Daftar Isi

Monday, December 31, 2012

Sejarah Tahun Baru

Tiap kali bulan Desember berakhir, pesta tahun baru Masehi segera dirayakan di seluruh dunia. Terompet,kembang api dan berbagai pesta mewarnai datangnya tahun baru. Namun jarang yang tahu, jika tradisi perayaan Tahun Baru sudah dilakukan jauh sebelum tiba tahun Masehi.  Begitupun nama-nama bulan, sempat dibongkar pasang tergantung penguasa Romawi zaman baheula.

Bangsa Romawi Kuno
Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali revisi. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahun hingga tahun baru diadakan tiap awal Bulan Maret.

Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian . Urutan bulan menjadi: Januarius, Februarius,Martius,Aprilis, Maius, Iunius, Quintilis,  Sextilis, September, October, November, dan December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.

Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.

Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua Senat dapat berkumpul untuk memilih Konsul. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.

Tahun Baru Masehi
Sejak  Konstantinus yang Agung menduduki tahta Kaisar Romawi tahun 312 M, Kristen menjadi agama yang legal di Kekaisaran Romawi Kuno. Bahkan tanggal 27 Februari 380 M Kaisar Theodosius mengeluarkan sebuah maklumat, De Fide Catolica, di Tesalonika, yang dipublikasikan di Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi Kuno.

Di Abad-abab Pertengahan (middle ages), abad ke-5 hingga abad ke-15 M, Kristen memegang peranan dominan di Kekaisaran Romawi hingga ke negara-negara Eropa lainnya. Berdasarkan keputusan Konsili Tours tahun 567 umat Kristen ikut merayakan Tahun Baru dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi. Kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, yakni hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru.

Umat Kristen menggunakan kalender yang dinamakan Kalender Masehi. Mereka menggunakan penghitungan tahun dan bulan kalender Julian, namun menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan (tahun 1 Masehi), walaupun sejarah menempatkan kelahiran Yesus pada waktu antara tahun 6 dan 4 SM.

Setelah meninggalkan Abad-abad Pertengahan, pada tahun 1582 M Kalender Julian diganti dengan Kalender Gregorian. Dinamakan Gregorian karena Dekrit rekomendasinya dikeluarkan oleh Paus Gregorius XIII. Dekrit ini  disahkan pada tanggal 24 Februari 1582 M. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian.

Akibatnya setelah tanggal 4 Oktober 1582 Kalender Julian, esoknya adalah tanggal 15 Oktober 1582 Kalender Gregorian. Tanggal 5 hingga 14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam sejarah Kalender Gregorian. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.

Pada mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini. Baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti Kalender Julian sehingga perayaan Natal dan Tahun Baru mereka berbeda dengan gereja Katolik Roma.

Pada tahun 1582 M Paus Gregorius XIII juga mengubah Perayaan Tahun Baru Umat Kristen dari tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Hingga kini, Umat Kristen di seluruh dunia merayakan Tahun Baru mereka pada tanggal 1 Januari.

Bentuk Perayaan
Perayaan tahun baru Masehi, sudah lama menjadi tradisi dan ditetapkan sebagai hari libur nasional di berbagai negara. Di Amerika Serikat, umumnya perayaan dilakukan pada tanggal 31 Desember malam, di mana orang-orang pergi ke pesta dan berkumpul, atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York. Pada saat lonceng tengah malam berdentang, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan, orang-orang menyerukan “Happy New Year” dan menyanyikan lagu Auld Lang Syne.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak saudara dan teman-teman atau menonton acara televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba football Amerika Rose Bowl dilangsungkan di California, atau Orange Bowl di Florida, Cotton Bowl di Texas, atau Sugar Bowl di Louisiana.
Di Inggris para suami memberi uang kepada istri-istri mereka untuk membeli bross sederhana (pin). Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Orang koloni di New England, Amerika, merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan bersorak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.

Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brasil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brasil.
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Di Yunani, buah delima yang menurut orang Yunani melambangkan kesuburan dan kesuksesan ditebarkan di pintu rumah, kantor dan dipakai sebagai simbol doa untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun.
Sementara di Italia, di salah satu kotanya, yaitu Naples, tepat pukul 00:00 malam pergantian tahun, masyarakat disana akan membuang barang barang yang sudah usang dan tidak terpakai di jalanan.  Masyarakat Spanyol,tepat di malam pergantian tahun, akan memakan anggur sebanyak 12 biji. Jumlah 12 melambangkan harapan selama 12 bulan kedepan.
Masyarakat Jepang merayakan tahun baru Masehi dengan memakan 3 jenis makanan sebagai simbol yaitu telur ikan melambangkan kemakmuran, ikan sarden asap melambangkan kesuburan tanah dan manisan dari tumbuhan laut yang melambangkan perayaan. Sementara masyarakat Korea, pada malam pergantian tahun, akan menikmati kaldu daging sapi yang dicampur dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau yang biasa disebut thuck gook.

Tahun Baru Umat Lain
Selain Tahun Baru Masehi, ada juga tahun baru yang diadakan penganut kepercayaan lain. Agama dan Umat Yahudi misalnya merayakan Tahun Baru mereka tidak pada hari ke-1 bulan ke-1 Kalender Ibrani (bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7 Kalender Ibrani (bulan Tishrei). Umat Yahudi menyebut Perayaan Tahun Baru mereka dengan nama Rosh Hashanah, yang berarti “Kepala Tahun”.

Jika memakai kalender Gregorian (Kalender Masehi), Tahun Baru Yahudi ini dirayakan pada bulan September. Misalnya tahun 2008 M Rosh Hashanah jatuh pada 29 September 2008. Tanggal itu ekivalen dengan tanggal 1 Tishrei 5769 AM (Anno Mundi). Anno Mundi adalah bahasa latin yang artinya “dalam hitungan tahun dunia”. Disingkat A.M. karena orang Yahudi menganggap kalender mereka dimulai dari tanggal kelahiran Adam

Menurut perhitungan Kalender Ibrani, tanggal 1 bulan Tishrei tahun ke-1 AM adalah ekivalen dengan hari Senin, tanggal 7 Oktober tahun  3761 BCE dalam Kalender Julian (Kalender Romawi Kuno). Ketika Panglima Pompey dari Kekaisaran Romawi Kuno menguasai Yerusalem pada tahun 63 SM, orang-orang Yahudi mulai mengikuti Kalender Julian (Kalender Bangsa Romawi yang menjajahnya).  Setelah berdiri negara Israel pada tahun 1948 M, mulai tahun 1950an M Kalender Ibrani menurun penggunaannya dalam kehidupan bangsa Yahudi sekuler. 

