Daftar Isi

Saturday, January 7, 2012

pak menteri korupsi umur

Melobi untuk wawancara seorang pejabat penting, tentu butuh kesabaran tersendiri. Bukan apa-apa. Sebagai wartawan tabloid hiburan, posisi saya kadang sudah dicurigai duluan, bila meminta waktu khusus untuk wawancara. Mereka berfikir, kalau yang diobrolin bukan masalah politik, pasti kejadian rumah tangga yang seyogyanya harus ditutup rapat.Begitulah kenyataannya.Saya meminta waktu untuk mengkonfirmasi isu-isu yang ramai dibahas soal perseteruan ibu ini dengan seseorang. Si ibu adalah anggota dewan yang juga istri seorang mantan menteri.
Seperti yang saya duga, pesan pendek saya tak pernah dibalas.Berhari-hari. Sampai tiap rapat redaksi, redaktur pelaksana menyuruh saya menunggu kalau-kalau si ibu mau membuka pintu. Lewat asistennya sama saja.Susah. Alasannya, ayahnya sedang sakit. Lain waktu beralasan sedang berkunjung ke daerah konstituennya. Karena tak juga mendapat respon positif, saya mulai melupakan, meski masih terus berharap.
Ketika proses lobi berlangsung, suaminya masih menjabat sebagai menteri. Beliau juga tokoh berpengaruh di Indonesia Timur.Anehnya, dengan ketokohan seperti itu, beliau tidak pernah mau menanggapi serangan yang dilancarkan pihak lain terhadap istrinya. Inilah yang menarik. Ada apa?Apalagi tak ada satu pun tabloid yang diterima wawancara khusus dengan dia.
Hingga pada suatu hari, sebuah pesan pendek masuk ke ponsel saya. Alamak!Pesan itu datang dari si ibu itu. Beliau menjanjikan akan memberi waktu wawancara, karena mengaku sudah gerah dengan segala fitnah dan tuduhan tak berdasar dari pengacara rivalnya.”Mereka sudah membawa masalah ini ke wilayah politik. Padahal saya masih menahan diri agar bisa diselesaikan secara kekeluargaan,”katanya.
Saya bilang, memang begitulah pengacara tersebut. Gayanya tengil dan suka teriak-teriak di depan kamera wartawan infotainment (sok bijak padahal saya memang sedang mengambil hati beliau,hehe). Akhirnya disepakati tanggal kita ketemu. Dengan senang hati saya sanggupi. Tidak lupa saya mohon ijin untuk datang bersama fotografer.Ibu membolehkan.
Saat rapat redaksi,kabar ini saya angkat.Beberapa teman menolak menjadikannya sebagai cerita utama. Alasannya, isunya sudah mulai mendingin.Selain itu, tidak ada cantelan berita lain yang terkait dengan si ibu, yang membuat wawancara itu layak untuk dimuat. Pendapat itu benar juga. Bukankah berita yang sudah basi memang tak layak untuk dikunyah-kunyah lagi?Apalagi rating di tayangan infotainment selalu melorot, kalau ada yang mengangkat kembali isu perseteruan dia.
Tapi, ini kesempatan. Lagi pula kalau tidak diambil sayang juga. Siapa tahu ada info baru yang belum pernah dipublish media lain.Alhasil, tawaran si ibu disepakati untuk diambil. Seminggu menunggu, satu hari sebelum hari H saya memastikan besok bisa dikasih waktu. Awalnya pesan pendek saya diacuhkan. Tapi dia akhirnya memastikan bisa, karena ia sudah pulang dari tanah suci.
                                ***
Saya kembali mengkonfirmasi, kalau bersedia diwawancara, di mana dan jam berapa saya bisa datang? Tapi pesan pendek saya ini tak bersambut. Saya kembali disergap gelisah. Hingga malamnya, jawaban itu datang juga. Ibu bilang, saya boleh datang sekitar pukul 20.00 WIB di rumah dinas Widya Chandra. Alhamduliah. Tapi tunggu dulu. Ada tambahan persyaratan yang membuat jidat saya berkerut. Pertanyaan harus diketik dan tidak ada wawancara kasus utama. Saya disuruh datang untuk menyerahkan daftar pertanyaan sekalian ikut menyaksikan pesta ulang tahun suaminya.
