di tokonya, Ibu Sabrina juga menerima pesanan kerajinan
untuk beragam keperluan. Ada yang dijual lagi, banyak pula yang dipakai untuk
souvenir misal pernikahan. Baru-baru ini, ia menerima pesanan membuat 1000
bumerang, untuk dijual lagi oleh seorang pelanggan tokonya. “Untuk koleksi pribadi
biasanya pelanggan pesan wayang. Mereka ingin dibuatkan tokoh-tokoh wayang tertentu,”ujar
Ibu Sabrina. Tak ketinggalan, ia juga menerima pesanan dari lembaga, seperti
patung garuda di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibuat
dari tembaga.
***
model dadakan jln Braga |
Braga di malam hari |
Penyanyi
Charly Van Houten salah satu yang suka nongkrong di Jalan Braga. Ia biasa
datang, ketika senja mulai menangkup Kota Bandung. Karena hampir sebagian besar
resto, pub, karaoke dan diskotik mulai buka setelah pukul 18.00 WIB. Saat itulah, Braga mulai berkurang dari hiruk
pikuk kendaraan yang lewat. Toko kue, cinderamata, penjual lukisan dan
aktivitas hunting foto dan syuting sinetron undur diri.Seiring semakin
dinginnya udara Kota Bandung, kehangatan justru semakin naik, sejalan dengan
kedatangan para pelancong yang membuat Jalan Braga seperti tak pernah
tidur.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!