Mereka lebih menyukai Kalender  Gregorian untuk kehidupan pribadi dan kehidupan publik mereka. Dan sejak tahun 1980an, bangsa Yahudi sekuler justru mengadopsi kebiasaan Perayaan Tahun Baru Gregorian (Tahun Baru Masehi) yang biasanya dikenal dengan sebutan ”Sylvester Night” dengan berpesta pada malam 31 Desember hingga 1 Januari.

Bangsa Cina lain lagi. Mereka merayakan tahun baru pada malam bulan baru musim dingin (antara akhir Januari hingga awal Februari) atau jika memakai kalender Gregorian tahun baru ini terletak antara 21 Januari hingga 20 Februari. Mereka menyebutnya dengan nama Imlek. Ini dimulai di hari ke-1 bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Cina sangat beragam. Namun secara umum berisi perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api.

Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan. Selama perayaan tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:  Gong Xi Fa Choi yang artinya “selamat dan semoga banyak rejeki”.

Umat Islam dan Persia
Beda Tahun Baru Imlek, orang Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan nama Norouz. Norouz adalah perayaan (hari pertama) musim semi dan awal Kalender Persia. Orang Persia punya Kalender Persia yang didasarkan dari musim dan pergerakan matahari. Kata ”norouz” berasal dari bahasa Avesta yang berarti “hari baru”. Oleh bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal 21 Maret jika memakai Kalender Gregorian.

Sejak Kekaisaran Dinasti  Arsacid/Parthian, yang memerintah Iran pada 248 SM-224 M, Norouz dijadikan hari libur. Mereka merayakannya dengan mempersembahkan hadiah telur sebagai lambang produktivitas.Perayaan ini dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh Zoroastirianisme yang tersebar di Iran, Iraq, Afganistan,  beberapa tempat di India,Turki, Armenia, Albania dan lain-lain.

Sejak masuknya pengaruh Islam, tahun baru Persia mulai ditinggalkan. Umat Islam menentukan penanggalan tahun hijriyah pada  masa pemerintahan Khalifah Umar.Pada waktu itu, sahabat Abu Musa Al-Asy'ary menulis surat kepada Umar bin Khathab selaku khalifah, yang isinya bahwa Umar memberikan beberapa kitab kepadanya yang tiada tertera tanggalnya.

Lalu, Khalifah Umar mengumpulkan para sahabat dan bermusyawarah dengan mereka tentang penanggalan Islam. Sebagian perpendapat agar memberikan penanggalan seperti penanggalan orang-orang Qurthubi, maka sebagian sahabat tidak menghendaki hal itu.

Sebagian yang lain berpendapat agar penanggalan Islam seperti penanggalan Romawi, maka sahabat yang lain juga menolaknya. Ada yang usul agar penanggalan dimulai berdasarkan kelahiran Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam, ada juga yang berpendapat agar dimulai sejak hijrahnya ke Madinah. Maka Umar berkata, "Hijrah telah membedakan antara yang hak dan yang batil, maka mulailah penanggalan Islam dengannya."

Kemudian para sahabat menyetujuinya. Setelah itu mereka bermusyawarah mengenai di bulan apa sebaiknya awal tahun dimulai. Sebagian berpendapat agar tahun baru dimulai dengan bulan Ramadhan, yang lain berpendapat dengan bulan Rabiul Awal.

Namun, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhum mengusulkan agar dimulai dengan bulan Muharram, yaitu bulan suci setelah bulan Dzul-Hijjah yang kaum muslimin telah melaksanakan Haji sebagai penyempurna rukun Islam. Selain itu, di bulan Muharram tersebut kaum Anshar melakukan baiat kepada Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam. Lalu dimulailah tahun baru Hijriah dengan bulan suci Muharram. 



Monday, December 24, 2012

Serba-serbi Natal

Dibanding negara-negara lain, perayaan Natal di Eropa khususnya di Swedia, Finlandia dan Norwegia memiliki ciri khas tersendiri. Di Swedia Selamat Hari Natal diucapkan "God Jul".   Warga mengawali Natal dengan merayakan hari St. Lucia yang juga dikenal sebagai St. Lucy, setiap tanggal 13 Desember. Dari Swedia, perayaan ini kemudian menyebar ke Denmark dan Finlandia pada pertengahan abad ke-19.


Pada zaman dulu, tradisi ini dilakukan setiap keluarga. Anak perempuan tertua di setiap keluarga bangun paling pagi dan membangunkan setiap anggota keluarga. Dia mengenakan baju panjang berwarna putih dengan ikat pinggang warna merah dan mahkota terbuat dari sembilan lilin. Pada pagi hari, anak perempuan tersebut dipanggil “Lussi” atau “Lussibruden (pengantin perempuan Lucy)”. Kemudian anggota keluarga berkumpul di sebuah ruangan untuk sarapan dengan penerangan menggunakan lilin.

Pada malam harinya, seluruh pria, wanita, dan anak-anak yang ada di lingkungan perumahan akan berparade membawa obor. Parade diakhiri saat semua orang melemparkan obor mereka ke dalam tumpukan jerami besar sehingga menciptakan api unggun. Saat ini, khususnya di Finlandia, seorang gadis dipilih untuk melayani pada perayaan Hari Nasional Lucia dan dia akan dihormati dalam parade yang dikelilingi oleh pembawa obor.

Memang, berbeda dengan Swedia, di Finlandia, ucapan Hari Natal disampaikan "Hyvää Joulua". Pada malam Natal, di negara ini, banyak warga yang mengunjungi sauna. Mereka berkumpul dengan keluarga sambil mendengarkan siaran radio nasional “Peace of Christmas”. Selain itu, tradisi lain di Finlandia adalah mengunjungi kuburan anggota keluarga yang telah meninggal. Sementara di Norwegia, tradisi Natal identik dengan keju, kue, dan makanan penutup berbentuk gelondongan kayu  selama liburan akhir tahun.