Meski dongkol, tapi saya tetap positif thinking. Kalau sudah meminta daftar pertanyaan, masa sih dia tidak akan memberi waktu khusus? Jadi persyaratan itu saya terima. Esoknya, saya siapkan daftar pertanyaan. Saya ketik di rumah dan di print di warnet terdekat.Sebelum maghrib, saya berangkat di tengah mendung yang menggantung di kompleks rumah saya. Tiba di Ciputat, hujan deras seperti dicurahkan dari langit. Saya berteduh sambil makan nasi uduk. Dari Ciputat arah Lebak Bulus, macet bukan main. Saya panik. Takut terlambat sampai di Widya Chandra.
Fotografer tabloid sudah sampai di Widya Chandra. Dia telepon dan menyuruh saya cepat-cepat datang. Ya, Tuhan. Saya bilang jalanan benar-benar macet. Sampai-sampai motor saya tak bisa bergerak. Keluar dari kompleks Pondok Indah, jalanan lancar.Saya kebut motor dan tiba di Widya Chandra saat acara sudah dimulai. Memang suaminya belum keluar. Asisten si ibu terlihat kaget, ketika melihat saya datang.
“lho, mas…akhirnya bisa juga ya dikasih waktu?”
Saya hanya tersenyum. Di dalam banyak pejabat-pejabat departemen anak buah suaminya. Saya mengenalkan diri pada ibu. Dia nampak ceria.Menyambut satu persatu tamu yang datang. Saya lihat tak ada tokoh partai.Asistennya di depan bilang, memang acara itu tidak mengundang pengurus partai. Pantas saja.Di depan rumah, ada dua karangan bunga yang mengucapkan selamat ulang tahun. Semuanya mencantumkan usia pak menteri; 59 tahun.
Saya serahkan daftar pertanyaan.Menyesal saya makan nasi uduk di Ciputat. Di sini banyak makanan enak. Ada nasi kebuli, sate padang, lasagna, roti cane, roti jala, ayam bakar dll. Tapi kalau sudah kenyang mau bagaimana lagi?Terpaksa saya cuma makan buah anggur yang manis dan segar. Sekitar pukul 21.20 kue ulang tahun setinggi 2,5 meter di potong. Acara dilanjut nyanyi-nyanyi. Tanpa menuggu acara selesai, saya dan fotografer pamit pada si ibu.
Saya pulang. Daftar pertanyan itu saya kira paginya akan langsung dibalas dan dikirim balik. Ketika saya tagih, si ibu agak sedikit sewot bilang butuh waktu. Praktis selama seminggu saya menunggu lagi. Hingga menjelang date line naskah, dengan agak takut-takut saya tanyakan lagi kepastian jawaban. Alhamduliah, saya disuruh datang kembali ke Widya Chandra. Kali ini saya akan langsung wawancara.
Hari Sabtu sore, saya sudah sampai di Widya Chandra. Asistennya bilang tunggu sebentar. Pak menteri baru pulang main golf. Ia datang memakai sedan lexus, dengan pengawalan Nissan Terano bernopol dinas tentara. Tak lama, saya dipersilahkan masuk. Sore itu si ibu tampil cantik sekali. Sebelum wawancara berlangsung, dia bilang akan menyampaikan kronologis kasus. Tanpa direkam. Hanya boleh di catat point-pointnya.
Selama dua jam dia bicara tanpa saya potong. Dengan segala ekspresi dan naik turun nadanya. Ketika sesi pertanyaan tiba, mendadak ia dipanggil suaminya. Ada acara yang harus dihadiri. Busyet dah. Terpaksa wawancara batal. Tapi si ibu bilang bikin saja sesuai catatan yang ada. Saking mendadaknya, kami tak sempat meminum air teh yang disediakan pelayan rumah tangganya. Apes!Sebelum pulang, si ibu bilang kasusnya jangan dijadikan cover. Dia juga ngomong akan memberi tambahan data yang kira-kira belum diceritakan.
