Daftar Isi

Friday, May 18, 2012

Secangkir Es Cappucino

Banyak seleb yang besar kepala, karena merasa dirinya sudah tenar dan kaya raya. Ini saya rasakan benar, sebagai kuli tinta yang selalu berinteraksi dengan mereka. Tapi berbeda dengan laki-laki satu ini. Saya bukan memuji. Tapi sejak awal saya melihat Surya Saputra, dia benar-benar menghormati siapa saja. Termasuk wartawan yang kerap menyapanya di acara-acara yang dia ikuti. Contoh kecil saja soal akses menghubungi dia. Saya meminta nomornya saat bertemu di Festival Film Bandung, Mei 2012. Dia langsung memberinya.

Surya di sebuah pojok
Awalnya, saya ragu apakah itu nomor dia langsung atau tidak. Maklumlah. Dari sekian banyak peraih piala FFB, saat saya meminta nomornya selalu dihubungkan dengan sang manajer. Mereka menjadi sosok yang tak tersentuh. Seolah-olah "haram" ditelepon langsung oleh wartawan, tanpa campur tangan sang manajer. Bahkan saya sempat menjumpai dan meminta nomor kontak presenter yang juga seorang perancang busana yang gayanya kemayu. Kita, para wartawan cuma dikasih nomor butiknya. Aje gileee,hehehehe..

Saat saya SMS Surya, dia langsung balas. Ada manajer, tapi hanya sebatas mencari waktu luang Surya agar bisa bertemu. Setelah saya disuruh datang ke RS Meilia di Cibubur, kontak-kontak kembali dengan Surya. Dia well come, akrab, membumi dan tidak menjaga jarak. Saya lihat waktu meninggalkan lokasi syuting sinetron, semua kru dan figuran di pamiti. Surya juga memakai baju koko, layaknya seorang ustaz. Tak ketinggalan, ucapan salam selalu menghias bibirnya.

Kami ngobrol di gerai minuman kecil, ditemani segelas es cappucino.Dari A sampai Z wawancara berlangsung. Termasuk off the reccord terkait masalahnya dengan seorang WNI keturunan, yang bertindak sewenang-wenang karena punya backing orang kuat di republik ini. Surya mengaku sering ditipu, karena dia selalu berprasangka baik pada orang lain. Tapi dari situ, dia mengajarkan pada saya untuk berhati-hati di Jakarta, karena banyak orang jahat. "Di Jakarta itu kalau mau bisnis harus punya hati tegaan. Saya nggak bisa seperti itu,"ujarnya.

Surya bahkan bercerita, ada seorang dari Yogya, yang disuruh datang ke Jakarta karena dijanjikan main di sebuah film. Janji itu ternyata kosong belaka. Orang itu lantas tidur di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, karena kehabisan duit. Untung saja Surya menemukannya. Ia lantas mengajak orang itu tidur di rumahnya. Ia mengaku terketuk hatinya, karena pernah mengalami masa-masa sulit saat merintis karir dari bawah. Bahkan saat tawaran main film  sepi, Surya sempat berdagang sembako dengan modal Rp 4,5 juta.

Usai wawancara, kami tidak segera pulang. Hujan lebat menahan langkah kami. Obrolan non formal lantas kembali disambung, di depan pintu masuk rumah sakit. Sudah pasti, sambil diselingi beberapa orang yang ingin berfoto bersama. Surya melayaninya dengan ramah. Tidak nampak sedikitpun perasaan dia sebagai bintang film top. Saat hujan sudah mulai reda, kami berpisah. Dia menuju mobil Honda CRV model lama, saya ke parkiran Suzuki Thunder yang baru saja kena tilang STNK-nya di Pasar Rebo.

Dalam suasana hujan menyeluruh di wilayah kota Jakarta, saya pikir benar-benar semua omongan Surya. Dia memang lain kualitasnya. Popularitas dan kekayaan tidak membuatnya silau. Mungkin ini bisa menjadi pembelajaran menarik bagi pihak lain. Benar, tidak semua artis jadi sombong setelah terkenal. Surya Saputra sudah membuktikannya. Sayang, dari sekian banyak orang yang berkecimpung di jagat hiburan, orang yang benar-benar seperti Surya hanya segelintir saja. Yang lainnya.....merdeka!merdeka!merdeka! (mirip zaman tahun 45 saja,hehehehe)

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!