Simbol Natal
Terlepas dari tradisi unik masing-masing tempat, perayaan Natal juga identik dengan pernak-pernik atau simbol-simbol umum yang biasa muncul saat tradisi keagamaan ini mendekat. Pohon cemara, lampu warna-warni, hiasan Natal, sinterklas, kado Natal, permen tongkat , menggantung kaus kaki hingga hamparan salju buatan adalah beberapa diantaranya. Begitupun lantunan lagu-lagu Natal seperti O Holy Night yang biasa didendangkan untuk menambah syahdu suasana Natal.

Pernak-pernik Natal itu biasanya tak jauh beda antara negara satu dengan lainnya. Muncul pertanyaan, bagaimana simbol-simbol Natal itu bisa timbul dan lestari hingga kini dan kemudian menjelma menjadi tradisi yang unik? Ternyata semua ada ceritanya. Misalnya soal pohon cemara, yang biasa hadir di dalam rumah keluarga Kristiani yang merayakan Natal.

Dari berbagai legenda yang beredar, yang paling populer adalah kisah dari Santo Bonifasius, seorang penginjil dari Inggris yang menyebarkan agama Kristen di Prancis dan Jerman pada tahun 700-an Masehi. Suatu hari, Santo Bonifasius melihat sekelompok orang mengikat seorang anak di pohon oak untuk dipersembahkan kepada Thor, dewa sembahan mereka. Demi menghentikannya dan menyelamatkan anak tersebut, Santo Bonifasius merobohkan batang pohon tersebut dengan tangannya sampai terbelah.

Ajaibnya, di belahan pohon oak tersebut tumbuhlah pohon cemara. Sejak kejadian itu, Santo Bonifasius memperlihatkan kepada orang-orang bahwa pohon cemara adalah tanda dari sorga dan pohon yang kudus. Lalu Santo Bonifasius memerintahkan mereka untuk membawa pohon cemara ke dalam rumah dan menghiasinya dengan kado-kado.

Pohon cemara sendiri dianggap sebagai simbol hidup kekal karena daun pohon cemara selalu berwarna hijau di saat hampir semua pohon akan rontok daunnya saat musim salju. Hal ini pun melambangkan agar kehidupan rohani umat Kristiani selalu bertumbuh dan menjadi berkat bagi orang lain. Pemasangan pohon Natal pertama resmi dicatat di Strasbourg, Jerman pada abad ke-16. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini menyebar ke Amerika sampai hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Tentang Santa Claus (Sinterklas)
Tokoh Santa Claus berasal dari cerita rakyat Eropa yang bernama Nikolas. Tokoh ini lahir sekitar 280 M di Patara dekat Myra (Demre) yang terletak di negara Turki. Konon, bayi Nikolas sudah melakukan puasa setiap hari Rabu dan Jumat, seperti yang sering dilakukan hamba Tuhan pada zaman itu. Di hari-hari tersebut bayi Nikolas tidak mau minum air susu ibunya. Nikolas ditahbiskan menjadi pastor pada usia 18 tahun dan kemudian diangkat menjadi uskup karena sifat belas kasihnya pada fakir miskin.

Menurut legenda, saat Nikolas mengadakan perjalanan ke tanah suci, kapalnya dilanda angin ribut yang menyebabkan patahnya salah satu tiang layar dan menimpa kepala seorang kelasi kapal sehingga tewas di tempat. Dengan doanya, Nikolas berhasil meredakan angin ribut dan bahkan menghidupkan kembali kelasi yang sudah meninggal itu.

Sejak saat itu, Nikolas dianggap sebagai santo pelindung para pelaut dan kapal dagang. Kepercayaan ini terus berkembang dan menguat sampai ke para pelaut dari Yunani dan Italia di zaman itu. Akhirnya pada 9 Mei 1087, para pemilik kapal dari Italia mengambil semua tulang dan sisa tubuh Nikolas di Turki untuk dipindahkan ke Italia dan menjadikan 9 Mei sebagai hari St. Nicolaas, pelindung para pelaut oleh orang Italia.

Lalu mengapa Santa Claus terkenal dengan kebaikan hatinya membagikan kado Natal kepada anak-anak? Ini berasal dari kepercayaan orang Italia dengan cerita seorang nenek sihir bernama Befana yang mendapat tugas dari malaikat untuk memberi kado pada bayi Yesus saat Tuhan Yesus lahir, seperti yang dilakukan orang Majus.

Karena teledor, ia terlambat dan dihukum untuk memberikan hadiah pada sebanyak mungkin anak kecil , terutama kepada mereka yang tidak mampu. Akhirnya para pemuka agama Italia mengambil keputusan untuk mengalihkan cerita tersebut kepada Santa Claus. Sejak saat itu, peran Befana diambil alih oleh tokoh Sinterklas.

Rudolf, Si Rusa Berhidung Merah
Cerita tentang Rudolph the Red-Nosed Reindeer dibuat oleh Robert May pada tahun 1939 dalam rangka mempromosikan department store Montgomery Ward tempat ia bekerja. Rudolf adalah rusa kesembilan dan berada paling depan di antara kawanan rusa lainnya karena hidungnya dapat bersinar dan menerangi jalan Santa Claus agar tidak tersesat di tengah cuaca buruk.

Di tahun 1949, Gene Autry menyanyikan lagu Rudolph the Red-Nosed Reindeer dan menjadi best seller. Sejak saat itu, Rudolf dikenal sebagai rusa yang selalu setia menemani Santa Claus.

Selain Santa Claus, saban perayaan Natal juga ada tradisi menggantung kaus kaki. Kebiasaan ini tak lepas dari kisah Santa Claus, karena tradisi menggantung kaus kaki Natal ini berawal dari cerita Nikolas yang terkenal dengan ketulusan hati dan belas kasihnya, terutama pada rakyat miskin.