                                 ***
Karena akan ada tambahan data, naskah sudah harus dikirim paginya. Malam minggu, saya berkomunikasi dengan redaktur pelaksana. Di sepakati bahan-bahan yang sudah saya serap ditulis jadi dua halaman. Tapi karena sudah capai, saya tertidur. Paginya, saya juga tak bisa menulis, karena anak-anak saya mengganggu terus. Siang sekitar pukul 13.00 si ibu mengirim pesan pendek. Ia bertanya kenapa naskahnya belum di kirim?Saya bingung. Saya bilang saja segera dikirim bu, karena saya harus koordinasi dengan atasan.
Di sisi lain, istri minta pergi sama anak-anak. Akhirnya saya ajak istri ke Pamulang Square. Ponsel saya matikan. Saya kirim draft kasar calon naskah untuk dilihat dulu.Baru malamnya, saya ketik sampai pagi. Tanpa tidur. Asisten si ibu bilang naskah sudah diterima dan tunggu dikoreksi. Hari itu hari Senin, date line akhir naskah sebelum naik ke percetakan. Saya berharap bisa segera merevisi,sebelum dibawa ke Gramedia.
Selain ke si ibu, naskah versi saya juga saya kirim ke redaktur pelaksana. Siang si ibu kembali menelepon. Dia bilang baru kelar rapat. Alhasil baru membaca kiriman naskah saya.”Siang ini saya mau ke Singapura.Tunggu sampai sore masih bisa khan? Tapi kalau nanti saya nggak sempat, jangan dipaksakan terbit edisi besok ya?Saya mau benar-benar bagus,”katanya.
Ampuuun! Saya benar-benar kesal. Saya kirim BBM ke redaktur pelaksana. Naskah dia di drop saja, daripada pusing mikir intervensinya. Tapi redpel bilang tidak bisa. Soalnya sudah disetujui pemimpin redaksi. Lagi pula selain redaksi, tidak ada seorang pun yang berwenang untuk melarang terbitnya berita, sekalipun itu menkominfo. Saya bilang nanti redpel saja yang ngomong sama ibu. Saya capai.
Malam tambahan data belum juga sampai. Sekitar pukul 23.00 baru ada telepon. Saya disuruh ngecek email. Kiriman tambahan naskah saya terima. Masa Allah.Tambahan itu benar-benar tambahan dalam arti harfiah. Setiap kata disisipi tambahan. Di kalimat pujian, ditambah semakin dipuji. Di kalimat “penyesalan” ditambah dengan cacian. Naskah yang sudah panjang menjadi semakin membengkak. Editor naskah protes. Kalau semua diambil, struktur kalimat menjadi acakadut. Juga space tidak memungkinkan. Bisa-bisa berita ini tidak ada fotonya. Intinya, cermati saja mana bagian yang kira-kira salah. Ini yang harus diganti.
Saya lihat satu-satu. Ada nama jalan yang salah. Saya ganti.Ada judul lagu yang salah. Juga saya betulkan. Judul artikel juga saya tambah menjadi lebih tajam dan menusuk, sesuai revisi si ibu.Dan satu hal yang membuat kening saya berkerut, ulang tahun pak menteri ke-49 ternyata diganti juga. Kini angka 49 itu berubah menjadi 47. Tapi, karena ini permintaan dia, saya ganti juga. Tentu sambil berfikir, apa saya salah lihat ya?Ah, sepertinya tidak. Di karangan bunga yang dikirim ke rumah jelas-jelas terpampang angka 49. Saya yakin si ibu ini sengaja “mengkorup” usia suaminya. Tujuannya apa? Wallahua’lam. Apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa bergerak untuk mengatasinya? Soal ini juga wallahualam,hehehe.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!