Suatu kali saat hari Natal, Nikolas telah mendengar bahwa seorang bapak di desanya tidak memiliki mahar padahal anak gadisnya ingin menikah.  Pada zaman itu, ada aturan jika seorang gadis ingin menikah, ayahnya harus memiliki mahar untuk diberikan kepada calon mempelai laki-laki dan keluarganya. Jika tidak, anak gadis mereka tidak akan pernah bisa menikah.

Secara rahasia, Nikolas masuk ke dalam rumah bapak tersebut lewat cerobong asap saat seisi rumah sudah tidur untuk memberikan uang agar bisa dibelikan mahar. Nikolas melihat ada kaus kaki yang sedang digantung di dekat perapian dan akhirnya menaruh uangnya disana. Dengan uang itulah, si gadis akhirnya bisa menikah, karena sanggup membeli mahar.

Dari sinilah kemudian muncul tradisi menggantung kaus kaki. Walaupun Nikolas tidak seperti Santa Claus yang dikenal sekarang, berbadan gemuk dan berjenggot putih tebal dan hampir dipastikan dia memiliki kulit coklat serta memakai pakaian kependetaan abad ketiga, kebaikannya masih tetap diingat hingga kini. Anak-anak di beberapa negara terus melakukan tradisi ini dan percaya kalau Santa Claus akan mengisi kaus kakinya dengan berbagai macam hadiah, seperti permen, uang logam, mainan, dan hadiah kecil lainnya.

Lilin, Lonceng dan Permen Tongkat
Tradisi lain yang muncul saat perayaan Natal adalah adanya lilin, lonceng dan permen tongkat. Awalnya, lilin digunakan oleh orang Roma saat merayakan perayaan Saturnalia yang dimulai sejak tanggal 17 Desember dan berakhir pada 25 Desember. Lilin yang lancip ujungnya dan panjang diberikan sebagai hadiah untuk para tamu dan kemudian dipersembahkan kepada Saturn (dewa matahari) sebagai simbol dari cahayanya dan ucapan selamat jalan untuk musim yang sudah lewat.

Seiring penyebaran agama Kristen, lilin-lilin kemudian diletakkan di depan jendela untuk menuntun bayi Yesus sebagaimana Dia berkeliling dari rumah ke rumah di hari Natal.

Soal lonceng,lain lagi ceritanya. Pada zaman dulu, di negara-negara tertentu, masyarakatnya percaya bahwa lonceng bisa digunakan untuk mengusir roh jahat. Mereka berpikir bahwa roh-roh jahat akan datang pada musim dingin sehingga selama hari-hari gelap sesudah hasil panen atau berburu, mereka mengadakan perayaan dengan membuat suara-suara gaduh.

Tradisi ini kemudian terbawa sampai perayaan Natal. Namun, bukan untuk mengusir hal-hal jahat melainkan untuk merayakan sesuatu yang menggembirakan. Di beberapa gereja yang memiliki lonceng seringkali membunyikan loncengnya saat sesuatu yang penting terjadi, misalnya perayaan kelahiran Yesus Kristus.

Sementara permen tongkat, belum dapat dinyatakan apakah kisah ini sebatas dongeng atau benar-benar terjadi. Ceritanya, berawal dari ide pemimpin paduan suara di Cologne Cathedral yang merasa kesulitan untuk mendiamkan anak-anak yang ribut di gereja saat ibadah berlangsung. Si pemimpin paduan suara ini mendapat ide untuk memberikan anak-anak permen berbetuk batang yang membutuhkan waktu cukup lama untuk menghabiskannya sehingga mereka pun bisa diam untuk sementara waktu.

Si pemimpin paduan suara meminta pembuat permen untuk membengkokkan ujungnya supaya terlihat seperti tongkat dengan tujuan untuk mengingatkan anak-anak tentang para gembala yang memegang tongkat saat kelahiran Yesus.Permen tongkat ini kemudian menjadi hiasan Natal karena di tahun 1847, imigran Jerman-Swedia di Wooster, Ohio meletakkan permen tongkat pada pohon Natal mereka dan tidak berapa lama banyak yang mengikutinya.

Banyak orang yang bilang garis-garis putih pada permen tongkat mewakili kesucian Tuhan Yesus Kristus, sedangkan yang merah adalah luka-luka yang Dia derita demi menyelamatkan umat manusia. Sementara bentuknya yang seperti huruf “J” ditujukan untuk “Jesus” (Yesus).

Thursday, November 29, 2012

Tentang Thanksgiving Day

Pernah mendengar Thanksgiving Day?  Mereka yang tinggal di Amerika Serikat (AS) atau Kanada pasti akrab dengan event ini.  Di Amerika, Thanksgiving Day adalah  hari libur nasional yang diperingati tiap hari Kamis Bulan November saban tahunnya. Thanksgiving Day  awalnya diadakan sebagai ucapan terima kasih atas berlimpahnya panen yang diperoleh para petani di zaman dulu. Namun seturut perjalanan masa, Thanksgiving Day kini dijadikan momentum untuk berbelanja barang-barang menyambut natal.

Sejarah Thanksgiving Day
Asal-usul dan kebiasaan Thanksgiving di Kanada berbeda dengan di Amerika Serikat. Di Kanada,hari Thanksgiving hanya dirayakan keluarga di provinsi yang berbahasa Inggris. Sedangkan penduduk Kanada keturunan Perancis tidak merayakannya. Selain itu pesta makan Thanksgiving bagi orang Kanada bisa berlangsung berkali-kali. Kalau hari ini dengan sanak saudara dari pihak suami, keesokan hari bisa dengan sanak saudara yang lain.

Perbedaan tanggal perayaan Thanksgiving juga terjadi di Amerika dan Kanada. Hal ini terkait dengan gejolak politik di kedua wilayah tersebut, yang dimulai dari sejarah pertama kali diadakannya Thanksgiving Day. Di Kanada, Thanksgiving dimulai ketika penjelajah Inggris Martin Frobisher berhasil mendirikan permukiman penduduk di Kanada. Pada tahun 1578, Martin Frobisher mengadakan upacara peringatan di tempat yang sekarang disebut provinsi Newfoundland dan Labrador.

Maksudnya sebagai ucapan terima kasih sudah selamat dari perjalanan panjang. Upacara peringatan yang dipimpin Martin Frobisher ini merupakan perayaan Thanksgiving Day yang pertama. Pemukim lain yang banyak berdatangan ke Kanada kemudian melanjutkan tradisi ini.Tahun 1879, Parlemen Kanada lantas menetapkan tanggal 6 November sebagai hari Thanksgiving Day dan libur resmi. Namun setelah itu, hari perayaan Thanksgiving sering berubah-ubah.

Ketika Perang Dunia Pertama kelar, Thanksgiving Day  dirayakan tiap tanggal 11 November. Kemudian sejak 31 Januari 1957, Parlemen Kanada menetapkan perayaan Thanksgiving diadakan tiap  Senin minggu kedua bulan Oktober. Memang setelah berakhirnya revolusi Amerika, pengungsi asal Amerika banyak mengalir ke Kanada. Para pengungsi ini membawa serta tradisi dan kebiasaan Thanksgiving Amerika ke Kanada.

Satu hal yang tidak berubah, perayaan Thanksgiving di Kanada tetap berkaitan dengan peribadatan dan tradisi festival panen daratan Eropa dan Inggris. Gereja dihiasi dengan cornucopia (hiasan berbentuk corong berisi sayur-sayuran dan buah-buahan), labu, jagung, ikatan gandum, dan berbagai hasil panen lainnya. Begitu juga menu saat merayakannya, yang tidak meninggalkan daging kalkun karena ini ciri khas Thanksgiving Day di Amerika Serikat.

Kontroversi Hari
Berbeda dengan Kanada, di Amerika Serikat tradisi merayakan Thanksgiving dimulai sejak tahun 1621. Kaum pilgrim yang bermukim di Plymouth, Massachusetts mengadakan pesta makan bersama penduduk asli Amerika suku Wampanoag.  Pesta ini diadakan untuk merayakan hasil panen pertama milik koloni. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini terus berulang dan ditetapkan jatuh pada hari Kamis hingga 4 hari berikutnya.

Adalah Presiden Franklin D. Roosevelt yang menetapkan Thanksgiving Day pada hari Kamis minggu ketiga di bulan November. Pengumuman ini dilakukan ketika ekonomi Amerika masih berada di tengah Great Depression (depresi besar). Presiden Roosevelt bermaksud memberi kesempatan yang lebih lama bagi para pedagang, supaya bisa menjual barang sebanyak-banyaknya sebelum Natal tiba.

Pemasukan pedagang dan pengeluaran rakyat yang bertambah diharapkan bisa membantu negeri dari keterpurukan ekonomi. Di masa itu, penjualan barang untuk Natal masih belum layak diiklankan hingga selesai Thanksgiving. Deklarasi Roosevelt tentangThanksgiving hanya dipatuhi 23 negara bagian, sedangkan 22 negara bagian tidak mengindahkannya.

Negara bagian seperti Texas tidak memutuskan apa-apa dan menganggap hari Kamis minggu ketiga dan keempat sebagai hari libur pemerintah. Pada tahun 1940, Presiden Roosevelt bersikeras untuk merayakan Thanksgiving seminggu lebih awal (Kamis minggu ketiga) yang dikenal dengan istilah Franksgiving.  Pada tahun 1941, Kongres Amerika Serikat tampil sebagai penengah dan menetapkan hari Thanksgiving pada Kamis keempat di bulan November. Presiden Roosevelt menetapkan rancangan undang-undang ini menjadi undang-undang pada tanggal 26 November 1941.

Saatnya Belanja
Thanksgiving sebagai pesta hasil panen akhirnya berubah seiring kemajuan ekonomi Amerika Serikat. Sehari sesudah Thanksgiving biasa disebut Black Friday alias Jumat Hitam yang menandai dimulainya musim belanja Natal. Sebagian besar toko sudah buka sejak pagi hari (biasanya sejak jam 05.00 pagi), dan menjual barang dengan sistem obral rugi/cuci gudang agar pembeli mau datang. Disebut Jumat Hitam karena pada hari itu biasanya neraca pembukuan mereka berubah dari warna merah (merugi) menjadi hitam (untung).

Toko-toko besar seperti toko-toko elektronik, supermal, dan semacamnya umumnya penuh dengan orang yang mengantri untuk membeli barang sejak Kamis sore. Beberapa toko elektronik sudah terbentuk antrian sepanjang 100-200 orang untuk membeli barang yang diobral. Supermal kadang-kadang buka hingga pukul 12 malam dan toko-toko di dalamnya menjual barang-barang obral.

Riset  teranyar National Retail Federation (NFR), warga AS membuang duit 247 juta dollar untuk belanja kebutuhan konsumtif, baik di toko-toko nyata maupun maya selama minggu Thanksgiving kali ini. Menurut Presiden dan CEO NRF Matthew Shay dalam rentang hari-hari pada minggu Thanksgiving, rata-rata warga AS menghabiskan 423 dollar AS per orang untuk belanja.

Di dunia maya, kata survei lapangan yang dilakukan BIGinsight, ada lebih dari 35 juta warga AS yang berbelanja. Angka ini mengalahkan data tahun lalu, yakni 29 juta orang. Saat Black Friday saja, tercatat 89 juta orang berbelanja, baik melalui toko maya maupun nyata.Tahun lalu, angkanya berselisih kurang 3 juta ketimbang tahun ini atau di posisi 86 juta orang.

NRF juga membubuhkan angka 28 persen pembelanja masih tetap mencari kebutuhan mereka di toko nyata bahkan hingga Black Friday tengah malam. Tahun lalu, yang bertahan di toko nyata ada 24,4 persen. Menariknya, para pembelanja di toko nyata itu masih juga memanfaatkan waktu mereka belanja di toko maya. Dalam jangka waktu hingga Black Friday tengah malam itu, mereka menghabiskan 172,42 dollar AS per orang untuk belanja. Ini merupakan kenaikan 37,8 persen ketimbang tahun lalu.

Survei itu sendiri berjangka waktu dua hari sejak Jumat (23/11/2012) sampai dengan Sabtu (24/11/2012). Jumlah responden dalam survei itu ada 4.005 orang. Survei kali ini menunjukkan ada 139,4 juta pembelanja dewasa unik yang beraktivitas, baik di toko nyata maupun maya selama hari-hari tersebut.

Karnaval Thanksgiving 
Thanksgiving di Amerika menjadi kesempatan berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara. Hari Rabu sebelum hari Thanksgiving dan hari Minggu yang merupakan hari terakhir libur Thanksgiving merupakan hari-hari tersibuk bagi transportasi udara, kereta api, bus antarkota, dan jalan-jalan raya.

Karena hidangannya menu kalkun, maka peringatan Thanksgiving juga dikenal sebagai "Hari Kalkun". Kalkun biasanya dimakan bersama saus kranberi dan hidangan lain seperti kentang puree, jagung rebus, pai labu (sisa perayaan Halloween), dan berbagai macam sayur-sayuran musim gugur yang lain.

Sewaktu menikmati makanan Thanksgiving, orang biasanya saling bercerita mengenai hal-hal baik yang telah mereka alami. Warisan nilai-nilai keagamaan terus berlanjut dalam bentuk tradisi mengucapkan doa sebelum menikmati hidangan Thanksgiving.

Sebagai awal libur panjang, perayaan Thanksgiving juga ditandai dengan berbagai karnaval.Di New York City, pawai menampilkan kendaraan berhias dengan tema-tema yang menarik, kendaraan berhias yang menampilkan selebritas televisi, adegan dari musikal Broadway, karakter kartun berbentuk balon besar, dan marching band di sekolah menengah umum. Pawai biasanya diakhiri dengan kendaraan berhias yang ditumpangi sinterklas, sekedar untuk mengingatkan orang bahwa musim belanja Natal sudah tiba.

Pawai Thanksgiving juga diselenggarakan di berbagai kota lain, seperti di Plymouth, Houston, Philadelphia (konon merupakan pawai Thanksgiving yang tertua), dan Detroit yang merupakan pawai terbesar sepanjang tahun. Di kawasan metropolitan New York, kota Stamford, dan Connecticut menyelenggarakan saingan pawai Macy's dengan menggunakan karakter balon besar yang berbeda.

Selain tradisi karnaval,sepak bola Amerika dan sepak bola Kanada juga menuai berkah dari event ini. Di Amerika Serikat dan Kanada, pertandingan liga profesional selalu diadakan di hari Thanksgiving. Di AS, pertandingan sepak bola Amerika pada hari Thanksgiving merupakan satu-satunya pertandingan yang ada selama seminggu, selain pertandingan di hari Minggu dan Senin malam.

Keunikan lain Thanksgiving adalah tradisi menyisakan kalkun agar tidak dipotong semua. Tradisi ini berawal saat Presiden Truman menerima kalkun Thanksgiving di Gedung Putih dari anggota Dewan Unggas dan Telur Nasional dan wakil peternak kalkun. Kebetulan sejak tahun 1947,setiap tahunnya Federasi Kalkun Nasional mempunyai tradisi memberi hadiah 2 ekor kalkun yang sudah dibersihkan dan siap dimasak dan satu ekor kalkun hidup kepada Presiden Amerika Serikat.

Kalkun yang masih hidup diampuni nyawanya dan hidup damai sebagai binatang peliharaan di peternakan. Kalkun tersebut, biasanya baru akan di sembelih di event yang sama tahun depan.  Pendapat lain mengatakan tradisi mengampuni kalkun dimulai Presiden Abraham Lincoln yang berjanji tidak memotong kalkun peliharaan anak laki-lakinya. Kedua versi cerita tersebut sama-sama sering dikutip dalam pidato kepresidenan.

Tahun ini, seekor kalkun yang mendapatkan "ampunan" Presiden Barack Obama pada Thanksgiving tahun 2011 akhirnya disembelih tiga hari menjelang peringatan Thanksgiving. Sebelumnya, ia "diselamatkan" dari kemungkinan menjadi hidangan makan malam presiden. Hal itu dikatakan pengurus Mount Vernon di Virginia, tempat kalkun-kalkun itu dipelihara. Kalkun yang bernasib jelek itu bernama Peace. Ia hanya menjadi kalkun cadangan dalam hidangan Thanksgiving Obama tahun 2011. Pengganti Peace ketika itu adalah seekor kalkun ,yang dipotong bernama Liberty.

Sunday, October 28, 2012

Misteri Harta Karun di Tepi Situ Cileunca

Situ Cileunca di sore hari
Nama laki-laki itu Asep Jabog. Umurnya 56 tahun. Saat menyebut namanya, beliau mengusap janggut peraknya yang menjuntai lebat. Saya tak tahu apa arti jabog dalam Bahasa Sunda. Tapi dengan janggut dan mata kecil yang memancar tajam, sosok Asep Jabog terlihat sangat misterius, saat saya temui di tepian Situ (danau) Cileunca, Pangalengan, Bandung, awal Oktober 2012 lalu. Kala itu, hari sudah mulai menjelang senja.

Saya sendiri bertemu tak sengaja. Pak Asep terdengar sedang berbincang-bincang dengan seseorang, waktu saya mendatangi kebun strawberry-nya. Naluri jurnalis saya langsung terpantik, untuk bertanya lebih lanjut soal kebun yang banyak dikunjungi wisatawan Situ Cileunca.  Saya dekati beliau, dan mengalirlah cerita-cerita lain yang menarik, seputar kawasan Situ Cileunca.

Tak ada yang mengira, jika Pak Asep adalah juru kunci tempat itu. Pakaian lusuh dan kaki dekil, seolah tak menggambarkan wibawa seorang juru kunci tempat keramat, yang biasanya memakai busana rapi dan bersih. Dandanan Pak Asep lebih mewakili profesinya sebagai petani, bahkan parasnya lebih mirip dukun, yang biasa muncul di sinetron-sinetron misteri kita. Tapi mungkin ada baiknya kita dengar pengakuan Pak Asep.

“Kalau pagi sampai sore saya memang menunggui kebun. Tapi kalau malam, biasanya ada yang mau datang ke makam Mahesti. Jadi saya antar mereka ke makam. Jangan disebut juru kuncilah…sebut saja satpam,hehe,”kata Pak Asep merendah.

Cerita dari “dimensi lain” inilah yang kemudian menyita saya, Mia (anak Pos Kota) dan seorang lagi dari Gatra.com, untuk mengerubungi Pak Asep. Kata Pak Asep, tak jauh dari kebun miliknya, terbaring tenang jasad Mahesti, mandor yang juga orang sakti suruhan Belanda, saat Situ Cileunca mulai dibangun. Ketika Mahesti meninggal, jasadnya kemudian dimakamkan di sisi makam istrinya.

Laiknya makam orang sakti, banyak pihak lantas mendatanginya, dengan berbagai macam keperluan. Mereka berasal dari rakyat biasa, jenderal, sampai pernah Bung Karno yang sudah wafat pun muncul di makam Mahesti. Pak Asep membahasakannya sebagai mantan presiden. Saya bertanya karena penasaran.”Maksudnya Gus Dur gitu pak?”. Semua sudah mafhum, Gus Dur suka mendatangi makam-makam keramat.
Berdayung di tengah Situ

Bagi orang yang berfikir rasional, cerita Pak Asep soal Bung Karno tentu saja seperti mengada-ngada. Tapi namanya wilayah supranatural, saya yakin dan percaya saja. Sama seperti yakin dan percayanya, ketika melihat jarum jam dan paku bermunculan dari tubuh, atau kawat yang keluar dari perut, seperti banyak diberitakan media massa.

Tutur Pak Asep, Bung Karno bisa malih rupa. Ketika naik angkot, wajahnya terlihat seperti orang biasa. Tapi begitu sudah di makam Mahesti, wujudnya berubah menjadi Bung Karno. Dari Bung Karno inilah, terlontar informasi rahasia, jika di sekitar Situ Cileunca terkubur emas dalam peti dengan berat berton-ton. Begitu juga lembaran uang zaman Belanda, yang tak ternilai harganya.

“Tapi sampai sekarang belum ada yang bisa mengambil,”ujar Pak Asep.

Karena penasaran, saya dan Mia minta diantar ke makam. Pak Asep dengan senang hati mengantar. Anak Gatra memilih mundur, karena lebih tertarik melihat-lihat kebun strawberry. Kami melewati kebun tomat yang luas, di tengah udara senja yang mulai dingin. Lewat jalan kecil berliku, kami sampai di makam sederhana. Suasananya sepi dan ngelangut. Jauh dari pemukiman penduduk, dan tak ada suara apapun. Pesona mistis segera menyergap. Apalagi Pak Asep menyuruh kami membaca syahadat, sebelum masuk ke bangunan makam.

“Ashaduallahilahaillalloh…waashaduanamuhammadarosululloh,”saya berujar pelan.

Apa yang terlihat? Dua buah makam dengan nisan batu lancip dan plester sederhana. Pak Asep segera menyapu. Mia duduk bersimpuh sambil mulutnya komat-kamit. Setelah melihat-lihat, kami keluar dan diantar ke tepi Situ. Sepanjang jalan, Pak Asep kembali bercerita. Keberadaan harta karun itu tak banyak yang mengetahui. Peziarah yang datang mayoritas hanya ingin cita-citanya terkabul; entah jabatan tertentu, proyek-proyek pemerintah atau maju di arena pilkada.  Namun puluhan tahun menjadi juru kunci, Pak Asep tak pernah memasang tarif saat mengantar para penziarah berkunjung ke makam Mahesti.

“Syaratnya cuma satu, kalau sudah terkabul keinginannya, hendaknya jangan lupa pada sesama. Sedekah yang rajin. Itu saja. Nggak usah datang lagi ke sini. Saya dikasih kopi sama gula saja sudah cukup,”ujar Pak Asep.

Makam Mahesti
Uniknya, mereka yang punya hajat tak cukup hanya sehari menyambangi Makam Mahesti. Kadang bisa memakan waktu 6 bulan, sekedar untuk ngobrol di tepi Situ Cileunca. Tak ada kegiatan lain, hanya mengobrol, beribadah, dan duduk tenang di tepi Situ. Konon dengan cara demikian, pikiran yang gundah pun menjadi adem. Jangan pula kaget, jika tiba-tiba ada “orang” asing yang menemani kita ngobrol.

Soal harta karun, Pak Asep tak tahu akan sampai kapan itu terpendam. Sejauh ini, dirinya juga tak pernah memberitahu pada orang lain. “Suatu saat pasti ada yang bisa mengambil,”ujarnya, pelan.

Ketika matahari mulai masuk ke peraduan, saya dan teman-teman bergegas naik perahu, meninggalkan Pak Asep yang berdiri di sisi Situ Cileunca. Di atas perahu, banyak yang penasaran terhadap yang saya lakukan. Saya cerita apa adanya, soal makam Mahesti. Malamnya, sebelum berangkat tidur, pihak Trans TV yang mengundang para wartawan  termasuk saya mengundi doorprize. Percaya nggak percaya, yang dapat saya, Mia dan anak Gatra.

Saya dapat blackberry, Mia ponsel Samsung dan anak Gatra menggondol laptop Compaq 14 inci. Kenyataan ini kami obrolin menjelang sarapan pagi dan banyak teman yang buru-buru tertarik ingin ke makam Mahesti.Tapi, acara pagi itu sangat padat, diantaranya harus menjajal rafting dan paintball. Hingga sorenya, kami harus segera beranjak ke Jakarta. Meninggalkan Pak Asep, makam Mahesti, dan kecantikan Situ Cileunca, yang sempat dijuluki Swiss-nya Indonesia, karena panoramanya yang mempesona…

Saturday, October 27, 2012

pengemis kecil di tepi Taman Serua

Sabtu (26/10) sore, sehari setelah Hari Raya Idul Qur’ban, saya diminta istri untuk membeli sebutir kelapa. Kebetulan dari rumah sakit tempatnya bekerja, ada beberapa potong daging kambing yang akan kami bikin gulai. Sembari jalan pulang kantor, saya mampir di sebuah warung dekat perumahan Taman Serua, memesan sebutir kelapa yang sudah diparut. Harganya  5 ribu rupiah. Saya bawa uang Rp 10 ribu dan dikembalikan Rp 5 ribu.

Hal yang mengejutkan, ketika saya bersiap-siap hendak pulang, seorang anak kecil sepantaran anak saya (4,5 tahun) segera menyambangi. Dengan suara lemah, dia meminta uang. Awalnya saya agak acuh. Maklumlah. Sudah terlalu bebal mata ini melihat anak kecil mengemis di jalanan Jakarta. Tapi, ketika saya menyadari bahwa ini di Pondok Petir, rasa empati saya segera saya bangkitkan. Spontan saya buka dialog.

“Kenapa minta duit?”tanya saya.
“Di suruh emak,”ujarnya pendek.
“Emakmu tidak kerja?”
Tanpa ragu ia menjawab,“Tidak bang. Katanya utangnya banyak,”.
“Kamu tinggal di mana?”cecar saya.
“Tinggal di kontrakan belakang,”jawabnya, cepat.
“Bapak ke mana?”
“Bapak kerja di Cipayung. Tapi sampai sekarang nggak pulang pulang,”

Saya langsung berfikir, anak ini tidak berbohong. Bukan karena secara psikologis anak balita memang susah diajak berbohong. Bukan. Tapi dari sorot mata dan jawabannya yang cepat, dia memang mengalami kondisi seperti yang diucapkannya. Jika pun benar ia bertindak karena disuruh emaknya, boleh jadi emaknya sudah dalam taraf keputusasaan yang amat sangat, hingga harus menggadaikan harga diri anaknya untuk sekedar mencari sesuap nasi.

Saya tidak ingin menyalahkan ayahnya, yang tanpa disalahkan pun ia sudah salah. Namun melihat realitas ini, saya jadi teringat klasifikasi ekonomi model Mbah Jambrong, yang membagi strata ekonomi menjadi 4 peringkat. Pertama, mereka yang bangun pagi dan berkata,”Apakah hari ini saya bisa makan?”. Kedua, mereka yang sambil leyeh-leyeh lantas berguman,”Hari ini kita makan apa ya?”. Dan ketiga, mereka yang mengendarai mobil bertelepon ria sambil berujar,”Hari ini kita makan di mana sob?”.Strata tertinggi, yaitu keempat, mereka yang sambil tertawa-tawa bilang,”Hari ini kita makan siapa boss?”.

Okelah, usah pikir pemeringkatan itu, karena itu hanya joke, untuk menggambarkan beginilah hasil pembangunan ekonomi model Orde Baru, yang mengandalkan trickle down effect. Faktanya, untuk mendapatkan “tetesan” kue ekonomi yang tersedia, prasyarat skill mutlak diperlukan, dan itu hanya bisa diraih lewat sekolah formal. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana nasib pengemis balita itu, jika untuk makan sehari-hari saja susah. Mungkinkah dia mendapat pendidikan yang layak, agar bisa mengubah status sosialnya  dalam waktu singkat?

Pertanyaan berikutnya, berapa banyak pengemis-pengemis balita, yang terpaksa harus kehilangan masa kanak-kanaknya, akibat kesulitan ekonomi yang menjerat leher orang tuanya? Jawabannya barangkali pendek saja;bejibum. Lantas, berapa banyak orang-orang kaya, yang membelanjakan uangnya untuk hal sia-sia, dan hanya untuk memenuhi syahwat pribadi atau sekedar menaikan gengsi dan prestis di depan koleganya?Jawabannya juga lumayan simple;nggak kehitung.

Mungkin yang kelihatan hanya ketika ada kasus besar, macam Hakim yang ketangkap nyabu bareng cewek di tempat karaoke, setelah membuang uang jutaan rupiah untuk membeli narkoba dan booking pemandu. Sepanjang sekian tahun saya bergelut sebagai jurnalis, sekian puluh kali pula saya harus geleng-geleng kepala, melihat gaya hidup para pejabat dan pengusaha, yang sudah kelebihan uang di saku celananya.

Idul Qur’ban tahun ini, saya sungguh malu, ketika niat baik untuk memberikan uang kembalian pada pengemis balita itu sempat tertunda beberapa menit, akibat buruk sangka akut melihat para pengemis di Jakarta. Padahal beberapa jam sebelumnya, saya sempat membaca kisah Mak Yati, pemulung yang tiga tahun mengumpulkan uang untuk membeli dua kambing untuk dikorbankan. Sehari sebelumnya, emak di kampung bahkan sudah menegur, karena saya tidak mengirim kurban kambing di mushala desa.

Pada akhirnya, momentum Idul Qur’ban bukan semata untuk membangkitkan ghirah membeli domba dan sapi terbaik, sembari berharap nama kita disebut di depan khalayak ketika korban kita akan dipotong. Sisi ini terlalu dangkal untuk dicecap. Ada dimensi lain, yang sering kita lalai, tersebab kita terlalu lama berdiri di menara gading kehidupan. Tak perlu jauh-jauh melihatnya di pusat Jakarta. Kondisi ini bahkan sudah mendekat dan terjadi tak jauh dari Taman Serua.

Saya tidak tahu bagaimana jalan pemecahannya, karena saya bukan pakar ekonomi. Namun yang jelas, saat gulai masakan istri itu sudah matang, saya jadi teringat, apakah pengemis balita itu juga sedang merasakan berkah dari Idul Qur’ban?Ataukah ia justru masih menyusur-nyusur jalan, sekedar untuk mencari belas kasihan dari lain orang, untuk makan dan mungkin menutup utang emaknya?

Enak memang gulai olahan istri. Tapi dari dalam nurani yang amat tulus, saya bermimpi, seandainya dia bisa hadir, akan saya hidangkan semangkok gulai  agar ia bisa menyantapnya. Syukur-syukur bareng anak saya. Sayang, saya lupa bertanya di mana kontrakan emaknya. Saya memang terlalu kurang ajar mengabaikan begitu saja “ayat” Allah yang terlihat sepele, tapi sesungguhnya amat krusial untuk direnungkan. Andai saja mata batin saya cukup tajam….?Ah!